Ilustrasi |
Indonesia negeri seribu satu kuliner tapi hanya satu sasa
yang menyatukannya menjadi satu kelejatan. Satu Nusa Satu Sasa semua pake sasa.
Maknyus
Kita semua pasti mengenal dengan Pak Bondan. Beliau dikenal,
secara publik, sebagai salah satu pembawa acara dalam tayangan tentang kuliner,
wisata kuliner. Jargon yang melekat padanya adalah pada kata MAKNYUS. Sehinga
kita pun sebagai seorang konsumer TV sedikitnya telah dibuat latah oleh beliau.
Karir beliau dalam dunia wisata kuliner memang tidak
diragukan lagi. Beberapa jabatan atau pekerjaan yang berhubungan dengan dunia
kuliner pernah dipegangnya; baik itu didunia nasional atau bahkan dunia
internasional. Maka tidaklah salah bila salah satu stasiun televisi di
Indonesia menjadi tertarik untuk menggunakan jasanya sebagai salah satu acara
kuliner.
Mungkin sudah merupakan hal yang pasti apabila dalam dunia
bisnis, segala hal yang dikira dapat membantu barang agar senantiasa
mendapatkan tempat utama di konsumen akan dilakukan. Bisa jadi hal tersebut
berupa sebuah penegasan akan eksistensinya untuk konsumen atau apapun itu yang
bisa membuat masyarakat berpikir hal serupa. Mungkin inilah yang bisa saya
dapatkan dari pesan iklan Sasa yang menggunakan Pak Bondan sebagai aktornya
Satu Nusa Satu Sasa
Sepintas, saya tiadalah menemukan suatu yang menggelitik di
iklan Sasa. Karena kandungan di iklan tersebut memang mengandung suatu
kebenaran. Kita bisa melihatnya secara historis atau bisa juga pada wacana yang
disematkan pada jargon Satu Nusa Satu Sasa
Disatu sisi kalimat tersebut bisa juga merupakan suatu
penegas bahwa kehadiran Sasa, yang mempunyai sejarah panjang, telah mendapat
tempat yang baik dimasyarakat. atau kata lainnya adalah sasa telah merakyat, ia
telah menjadi suatu hal yang harus ada didapur. Oleh karena itu mungkin memang
benar pula kalau dalam iklan Sasa Pak Bondan mengatakan bahwa hanya "Sasa
yang menyatukan semuanya menjadi satu." Tak ada sasa maka tak mungkin rasa
kesatuan kuliner akan menemukan tempatnya yang sempurna dan retaklah juga suatu
kelezatan bakso bila tak ada Sasa.
Tapi disisi lainnya, kalau ada disatu sisi pasti ada disisi
lainnya, bila saya melihat kalimat tersebut dengan menggunakan kacamata yang
lebih elok, saya menemukan terdapat suatu hal yang kiranya berbelok. Apakah
itu? Dibawah saya akan membahas mengapa saya memiliki pemikiran seperti ini.
Satu Nusa Satu Bangsa & Satu Nusa Satu Sasa
Pada suatu waktu di Amerika Serikat, dikejutkan dengan
adanya bendera Amerika dengan simbol-simbol yang aneh yang ada didalamnya.
Seperti kita ketahui dengan seksama bahwa simbol yang ada di bendera tersebut
sebenarnya berupa bintang-bintang. Akan tetapi simbol yang ditemukan pada waktu
itu bukan berupa bintang-bintang melainkan simbol-simbol dari perusahaan bisnis
besar yang ada di Amerika. Logo perusahaan itu antara lain, sebagai contoh,
IMB, Nike, WIndows, Playboy, McDonald.
