Fanatisme Salah Arah; Konflik dan Renan

Akhir dari buntut kasus pengeroyokan salah seorang supporter yang diantaranya seorang warga Bandung akhirnya berakhir dengan ditangkapnya beberapa orang yang dianggap tersangka oleh polisi. Saya sendiri sudah yakin sekali bahwa mereka-mereka yang terlibat dalam pengeroyokan itu akan tertangkap oleh polisi. Dan kalaupun polisi merasa kesulitan untuk menangkap pelaku pengeroyokan maka hal tersebut patut dipertanyakan dengan tegas!!

Keyakinan saya terhadap suatu keniscayaan tertangkapnya para pelaku pengeroyokan adalah dengan adanya beberapa bukti yang telah tersebar banyak dalam media-media seperti facebook, twitter bahkan youtube. Saya untuk urusan ini ingin mengucapkan terima kasih kepada Media, karenanya memudahkan orang-orang untuk mengenali orang-orang yang terlibat dalam pengeroyokan di GBK pada waktu lalu. dan memudahkan polisi untuk menangkap para pelaku.

Media, bukan hanya seperti yang disebut Ahmed sebagai iblis namun juga sekarang telah berubah menjadi mediasi tempat para iblis yang tidak berpikir mengeluarkan ocehan-ocehannya yang tidak perlu. Ocehan-ocehan itu sangatlah saya tak sangka, mengapa orang bisa sebegitu bersemangatnya setelah menghilangkan nyawa manusia. Dengan rasa bangga ia lantas mengupdate statusnya di facebook, twitter dan youtube.

Mengapa rakyat Indonesia menjadi seperti negeri barbar seperti ini? Bukan jawaban yang sangat mudah untuk dijawab didalam artikel yang singkat ini. Namun yang jelas telah terjadi suatu perubahan-perubahan dalam ranah sosial yang ada didalam masyarakat. Untuk itu saya menganjurkan tuan untuk membuka jawabannya sendiri baik dari segi historis ataupun dari mana.

Konflik dan Fanatisme Yang Akut

Tewasnya Rangga bukanlah satu-satunya korban yang meninggal akibat dari peseturuan dua supporter yang berbeda, Rangga mungkin yang kesepuluh dari banyaknya korban yang meninggal akibat tindakan fanatisme yang akut. Lalu kenapa akut? Karena fanatisme yang tidak diarahkan akan membawa suatu konflik yang menyebabkan fanatisme yang tidak terarah.

Dahulu kala ketika Indonesia dengan semangat para pejuang pemersatunya telah mewanti-wanti untuk bisa mengatasi konflik-konflik yang terjadi secara sentripetal. Karena Indonesia ini adalah negeri yang besar, tuan!! Negeri kaya raya dari pemberian Allah Maha Mulia! Oleh karenanya para pejuang kemerdekaan Indonesia tahu betul bagaimana mereka membuat tali perekat dari perbedaan-perbedaan di Indonesia ini, yaitu Pancasila!!

Yang menjadi indikator pada waktu itu adalah karena beberapa faktor seperti perbedaan agama, budaya dan etnik namun sekarang zamannya sudah beda! Zaman sekarang konflik-konflik baru timbul bukan hanya dari segitiga yang diatas. Namun terjadi juga pada akibat hal-hal yang tidak terlintas dalam benak pikiran. Namun bila saya menggunakan rumus jitu dari kata kunci kebudayaan yakni “deteritorialisasi” mungkin semuanya bisa mengacu kepada hal tersebut.

Sebenarnya konflik antar supporter telah terjadi dikebanyakan klub sepakbola tua yang ada diseluruh dunia. Namun kebanyakan teori atau dari literature yang bisa diakses melalui artikel-artikel, ternyata konflik yang terjadi bisa merujuk pada perbedaan agama, kelas dan bahkan kaum kiri!! Lalu yang terjadi antar supporter Indonesia terjadi akibat apa? Kalau alasan yang tuan berikan adalah semata karena iri, bangga, membela suatu klub maka jawaban tersebut kurang untuk dilontarkan. Karena hal tersebut akan menyebabkan suatu masalah yang tak berkesudahan. Malahan akan terurai terus kepada generasi-generasi berikutnya.

Bila melihat kepada kejadian GBK itu, saya berpikir inilah rasa fanatisme salah arah, fanatisme kolektif yang berisi puncak kebencian-kebencian individu!! Tuan, fanatisme yang terjadi di GBK itu bisa saja terjadi pada wilayah kecil dari masalah antar supporter! Misalnya gangster, dikota saya seringkali anak-anak yang menjadi beringas bila bertemu dengan salah satu lawan gangsternya, bahkan bisa terjadi pembunuhan!! Karena fanatisme Individu bisa beragam dan tidak harus toh pada satu kesatuan besar (Supporter Klub Kota)

Saya sungguh menyayangkan hal tersebut tuan, bagaimana perasaan orang yang ditinggal Rangga, bagaimana perasaan para pengoroyok pada waktu itu. Sungguh tuan, saya tak bisa membayangkan bagaimana keadaaan keduanya!!

Hilangnya Konflik dan Kebersamaan Dalam Perekat

Tuan, mari kita lihat Pancasila! Apa yang anda bayangkan dan pikirkan ketika mendengar kata pancasila? Bila saya menjawab, maka persilahkan saya untuk menjawab Pancasila adalah keadaan orang-orang Indonesia itu sendiri! Keberbedaan agama, suku, etnik dan budaya menjadi bias dan satu dipersatukan oleh suatu keinginan bersatu.

Kehendak yang satu!! Itu kata Renan bila membicarakan bagaimana seharusnya Negara, dan Solidaritas sosial yang kuat yang dikenalkan Khaldun adalah sama dengan apa yang dikatakan Renan, Itulah inti dasarnya suatu Negara. Dan pahlawan saya, yakni Sukarno telah menambahkan tentang pengertian Geopolitik.

Tuan, seharusnya hal diatas bisa menjadi suatu pembelajaran untuk tuan-tuan sebagai warga Negara. Baik dalam hal supporter atau dalam gangsterpun, pasti mempunyai satu tali perekat persaudaraan. Semisal ketika Tim Indonesia bermain, maka supporter-supporter yang lainnya menjadi lebur dan menjadi satu rasa yaitu kehendak yang satu “Indonesia Menang”!!!

Pun dalam gangster juga pasti akan ada selalu tali perekat untuk meleburkan konflik antar gangster berbeda, yaitu klub kesayangannya dimana mereka tinggal. Ketika persib bermain, maka tak ada lagi yang namanya gangster yang berlawanan, yang ada hanyalah rasa keinginan untuk persib menang!

Nah sekarang bila ditarik suatu hikmahnya maka sudah tentu jelas bahwa saya, kita dan semua orang harus bisa mengamalkan perbedaan-perbedaan yang sekarang ada di Indonesia menjadi suatu pemicu kecintaan yaitu “Untuk memajukan sepak bola Indonesia” bukannya kita lantas memperburuk keadaan atmosfer persepakbolaan kita!! Akhir kata "Tuan, mari kita berdamai"!