Problem Subyek; Ruang Modern dan Posmodern

Ilustrasi

Sebuah Pengantar


Sering kita mendapati bahwa didalam dunia kefilsafatan, semua permasalahan yang menjadi objek kajian seolah tak pernah berakhir. Meskipun waktu telah berlalu dari sejak zaman filsuf Yunani, Islam, filsuf era pencerahan sampai sekarang. Hal ini menandakan kepada kita bahwa manusia bisa menggunakan akal dan pikirannya dalam menjalani kehidupan.

Pemikiran awal adalah dimana semua itu bermula dan yang telah bermula pada akhirnya akan menjadi pemikiran awal yang terus menerus berputar entah sampai kapan. Contoh kecilnya adalah sebagaimana ada pemikir-pemikir yang bercorak berbeda dalam menanggapi permasalahan, tentunya dalam dunia filsafat.

Terlalu luas untuk membicarakan tentang sejarah filsafat apabila disajikan didalam blog personal ini. Namun saya hanya ingin memberikan suatu gambaran dari hal yang umum dalam pandangan saya sendiri. Saya hanya ingin sedikit berbagi salah satu permasalahan saja, yaitu problem “Subyek”. Suatu problem yang masih sangat menarik untuk sedikit sahaja diperbincangkan baik dalam ruang diskusi, pembahasan, dan apapun itu yang berhubungan.

Problem subyek disini adalah suatu tanggapan saya atas perdebatan panjang manusia-manusis yang mempunyai pandangan berbeda mengenai subyek. Saya tidak ingin untuk menjadikan tulisan inis sebagai sebuah hasil yang bkue print, jauh dari kritikan, akan tetapi saya hanya menulis sesuau pemahaman damai saya akan keduanya.

Untuk itu saya harus membagi dulu beberapa kalangan yang mempunyai pandangan berbeda mengenai subyek. Hal ini sangat penting dikemukakan sebagai jalan manusia yang mungkin belum tahu perihal sebenarnya apakah. Setelah mengemukakan beberapa manusia dari kedua pandangan berbeda itu saya akan sedikit menjelaskan apa yang dipermasalahkan dan diperagungkan dari kedua pandangan manusia tersebut.

Kelanjutan atau Suatu Akhir


Diktum Descartes seperti yang kita kenal adalah suatu pandangan luas dari seorang manusia dalam melihat suatu kehidupan. Didalamnya mereka sangatlah percaya dengan apa yang mereka agungkan, pencerahan dengan pengetahuan. Sehingga tidak banyak orang yang mengemukakan bahwa dunia dimana ketika diktum itu menjadi terkenal adalah dunia yang sudah meninggalkan sejarah gelap dunia dibarat sana.

Sejarah tidak mencatatkan suatu cerita yang lurus saja dalam pencariannya tentang “Aku dan rasionalitas berpikir”. Permasalahan besar sering mereka – yang bertentangan dengan religion’s rule – dapati. Copernicus dan teman-temannya adalah salah satu tokoh sejarah yang selalu disajikan dalam pembahasan tentang dunia pencerahan dimana mereka dituduh telah keluar dari ajaran yang ada sebelumnya.

Meskipun pada akhirnya dunia barat dianugerahi sebuah dunia yang benar-benar megah, bahkan sampai sekarangpun mereka telah berhasil mencapai tingkat yang memukau (baca:tekhnologi). Tahapan inilah yang erat kaitannya dengan apa yang sering disajikan dengan sejarah peralihan dunia pada tingkat, modern.

Pelbagai kemajuannya pun sampai sekarang masih bisa kita rasakan. Tapi kemajuan yang benar-benar menjadi suatu ciri khas dari kemodernan ini adalah dalam dunia tekhnologi. Dalam suatu hal semisal telah keluar windows 8 yang lebih artistik, pada saat itu saya, diri anda dan semua orangpun pastilah terkagum-kagum mengenai perkembangan dunia tekhno yang tak henti-henti mengeluarkan produk-produk terbarunya.

Ditengah euphoria kemajuan tersebut ternyata tidak selalu membawa sesuatu yang baik pada tingkat kehidupan. Malahan sebaliknya, semua seperti menjadi bom waktu yang hanya tinggal menunggu waktu untuk sedikit sahaja dipicu untuk meledak, booooom! Perang dunia – dalam dunia bom, pistol dan semacamnya – menyebabkan korban sipil yang tak terkira. Yang kaya semakin kaya. Buruh yang tak sepadan dengan gaji dan lain2. Bisa dikatakan secara singkat bahwa laju perkembangan tersebut tidak lantas membawa suatu pencerahan akan tetapi malah lebih memperburuk keadaan.

Yang menolak, tidak setuju dan ada pula yang mengoreksi dunia modern itulah yang sekarang kita kenal dengan pandangan orang-orang post-modernisme. Dimana posisi dari pandangan ini adalah kebalikannya dengan dunia modern. Jadi apa yang didefinisikan sebelumnya didunia modern didefinisi ulang kembali dengan macam teori yang banyak, dan sedikit rumit.

Yang dikoreksinyapun banyak, tidak hanya dalam dunia tekhnologi yang berkembang seperti frankenstein, akan tetapi dalam hal-hal budaya, sosial sampai pada kehidupan lainnya tak luput menjadi suatu yang dipertanyakan kembali.

