Jurit Malam Dan Keanehannya (Cerpen Horor Ospek BSI I )

Sudah hampir 2 jam, akku, Nazir dan beberapa panitia lainnya berada ditenda. Hujan yang mengguyur tadi seakan-akan tak memberikan tanda bahwa ia akan menampakan rona cerahnya hari ini. Sesekali suara petir dan air yang mengalir diatas daun membuat aku merasa takut karena suasana yang begitu sepi, jauh dari keramaian, cukup membuat hati ini merasa was-was kalau-kalau terjadi sesuatu yang tidak diinginkan. Tak lama setelah satu petir yang keras menggelegar setengah jam yang lalu itu, tiba-tiba langit menjadi nampak cerah. Meski hujannya masih terasa membasahi tanah. Aku dan panitia bergegas untuk melanjutkan acara yang tadi sempat terbengkalai karena hujan yang deras. Oleh karena itu kami dengan cepat harus mengumpulkan para peserta dilapangan yang telah disediakan oleh panitia sebelumnya. Terbilang ada hampir seratus orang yang ikut ospek ini. Aku bersama Nazir hanya mengawasi para mahasiswa saja dari belakang. Ketua acara ospek, Igin, dengan keras membacakan susunan acara yang akan dilanjutkan setelah maghrib nanti. Beberapa acara yang menjadi acara utama antara lain adalah Jurit Malam. Pas mendengar agenda acara tersebut didalam hati aku sangat berharap agar tidak menjadi salah satu tim pos yang akan berjaga dibeberapa tempat yang akan disediakan oleh panitia pengatur. Terlebih karena aku masih merasa merinding melihat suasana sekitar dan hari-hari yang semakin terasa gelap.
Secercah senja didalam tempat rindang pohon nampaknya hanya bisa ditangkap hangat oleh dedaun sahaja . Hangat mungkin bagi mereka tapi dingin bagi manusia seperti aku. Aku tak merasakan sama sekali hal itu oleh karena keadaan malam - terutama disini - akan menghadirkan suasana malam yang begitu panjang karena dibarengi rasa takut."
Setelah acara makan bersama dilapangan, kami kembali lagi kedalam tenda masing-masing untuk istirahat dan melaksanakan Shalat maghrib. Setelah itu kami pun melanjutkan agenda dengan acara "Setengah Jam Sastra". Acara ini biasanya akan menampilkan beberapa sastrawan yang sering berkicau dikoran-koran lokal di Bandung untuk membacakan karya-karya mereka didepan mahasiswa. Tetapi karena masih ada waktu yang tersisa maka panitia melanjutkan agenda tambahan yaitu dengan acara diskusi seputar dunia bahasa dan sastra. Lilin yang setiap detiknya hilang meleleh tak terlihat mata. Sama biasnya melihat malam yang sepertinya akan lama memancarkan lagi siangnya. Ditengah keheningan yang hangat, terdengar beberapa suara yang melekik datang dari berbagai penjuru lapang. Tapi yang paling membuat aku takut adalah suara denting genjring yang menyerupai pisau dan asahannya datang ditempat dimana kita pertama kali melihat sesuatu yang janggal yaitu di area Gua. Untung sahaja suasana hangat dan bersahaja membuat aku dan Nazir cukup terhibur dan melupakan sejenak rasa takut tersebut. Tawa canda panitia dan mahasiswa membuat tempat hening ini bergeming dan tak menampakan keadaan yang harus ditakuti. Lokasi tenda kami lumayan tidak terlalu dekat dengan lapangan dimana kami berkumpul. Sesaat ketika merebahkan badan ini di kayu yang patah tiba-tiba terdengar suara keras dari pengeras suara. "Zaki, tolong antarkan mahasiswa/mahasiswi yang lupa mengambil peralatan ibadahnya!. Mata ini mengkerut, cemberut dan sedikit jamedud ketika Igin memanggil aku untuk mengawal mereka yang lupa mengambil peralatan ibadahnya."
'O"k Gin, siap laksanakan". Oleh karena waktu itu panitia yang tak ada kerjaan, Nazir maka seperti biasanya aku mengajak dia untuk menjadi panitia pendamping mahasiswa untuk mengambil peralatan ibadah. Jalanan yang sedikit terjal terasa dalam sekali karena jarak pandang mata ini tak sebagus seperti siang. 2 obor ditangan dan beberapa senter yang dimiliki mahasiswa/mahasiswi setidaknya membuat kami tak kebingungan untuk berjalan. Dan momen yang tak diinginkan pun terjadi. Aku berada didepan para mahasiswa.mahasiswi sedangkan Nazir berada dibelakang ketika beberapa senter mahasiswa membuat aku melihat beberapa orang yang hilir mudik ditempat gua dan rumah yang rusak itu. "Ah mungkin itu hanya bayangan saja." Aku tak mau terlihat terkejut, apalagi bertanya langsung kepada mahasiswa yang berada tepat dibelakang. Yang aku lakukan adalah fokus untuk mengambil peralatan dan kembali ke lapangan secepatnya. Setiap langkah aku berjalan maka setiap nada keramaraian dilapangan dan pengeras suara hilang sedikit demi sedikit. Sesampainya ditenda keadaanpun sangat sepi sekali. Untungnya kami masih mempunyai api unggun yang menyala sehingga kami tak begitu kesepian menunggu mereka yang sedang bersiap-siap untuk kembali kelapangan. Nazir tiba-tiba mengagetkanku dengan menepuk sebelah pundakku. "Rasanya tadi aku lihat sesuatu di sebelah kiri kita berjalan." Merinding bulu kuduk aku mendegarnya. Tangan yang tadinya dingin mendadak terasa panas mendengar Nazir berkata demikian. "Ssssst, jangan terlalu keras berbicaranya. Aku takut ada mahasiswa yang mendengarnya." Namun justru ketika kami berada diluar dekat api unggun itu katakutan semakin menjadi, kami merasa ada beberapa orang yang sedang memperhatikan dikejauhan atau entah dibelakang tenda! Aku dan Nazir berusaha untuk tetap menjaga api unggun dan menyala sambil sesekali membuat kegaduhan dengan sengaja; "Teman-teman ayooh cepat" beberapa kali kami mengulangnya agar suasana tidak nampak sepi dan mencekam.