Hal ini, meski secara tidak langsung, menunjukan kepada kita
bahwa ada suatu kejenuhan dari publik terkait hal diatas. Kejenuhan tersebut
memuncak ketika publik merasa tidak puas dengan negara karena dianggapnya
berada di bawah kekuasaan perusahaan-perusahaan besar tersebut. Simbol2
perusahaan yang ada pada bendera Amerika sedikitnya merupakan manifestasi
pikiran masyarakat yang menganggap Amerika berada dibawah naung-baung
perusahaan, konsumerisme akut atau kapitalisme lanjut. Ditambah dengan
kata-kata yang tajam " Mendeklarasikan kemerdekaan dari aturan
Korporat".
Pesan tersirat dari gambar tersebut adalah sekarang
korporat-korporat besar yang mengatur Amerika - yakni Amerika (tm) - dan
membentuk identitas nasional dan mengklaim tempat umum yang ada.
Culture Jamming/Gangguan Budaya
Dalam bahasa gaul, istilah keadaan diatas dikenal juga
dengan Cultural Jamming atau Gangguan Budaya. Cultural Jamming dalam pengertian
wikipedia adalah "a tactic used by many anti-consumerist social
movements." Taktik-taktik yang bisa kita ketahui adalah dengan merubah
iklan-iklan dari perusahaan besar dengan bahasa-bahasa menyindir, termasuk yang
paling mengemuka adalah bendera Amerika tadi.
Untuk lebih banyak contoh mungkin saudara bisa langsung cek
pada website adbuster, atau mengetikan keyword culture jamming di google.
Adbuster itu sendiri merupakan satu mediasi yang melabelkan dirinya dengan
pihak yang kontra kapitalis, konsumerisme dll. Jadi wajar bila diwebsite
adbuster kita akan mendapati ada gambar anonymous. Culture jam, atau disebut
juga seni gerilya & seni warga adalah sebuah media interaktif bagi kita
untuk, setidaknya, bertindak secara mempertanyakan kembali apa yang dikiranya
tak sesuai dengan hati.
Diatas telah kita singgung permasalahan yang ada di Amerika
dengan sedikit contohnya. Sekarang pertanyaannya adakah contoh tersebut di
Indonesia? Pastilah sedulur disini tahu lebih luas :). Kalau misalnya saya
menyuguhkan contoh satu nusa satu sasa, apakah bisa dibilang hal ini masuk
kepada kategori culture jam? Atau malahan sebaliknya, tidak?
Karena menurut saya ada suatu perbedaan mendasar, yakni pada
bagaimana awal semua ini muncul. Yang pertama untuk objeknya kita dapati Iklan
satu nusa satu sasa memang sama dengan bendera amerika serikat yang dirubah,
logo nike yang dirubah dll. Objek tersebut adalah menyalahi tujuan awal
mulanya.
Yang kedua adalah siapakah dibalik semua itu? Kalau di
amerika sana, yang pertama kali berani untuk merubah media komunikasi simbol
tersebut adalah adbuster, mereka yang memang bergerak dibidang anti
kapitalisme, akan tetapi, contoh yang kedua, satu nusa satu sasa muncul dari
perusahaan itu sendiri dengan mediasi Iklan.
Apakah terdapat suatu perbedaan tujuan dari keduanya? Karena
notabennya yang pertama adalah memang benar merupakan tindakan counter attack
terhadap konsumerisme. Pembajakan simbol bintang menjadi logo korporat besar
adalah bentuk gangguan budaya terhadap pihak dominan. Sedangkan untuk contoh
yang kedua saya menemukan suatu yang tak serupa.
Adakah pendapat dari teman-teman dan sedulur tentang Satu
Nusa Satu Sasa?
yang jelas sekarang bukan zaman penjajahan kek dulu,sekarang metode penjajahan nya lewat produk2 tadi yang mendunia,itu skedar opini
ReplyDeleteItu jelas, bahkan ketika Sukarno masih menjabat presiden pun, beliau sudah mewanti-wanti agar berhati-hati dengan Imperialisme!
DeleteTerima kasih telah berkunjung, semoga bermanfaat, salam.
Tapi Sasa membuat masakan tambah nyamnyam kan :D
ReplyDelete