Manusia dengan pandangan ini lebih cenderung untuk mengatakan bahwa posisi manusia pada waktu “Aku” sebagai segala semua itu bermula tidak lain adalah pengaruh dari apa yang ada disekelilingnya. Mereka itu memposisikan manusia-manusia modern dengan orang yang terpenjara yang seperti selalu diterawang oleh sipir penjara, tak bebas dari kungkungan keadaan.

Lantaslah ada yang mengatakan bahwa “subjek telah mati”. Kasihan, setelah Tuhan, ternyata ada juga yang mengatakan subjek telah mati. Pandangan dari dunia ini penuh dengan sensasi. Terlahir dari embrio yang sempurna menjadi suatu yang rumit. Tapi yang rumit itulah yang mereka inginkan, karena kerumitan bagi mereka mungkin adalah suatu kebebasan dari apa yang mereka idamkan.

Pandangan ini tak lantas dengan mudah untuk mengatakan bahwa sesuatu itu sudah pada tempatnya yang benar. Apalagi bila sesuatu itu didefinisikan secara cap nyata/linier/biner. Mereka lebih memilih untuk bersikap melawan/mendekonstruksi dan semisalnya.

Subyek; Permasalahan Diatas Kertas

Kritik atas modernism yang paling pedas datang dari para pemikir yang dikategorikan sebagai pemikir kritis. Salah satunya adalah madzhab frankurt dan pemikir2 lainnya yang relevan. Mereka merekonstruksi apa yang ditempati oleh subyek didalam bentuk kekuasaan dan kehendak yang menyiksa. Kapitalisme, kehendak berkuasa dan menguasai dan penindasan atas nama ekonomi.

Namun ada yang harus diketahui disini bahwa madzhab frankurt ini bisa dikatakan tergolong kepada orang-orang yang kritis terhadap beberapa hal saja yang merugikan. Tidak seperti orang postmodern yang ortodok! Oleh karena itu ada yang menyebutkan bahwa mdzhab frankurt ini adalah dari golongan modernism tinggi, ia bersifat ambigu.

Menurut mereka pembebasan subyek untuk pencerahan yang digadang-gadang ternyata malah membawa dampak yang lebih buruk dari apa yang telah ada. Pandangan orang postmodern itu sifatnya pluralism, tidak ada kebenaran absolut. Jadi apapun bentuk itu yang lahir dari kebudayaan kapitalisme lanjut pasti mendapatkan tempat yang layak. Artinya, mulailah berkembang pemikiran, kebudayaan, dan pandangan hidup yang ddasarkan kepada hal tersebut. Budaya popular, kembali kepada ajaran dulu, hidup bebas, liberalism dan lain-lain.

Oleh karena hal diatas maka madzhab frankurt – yang juga masih dikategorikan pemikir kritis – ingin sedikit mengkoreksi apa yang mungkin salah dari pemikiran alam postmodern. Khususnya bagaimana lantas lahir suatu pandangan berada dimanakah para pemikir postmodern ini? Apakah ada dipihak kapitalisme lanjut atau ada dipihak yang berbeda?

Secara Garis Besar dan Kelanjutannya Nanti 

Secara garis besar ada dua pandangan berbeda mengenai posisi subyek dalam laju perkembangan kehidupan. Yang pertama adalah dari kalangan Cartesian – modernism dan yang kedua adalah yang datang dari pembaharu/pengkritiknya, yaitu postmodernism – lacanian, faucultian, neitszhe, etc. Sifat pertama memandang subyek itu terbebas dari segala bentuk struktural, otonom, merdeka dan mempunyai tempat yang harmoni dengan kehidupan.

Namun disisi lain terdapat suatu salah konsepsi karena sebagian manusia juga ada yang mempunyai sifat kebinatangan yang selalu tidak puas dalam perkembangan zaman. Karena itu terdapatlah suatu masukan yang sampai kepada kritikan untuk memperbaharui apa yang telah diwariskan dari kalangan terdahulu. Namun apakah pembaharuannya tersebut adalah suatu jawaban yang bebas terhindar dari suatu kritikan? Mengingat kalangan ini selalu membesar-besarkan ideologi, subyek yang mempunyai luka dalam sejarah dan sebagainya.

Dalam postingan selanjutnya saya akan coba menerangkan subyek dengan menggunakan pandangan filsuf kontemporer, Slavoj Zizek. Kenapa zizek? Karena ditengah kicauan-kicauan “Subyek telah mati” Zizek seolah-olah ingin membuat suatu perdamaian konsep subyek untuk kedepannya. Dan tentunya apa yang ia bawa bukanlah merupakan sesuatu yang baru akan tetapi ia berdiri diatas pemikiran-pemikiran yang menginspirasinya.
By: Muhammad Zaki Al Aziz

Hai, selamat datang di website personal saya. Perkenalkan nama saya Muhammad Zaki Al Aziz, asli dari Bandung. Dulu pernah sekolah di Darul Arqam, Sastra Inggris S1 dan Sejarah Kebudayaan Islam S2 UIN. Sekarang saya adalah seorang Guru di MBS di Bandung.

Post a Comment

3 Comments