Aku baru pertama kali merasakan ketakutan yang berbeda dari biasanya. Aku mempunyai motto yang sangat indah untuk menjelaskannya. Aku lebih menakuti orang-orang jahat dibanding dengan hantu. Karena orang jahat mungkin bisa membuat kita takut sekaligus menjadikan kita seorang hantu. Kalau hantu itu, mereka enggak akan mengganggu kita kalau kita sopan pada alam dab berdoa kepada Allah. Ketakutan yang aku rasakan lebih kepada keadaan kami tengah berada ditempat yang jauh, yang mungkin saja terdapat segolongan orang jahat, yang sedang berlindung ditempat yang sepi ini. Tapi entahlah, yang aku tahu aku harus bersiap siaga bilamana terdapat sesuatu yang tidak kita inginkan. Setibanya kami kembali di lapangan, suasana nampak ramai dan terasa hangat. Apalagi ketika kami semua melakukan shalat secara berjama'ah. Sepi suasana yang terasa seakan tiada karena barisan yang merapat membuat kita semakin kokoh, kompak nan kuat. Selepas beribadah, Igin memberikan pengarahan untuk yang terakhir kalinya kepada mahasiswa. Untuk mempersiapkan acara jurit malam yang akan dimulai tepat jam setengah 11 sampai jam 2 shubuh atau lebih. Kami pun semua kembali ke tenda untuk istirahat dan mempersiapkan acara jurit malam.

