Ilustrasi |
Sebuah Pengantar
Dunia ini pada sebagian sisi
masih diliputi sisi gelap dari masa lalu yang amburadul. Masa lalu yang penuh
kontradiktif bila dipikir ulang secara rasional. Bagaimana mungkin hal ini
terjadi adalah sesuatu permasalahan yang harus diberantas sedemikian cepatnya.
Bila dikaji ulang, kehidupan
manusia ini atau cara pandang manusia sejak 3 abad dasawarsa terakhir tidak
akan terlepas dari pemisahan-pemisahan yang kerap masih bisa dipersatukan
kembali, bahkan mungkin saat ini sedang berbaur bersama kita.
Dengan runtuhnya pihak pramodern
atas ketidakberdayaan nalar terhadap rasio telah menimbulkan sikap yang baru
bagi perkembangan peradaban. Modernitas muncul sebagai sebuah alternative baru
dalam kancah mencari jati diri manusia, klaimnya untuk memperbaiki dan melepaskan
diri dari kekangan yang dianggapnya menggerogoti sikap skeptis mereka.
Dari semenjak itu dunia dengan
keberhasilan tekhnologinya membaur bersama dalam satu atap yang kemudian hari
mungkin akan menjadi satu rasa bahkan satu mutlak. Pemahaman kampung global
atau implosionnya Baudrillard pada akhirnya akan menjadi sebuah jawaban yang
sedang menunggu kita dia akhir babak.
Tidak dibarat atau ditimur,
selatan dan utara pasti merasakan dampak dari sejarah rentetan peralihan ini. Sejarah
yang melekat pada diri manusia, artinya hanya pada mereka yang mengertilah
sesuatu tulisan ini akan dimengerti.
Kehidupan manusia pada masa
sekarang ini terbagi kepada beberapa pandangan yang berbeda, suatu pandangan
yang sebenarnya sangat berkelindan, satu sama lain adalah merupakan satuan
kausal yang tak terelekan. Beberapa ilmuwan telah membaginya kepada sebuah term
yang sudah biasa terdengar oleh telinga kita. Sebut saja apa yang dikatakan
mereka itu adalah semacam tradisional, modernis, pascamodern, neo dan
sebagainya.
Tidak akan habis 10 atau 20
lembar untuk mengurai sejarah panjang peralihan ini, namun apa yang dikatakan
saya tadi, bahwasanya hidup kita ini adalah pembauran dari semuanya. Ada orang
yang mengklaim mereka seperti/termasuk pada kalangan ini atau yang lainnya.
Seperti yang akan saya bahas
didalam tulisan singkat ini, saya akan berpendapat bahwa terdapat pembauran
yang seharusnya dikaji ulang kembali keberadaannya didalam zaman yang terus
berkembang. Namun apa yang akan terus berkembang tersebut tidak harus perlu
mengkaji ulang keberadaan sang maha Khalik berserta aturan-aturan yang
diperkenankan untuk kita. Karena ketidak terlihatan alam kedua – setelah perginya
kita dari alam pertama ini – adalah suatu jawaban yang sangat pasti, yang
menimbulkan sebuah kepercayaan dan keyakinan.
Meskipun dalam kepercayaan dan
keyakinan tersebut selalu memunculkan resiko dan bahaya, yang pada akhirnya
akan membuat orang frustasi dan memusnahkan pandangan kepercayaan tersebut
(Lihat Giddens). Tapi masih ada suatu iman yang menjadi benteng yang memperkokoh
suatu rasa kepercayaan dan keyakinan tersebut.
Baiklah dalam tulisan kali ini
saya akan menjelaskan sedikit permasalahan yang saya alami sehari-hari. Sebagai
suatu refleksi dari pandangan ketidak berdayaan manusia pada dirinya sendiri
serta pembauran-pembauran yang mewarnai. Artinya manusia disatu sisi dengan
pemahaman yang benar-benar jauh melanglang buana bisa menimbulkan gelak tawa
yang dipertanyakan diera sekarang. Manusia tersebut adalah “PERAMPOK BUGIL
DIDALAM RUMAH”
Manusia dan Kehendak Memaksakan Diri
Seperti yang telah dikatakan tadi
diatas, kehidupan manusia pada saat ini sangatlah seperti gorengan bala-bala, semua rasa, perbedaan dari ego rasa nikmat buah
tersebu berbaur dan tidak ada yang terpisah.
Apa yang dikatakan oleh Akbar S
Ahmed dalam bukunya tentang kesarjanaan muslim yang membaginya kepada tiga
tahap yaitu, kaum tradisional, modernis, dan radikal. Dan senada dengan hal ini
Anthony Giddens mengklasifikasi perbedaann tersebut dibagian-bagian awal
bukunya dengan tradisional dan modernitas.
Sebenarnya inti dari semua ini
terletak pada tingkatan-tingkatan pola tindak manusia didalam kehidupan dengan
cara memaknai diri. Tidak usahlah kita mendramatisir orang-orang tradisional,
radikal atau modernis.
Tapi kemunculan untuk mendramatisir
atau lebih kejamnya mengkritik itu ada karena pada tingkatannya tersebut selalu
memunculkan watak kegelapan, sisi ruang yang belum tersentuh cahaya-cahaya. Pandangan
dari tradisional menurut modernis kehilangan dan mengekang, sementara itu,
banyak orang-orang mempertanyakan konsekuensi modernitas (Giddens), dan setelahnya
juga adalah suatu yang menjadi objek baru bagi pencari jati diri (baca Adorno)
Manusia dengan kehendak
memaksakan diri sebenarnya adalah suatu istilah untuk mempertanyakan kembali
apakah yang ada pada anggapan dirinya – dari masa lalu yang dihormati dan simbol
dihargai (Giddens) - masih relevan digunakan pada kenyataan yang terbukti mengelakan?
