Geliat Puisi Diantara Dentuman Perang Suriah

Ditengah hiruk pikuk suara keras bedil-bedil dan bom-bom yang menggelegar, disatu sisi terdengar dengan merdunya bagaimana suara hati penduduk Suriah dirangkai menjadi beberapa puisi yang menawan.

Hal tersebut terlahir dari bagaimana situasi sekitar mempengaruhi hati seseorang dalam merenung yang menghasilkan jiwa dalam mereksa kata. Revolusi, pada saat situasi seperti disana, telah menjadikan puisi menjadi suara pemersatu yang bila disuarakan dengan hingar bingar maka akan terdengar tajam menampar setiap jiwa yang tersindir.

Sejarah kelam rezim Assad memang membuat sastrawan disana tak sebebas berkicau burung, alias twitter dalam bahasa maya, seperti di Indonesia. Tapi jangan salah, dahulu kala, ketika Indonesia berada pada pemerintahan yang belum stabil, terdapat juga keadaan yang kurang lebih sama dengan keadaan yang terjadi di Suriah.

Sungguh disayangkan memang ketika melihat bagaimana rezim Assad, yang mungkin bisa disebut diktator, telah merampas hak-hak kebebasan berpendapat orang-orang, terutama Sastrawan. Siapapun mereka, sangat pantas untuk mempertentangkan dan mempertanyakan hal ini dan mungkin juga benih-benih dari konflik yang terjadi disana adalah buah dari rezim Assad yang cenderung otoriter.

Puisi Baru: Suara Rakyat Ditengah Peperangan

"Today there is literature coming out of Syria that we could have never even dreamed of just a few years ago," Atrash says
Terlintas dalam benak pikiran, puisi seperti apakah yang terlahir didalam suasana perang yang sekarang terjadi di Suriah? Apakah lantas puisi tersebut hanya berisikan tentang satu sisi kelam dan satu sisi terang?

Namun bila kita membaca pada salah satu puisi yang telah berhasil ditemukan oleh seorang penulis, sekaligus pemerhati sastra Suriah, asal Suriah - Kanada, yang sudah diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris, Ghada Al-Atrash, sepertinya kita telah keliru bila hanya menempatkan puisi hanya pada perlawanan antara satu pihak dengan pihak lainnya.
"I bandage my heart with the determination of that boy / they hit with an electric stick on his only kidney until he urinated blood. / Yet he returned and walked in the next demonstration… / I bandage it with the outcry: 'Death and not humiliation.'" 
Puisi diatas ditulis oleh Najat Abdul Samad dengan judul "When I am overcome by weakness". Atrash, lebih lanjut, menyatakan bahwa isi puisi yang bertemakan tentang suatu rasa identitas adalah satu periode puisi baru yang sekarang dapat ditemukan di Suriah.

Ia berkata seperti itu dengan alasan bahwa semenjak menjadi pemerhati sastra Suriah ia tidak pernah menemukan semacam puisi yang sekarang bertemakan tentang identitas, perang dan lain-lain.

Puisi lain yang menggambarkan tentang keberagaman identitas di Suriah adalah datang dari Youssef Bou Yihea yang berjudul "I am a Syrian".

"My sect is the scent of my homeland, the soil after the rain, and my Syria is my only religion."

Seperti yang bisa kita baca diatas maka setidaknya kita bakalan mendapati bahwa tanah Suriah adalah negeri yang didalamnya terdapat satu keragaman etnis, religi, dan bahasa yang sangat kaya. Sejarah mencatat bagaimana negara ini telah mengalami suatu peralihan peradaban yang beragaman jenisnya.

Puisi dan Perjuangan

Bila berbicara pada konteks bagaimana peran sastra dalam kancah perjuangan politik dari masa ke masa, maka yang paling berkesan dari semuanya adalah pertentangan antara yang dikritik dan pengkritik.

Meskipun pada satu waktu tertentu yang dikritik barangkali, mempunyai sejarah gemilangnya, karena ia mempunyai hak dan kuasa untuk membredel siapa saja yang tidak seideologi dengan yang dicita-citakannya. Contohnya yah semacam sejarah lekra di kancah sastra Indonesia.

Hal seperti diatas terjadi pula pada dunia sastra yang ada di Suriah. Seorang pengamat sastra Suriah, Mohja Kahf, berpendapat bahwa dari beberapa karya sastra yang ia pelajari maka karakteristik yang sering muncul dalam satu kesimpulannya adalah adanya ketakutan, akan, sensor pemerintahan yang berlebihan dan penindasan keji bila seorang telah berujar tak wajar.

Bila kita membandingkan suasana tersebut dengan di Indonesia maka hal diatas adalah sangat mengerikan. Bisa kita betapa menakutkan bila sedikit saja kita berbicara tentang pemerintahan si Anu yang ini itu dan apapun itu, maka kita tengah berada pada pengawasan mereka yang bisa melakukan penculikan sampai pembunuhan kapanpun mereka mau.

Puisi, Revolusi dan Media

Dalam hal perang kita banyak mendapati propaganda-propaganda yang terkadang membuat kita bingung untuk bisa memposisikan dimana kita seharusnya. Akan tetapi percayalah bahwasanya propaganda dizaman sekarang adalah puncak dari propaganda yang pernah ada dimasa silam.

End with next →

* Sumber diambil dari:
Aljazeera
http://www.thefreelibrary.com/The+silence+of+contemporary+Syrian+literature.-a080500168