Sastra Menurut Lenin

Mungkin belum banyak orang yang tahu bahwa sang diktator terkenal Rusia – Lenin – pernah berujar tentang bagaimanakah sastra seharusnya? Bagaimana sastra harus berkembang dimasyarakat pada waktu itu? Sekarang sudah saatnya kita tahu bahwa Lenin pernah menulis didalam satu artikel yang terkenal pada tahun 1908 yang berjudul “Party Organization and Party Literature”.

Artikel yang ditulis oleh Lenin meskipun tidak langsung membahas secara mendalam tentang sastra, tetapi mempunyai nilai yang lebih mendalam dan benar-benar harmonis dengan lingkungan. Lenin yang pada hidupnya berteman dengan pengarang-pengarang besar di Rusia seperti Zola, Tolstoy dan lain-lain, pernah merasa tertarik kepada seni dan sastra pada umumnya. Namun Lenin menyadari bahwa kehidupannya tidak banyak dihabiskan untuk seni.

Justru menurut saya, dari kehidupannya sebagai seorang diktator, penguasa, politikus dan seorang Rusia yang lekat dengan marxism thinker. Lenin telah berhasil menggabungkan pertemuan antara sastra dan politik pada masanya, menurutnya bahwa sastra juga bisa menjadi sebuah alat didalam bagian revolusi pada masa itu.

Lenin melihat banyaknya sastra yang menurutnya banyak diterbitkan oleh orang-orang borjuis, sebagai alat untuk mencari keuntungan pers borjuis komersial dan selebihnya hanya untuk mendompleng nama pengarang. Lenin berharap bahwa kaum proletar bisa juga berbuat demikian seperti diatas. Perlu digaris bawahi bahwa ada batasan-batasan untuk menyetujui kaum proletar harus bisa seperti pencapaian yang telah diraih oleh kelas pekerja. Kita harus tahu apa maksud dari sastra partai tersebut sebelumnya!! Untuk apa?
What is this principle of party literature? It is not simply that, for the socialist proletariat, literature cannot be a means of enriching individuals or groups: it cannot, in fact, be an individual undertaking, independent of the common cause of the proletariat. Down with non-partisan writers! Down with literary supermen! Literature must become part of the common cause of the proletariat, “a cog and a screw” of one single great Social-Democratic mechanism set in motion by the entire politically-conscious vanguard of the entire working class. Literature must become a component of organised, planned and integrated Social-Democratic Party work.
Kutipan diatas yang diambil dari seorang penguasa Rusia pada zaman dahulu menyiratkan satu pemahaman kepada kita bahwa lenin berusah untuk menggunakan sastra sebagai sarana perjuangan melawan sistem yang menguasai kaum proletar. Lenin berusaha untuk mengajak kepada kaum proletar khususnya dam masyarakat pada umumnya bahwa sastra itu harus diandaikan semisal sekrup dan roda penggerak. Lebih lanjut Lenin mengatakan bahwa sastra itu harus menjadi bagian dari komponen kerja organisasi kaum proletar untuk berkecimpung dalam mempertahankan ideologinya.

Kurang lebih ada beberapa poin penting yang diutarakan Lenin berkaitan dengan sastra. Yang pertama “Sastra harus mempunyai suatu fungsi sosial.”  Yang kedua “Sastra harus mengabdi kepada rakyat banyak.” Yang ketiga “Sastra harus merupakan suatu bagian dalam kegiatan partai komunis.” Ketiganya harus bisa diintegrasikan kedalam mekanisme kerja sosial demokrat yang dijalankan oleh kaum pekerja yang sadar akan cara kerja politik.

Pada saatnya pendapat yang seperti dipaparkan Lenin diatas akan membawa suatu pengertian yang benar-benar down more over to earth. Bahwasanya bila hal itu berkembang dan bisa berjalan dengan sesuai yang diharapkan, sastra akan bisa menjadi sebuah media yang mudah dicerna oleh masyarakat seluruhnya. Dalam artian sastra tidak hanya untuk menjadi media seseorang dalam mengembangkan karirnya, sastra hanya digunakan sebagai keuntungan belaka. Lenin lebih menghargai sastra apabila sastra tersebut bisa berguna dan terlahir dari keadaan yang benar-benar bisa menggugah rasa keingintahuan masyarakat. Ide-ide tersebutlah yang bisa membuat simpati rakyat.

Lenin pada artikelnya yang berjudul Party Organization and Party Literature, membahas sastra dan sangkut pautnya dengan politik dan bagaimana sastra seharusnya mempunyai peran penting yang sama dengan kelas borjuis yang menguasai media. Sastra harus menjadi sebuah gerakan yang bisa berfungsi untuk meraih simpati rakyat, tanpa harus selalu mempunyai keinginan mempunyai nama besar dari keuntungan yang didapat dari sastra. Sastra seharusnya harus “mencerminkan kenyataan sebagai ungkapan pertentangan kelas”. Tetapi sastra  tidak hanya mencerminkan kenyataan, sastra dapat dan harus turut membangun masyarakat, seperti halnya pendapat jan van luxembrug miekel bal dan wiliam g weststeijn.
By: Muhammad Zaki Al Aziz

Hai, selamat datang di website personal saya. Perkenalkan nama saya Muhammad Zaki Al Aziz, asli dari Bandung. Dulu pernah sekolah di Darul Arqam, Sastra Inggris S1 dan Sejarah Kebudayaan Islam S2 UIN. Sekarang saya adalah seorang Guru di MBS di Bandung.

Post a Comment

4 Comments

  1. postingan yang bagus tentang sastra menurut lenin

    ReplyDelete
  2. dengan kata lain, kang lenin itu tidak setuju dengan ujaran "yang bukan penyair minggir" justru menjadikan sastra terbuka dan tidak khusus bagi kalangan tertentu saja ya. bagus juga nih worldview letin terhadap dunia sastra. syarat-syarat disebut di atas juga pernah digalakkan di Indonesia ya, masa pram cs.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Ia betul dulu pram cs pernah bertindak sama dalam hal ini.
      Lenin memakainya sebagai senjata. Menggunakannya untuk membangun opini kerakyatan. Yah itulah puisi, tak jauh dari bagaimana ia diperlakukan oleh penulis.

      Delete
    2. Dan yang namanya senjata ada yang dikata "senjata makan tuan" atau menjadi "bumerang" ya. hehehe

      semoga Allah menerima pram di sisiNya. Ameen.

      Delete