Jawabannya pasti mengarah pada “letak/pada tataran mana atau ada sebagian yang benar-benar
tidak berdaya dizaman sekarang ini.
Dengan bekal seadanya dari
warisan-warisan terdahulu yang bisa ditepis oleh para skeptis menjadi sebuah kelemahan
bahwa manusia benar-benar mempunyai kehendak memaksakan diri.
Seperti inilah yang telah terjadi
pada manusia yang pada akhirnya mempunyai nama beken ‘Maling bugil’. Ketidak berdayaan
yang ada pada dia adalah sebuah ketidakberdayaan hal yang dia percayai sebagai
sebuah alat pasti , dihadapan satu alat tekhnologi modern yang
menghempaskannya.
Maling tersebut – dikirannya -
mampu memperdayai orang rumah dengan cara membuka bajunya serta celana dan
tidak lupa dia menggunakan ajian yang memungkinkan tubuhnya tidak terlihat oleh
manusia.
Disatu sisi kita bisa lihat bahwa
masih terdapat orang-orang yang memegang teguh tradisi dari warisan yang
berkepanjangan, maling tersebut salah satu contohnya. Namun disisi lain
ternyata ilmu serta zaman telah berubah segimana mestinya.
Watak Manusia dan Maling Bugil
Manusia dimanapun itu pernah
merasakan pengingkaran, begitu pula yang terjadi pada maling bugil di semarang.
Bukan saja dia mengingkari aturan Allah yang melarang kita untuk mencuri namun
dia pun mengingkari aturan-aturan manusia bahwa ‘jangan telanjang dimuka umum’.
Sekarang dengan watak dia sebagai manusia yang mengingkari, dan ketidak
berdayaan warisan yang ia percayai terhadap salah satu alat tekhnologi, telah
menyebabkan dia mempunyai sebuah video wow yang ditonton diseluruh Indonesia.
Sebenarnya apa yang dilakukan
oleh maling bugil tersebut mungkin sebuah keputusan dari ketergesa-gesaan. Ketergesa-gesaan
dari kondisi kemanusiaan (Sartre) sebagai makhluk hidup dibumi ini. Karena terdesak
kebutuhan ekonomi mungkin bisa dijadikan alasan dia untuk menyangkal, tapi
apakah dengan maling seperti itu kebutuhan ekonomi yang berskala bisa
dibereskan?
Dikatakan pelaku tengah
menggunakan ajiannya Welut Putih dan Penyirepan untuk memuluskan aksinya
menjarah komputer jinjing dan uang (Jogja OkeZone). Inilah suatu yang menjadi
permasalahan di era sekarang. Bahwasanya hal-hal yang seperti itu, faktanya,
tidak berdaya pada salah satu kamera pengintai ciptaan era modern.
Namun tidaklah kita pantas untuk terlalu
membicarakan ketidakberdayaan tersebut disini, karena jawaban yang akan
terlontar – bila saya benar-benar membicarakan – akan ada satu sisi yang
bertolak belakang dengan pemahaman saya.
Cukuplah saya hanya membicarakan ketidakbergunaan ilmu tersebut bila digunakan untuk merugikan orang lain. Bagaimanapun
juga ilmu – apapun itu – tidak berguna bila digunakan untuk mencuri, membunuh
dan sebagainya.
Maling Bugil Menunggu Ditangkap
Ilustrasi |
Telah dibicarakan diatas
bahwasanya betapapun kita hidup di era yang serba digital ini ternyata masih
ada beberapa orang yang masih memegang teguh ketradisionalannya. Disatu sisi
kita harus menghormati apapun itu yang datang dari masa lalu yang berguna.
Disisi lain kita harus sedikit
berdamai dengan masa sekarang, yang selalu berusaha untuk mengedepankan rasio
dari nalar. Hal-hal yang benar-benar tak berdaya ditambah dengan tujuan yang
tidak berguna meskipun membaur diera sekarang, ternyata tidak dapat dijadikan
sebuah pelajaran. Melainkan sebuah gelak tawa yang akan dirasakan orang-orang
sekarang.
Anda sendiri yang bisa
mengarahkan diri sendiri, mau bergerak kemana anda melangkah adalah anda
sendiri yang melakukan. Bila ingin terus melangkah dengan pasti, gunakanlah
akal dan budi karena bagi Socrates, plato dan pengikut-pengikutnya mereka orang
pandai adalah orang yang bermoral. Mengetahui yang benar berarti melakukannya. Kejahatan
adalah akibat dari kebodohan. (dalam Titus, Smith, Nolan)
Saran saya adalah pikir-pikirlah
beberapa kali untuk melakukan maling, apalagi dengan tindakan yang tidak manusiawi
– tindakan yang tidak seharusnya dilakukan manusia – yaitu telanjang. Semakin bertambahlah
pertanyaan-pertanyaan yang akan terlontar bagi orang-orang sekarang. Apakah manusia
seperti itu telah terlepas dari kehendak manusia yang mampu berkembang dan
mempertahan diri menggunakan akal dan budi pekertinya?
Tapi yang pasti sesakti apapun dia, ga bisa "nyirep" CCTV. Berita itu jadi pembicaraan lucu di kantor... :D
ReplyDelete:) ia mas, lagi ngetrend berita ini...
DeleteTerimakasih kungjungannya mas..
Gimana cara bergabung menjadi blogger jogja?hehe
Aku blogger Bandung...