Jurit Malam Yang Menggetarkan Entah burung apa itu yang suaranya menakutkan terdengar seperti lekikan suara hantu-hantu yang suka ada di ringtone HP. Meskipun bintang-bintang dan bulan diatas sana sebagai cahaya pelipur lara tapi nampaklah dalam hati ini suasana tegang tersimpan dengan baik. Sial! Aku, Nazir dan beberapa panitia yang mendapat tugas di beberapa pos berangkat terlebih dahulu meninggalkan mahasiswa dan panitia yang bertugas didekat tenda. Aku dan Nazir ditempatkan di pos yang berbeda. Aku ditempatkan di pos terakhir sedangkan Nazir di pos ketiga. Aku berada di pos yang dekat dengan jalan menuju sungai sedangkan Nazir ditempatkan ditempat yang tidak jauh dari gua dan rumah kosong yang tadi. Kedua tempat yang kami mempunyai ceritanya masing-masing dan tentunya cerita itu cerita yang membuat kami tidak karuan. Di pos yang aku tempati banyak dipenuhi oleh pepohon yang berusia ratusan tahun bahkan ribuan tahun. Semisal pohon-pohon besar yang berada di hutan amazonia. Lebih tepatnya persis pepohon yang aku lihat sekitar, seperti pepohon yang tumbuh ditempat bersemayamnya orang-orang meninggal. Selain pepohon yang besar tersebut ada juga pohon fines yang berjajar menjulang tinggi ke langit. Sedangkan di tempat Nazir, pepohon besar tidak terlalu banyak ditemui seperti ditempat aku. Pos nya dia berada pada tempat yang tak terlalu asing. Banyak bekas warung, bekas jalan yang tidak lagi dipakai dan tentunya rumah kosong yang seram. Dikejauhan aku melihat segerombolan mahasiswa menuju ke pos yang aku tempati. Kurang lebih ada sekitar 10 orang perkelompok nya. Mereka memakai kostum yang berbeda-beda; ada yang pakai baju putih hitam dan ada juga yang hitam semua. Aku sedikit memberikan suatu materi yang sudah disediakan oleh panitia sebelum teman-teman yang lain memberikan nasihatnya masing-masing. Sebelum aku memulai biasanya terlebih dahulu aku hendak ingin menyuruh mahasiswa untuk berjajar menjadi 3 barisan. Ketika mahasiswa sedang mempersiapkan dirinya masing-masing mataku tertuju ke salah satu pohon besar dipojok kiri. Aku seperti melihat ada gerakan hitam yang melintasi jalan setapak itu. Tapi aku lagi-lagi berusaha untuk tetap terjaga dan tenang.

