Ilustrasi |
Pengantar: Pribumi?
Indonesia ini bukan negara kemarin sore. Ia tidak tercipta dengan sendirinya, melainkan terbentuk oleh kepingan-kepingan sejarah yang beragam dan dengan periode waktu yang panjang. Nantinya kepingan-kepingan tersebut menjadi sebuah pondasi penting dari berdirinya sebuah negara yang kita kenal dengan Indonesia. Yah ibarat sebuah payung, Indonesia mengayomi berbagai suku dan ras yang beragam.
Keberagaman serta kedamaian yang ada di Indonesia setidaknya telah terjalin selama beberapa abad. Sumber-sumber sejarah banyak mencatat adanya suatu kegiatan antara orang-orang yang kelak akan dikategorikan sebagai "pendatang" dengan orang-orang lokal atau kelak akan diistilahkan "pribumi".
Dikotomi Bahasa dan Imbasnya Pada Masyarakat
Tapi sebetulnya istilah pendatang atau pribumi itu agaknya muncul belakangan. Berbarengan dengan pendudukan Belanda di Indonesia. Tentu hal tersebut menimbulkan sebuah dikotomi yang cukup menganga.
Kasarnya ada sebuah permainan bahasa yang dilakukan Belanda untuk membuat sebuah klasifikasi sosial di masyarakat. Hal ini bisa dilihat dari peraturan Belanda tahun 1854 yang membagi penduduk dalam 3 kelas. Dan ini cukup rentan untuk membelah rasa kebersamaan yang sudah terjalin cukup lama diantara penduduk Indonesia.
Apalagi kalau bumbu permasalahan yang melekat pada istilah ini adalah isu rasial. Tentu permasalahan yang lebih serius akan muncul. Mungkin tragedi yang pernah terjadi pada tahun 1998 lalu itu bermula dari adanya kehidupan yang tumpang tindih antara pribumi dan non pribumi. Begitulah kiranya kalau istilah tersebut dikatakan tanpa sebuah kutipan.
Karena itu kita harus mengapresiasi langkah politis yang pernah dilakukan mantan Presiden Republik Indonesia yang ke 3, B.J Habibie. Dengan dikeluarkannya peraturan pemerintah no 26 tahun 1998 maka dikotomi antara istilah pribumi dengan non pribumi itu dilarang.
Permasalahannya adalah apakah dengan adanya peraturan tersebut, maka permasalahan tentang pribumi dan non pribumi itu selesai?
No comments
Post a Comment