Mahasiswa pun berbaris sesuai yang diperintahkan. Hal ini untuk menjaga ketertiban dalam menaati aturan. Setiap kelompok telah melewati pos ini dan sejauh ini tidak ada masalah yang begitu berarti. Namun kebingungan pun muncul ketika tenang menghampiri hanya sebentar sahaja. Kelompok yang terakhir datang ke pos terlihat begitu berbeda dari kelompok yang sebelumnya. Dilihat dari fisiknya, kelompok ini sejajar dalam tinggi dan badannya sangat berbeda dengan mahasiswa baru pada umumnya. Tetapi mereka ketika menghampiri pos menyapa dengan yel-yel yang sangat kompak. "Cut, stone and paper." Berulang kali dan sangat kompak. sehingga ramailah keadaan yang tadinya sepi. Dan membuat perasaanku gembira dan memberikan nilai plus untuk mereka. Setelah aku beres memberikan materi tiba saatnya untuk panitia lain untuk memberikan suatu game dan beberapa permainan untuk sedikit membuat badan hangat. Akhirnya waktunya beres dan semua kelompok telah berangkat menuju tempat bermula tadi. Kami pun bergegas menuju tempat yang teah ditentukan oleh ketua. Namun kami memilih jalan pintas yang tidak dilalui oleh mahasiswa. Karena memang rute perjalanan untuk peserta telah dirancang sebelumnya oleh panitia. Setelah tiba di tempat yang telah ditentukan oleh ketua panitia. Tawa kami bersama tiba-tiba terhening seketika ketua panitia menghampiri kami dan bertanya: "Kenapa kalian lama sekali?." Igin dengna muka yang menakutkan. Aku melempar muka pada teman-teman lain dan sedikit terbingung dengan pertanyaan ketua. "Setelah selesai memberikan materi aku langsung pulang, gin!" Igin membuka topinya dan mengeraskan suaranya: "Kalian sudah terlambat setengah jam!" Seharusnya kalian sudah ada disini dari 20 menit yang lalu. Karena satu kelompok itu mempunyai rentang waktu yang telah ditentukan. Aku dan teman-teman berusaha untuk meyakinkan ketua bahwa kepulangan kami kesini tidak terlalu jauh dari kelompok terakhir. Tiba-tiba badan aku menggigil serasa ada sesuatu yang menakutkan sedang mengintai. Aku lantas bertanya kepada ketua "Kapan kelompok yang terakhir kali tiba disini, gin?" Igin langsung menjawab dengan lantang "20 menit yang lalu. Aku dan teman-teman pun terkejut mendengar jawaban Igin. Seseorang panitia - wanita - diantara kami ada yang pingsan seketika mendegar jawaban Igin. Setelah mendengarkan apa yang ku katakan kepada ketua. Ketua yang pada awal mula berwajah garang sekarang menjadi wajah yang seakan tengah dilanda kebingungan dan menjadi tegang. Rapat hanya sebatas diadakan antara penitia yang menempati pos terakhir dan ketua, Igin. Karena kami tidak ingin hal ini menjadi ketakutan publik yang bisa mengacaukan acara, tapi mau tidak mau kami semua pasti akan memberitahukannya. Aku telah menceritakan semua kejadian yang dialami di pos terakhir tadi. Igin merasa tidak percaya dengan perkataan yang dibeberkan. Igin masih menganggap kami semua berbohong. Karena salah seorang diantara kami ada yang mabuk. Dia menyangka bahwa kami melakukan hal-hal yang tidak diharapkan. Diluar, mahasiswa sedang berkumpul untuk mengikuti sidang untuk memilih ketua angkatan. Kami masih berada ditenda, untuk meyakinkan Igin yang masih belum percaya dengan cerita yang kami paparkan. Ketika Igin hendak menghampiri teman kami yang mabuk - untuk menanyakan kebenarannya - , diluar tenda terdengar teriakan dari beberapa mahasiswa; Aaaaaahhh, tolooooong!!!! *Bersambung..
Reading is for dirty fucking Rockers
By: Muhammad Zaki Al Aziz

Hai, selamat datang di website personal saya. Perkenalkan nama saya Muhammad Zaki Al Aziz, asli dari Bandung. Dulu pernah sekolah di Darul Arqam, Sastra Inggris S1 dan Sejarah Kebudayaan Islam S2 UIN. Sekarang saya adalah seorang Guru di MBS di Bandung.

Post a Comment

4 Comments

  1. Macam-macam kodenya, gan. Posting blogazine satu dengan yang lain beda, tapi kreatif. Coba agan tambahkan style dalam posting:
    #main-wrapper{overflow:visible !important;}.entry-content{margin-left:-25px;} dan perbaikan untuk .post{width:945px;} serta #NavbarMenuright{display:none;}

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aduh master :) Terima kasih atas solusi yang bermanfaat ini. Hasilnya seperti diatas. Problem solved, gan. hhe

      Delete
  2. mana sambungannya kak, aku penasaraaaaan :D

    ReplyDelete
  3. Gak jdi baca liat gambar nyah 😭

    ReplyDelete