Film G 30 SPKI ini mungkin
merupakan apa yang diusung pemerintahan sebagai pembelajaran untuk rakyat dan
menegaskan bahwa Negara kita telah melewati sejarah yang sangat monumental
sekali. Yang pada akhirnya muncul sang pahlawan yang bisa kita lihat di relief
monument pancasila. Pemutaran Film itu juga barangkali bisa dibilang sebagai
bentuk hegemoni kuat yang diusung pemerintahan pada era Suharto untuk
memantapkan pemerintahannya yang telah berjalan sepanjang 20 tahun lebih. Kita
bayangkan betapa lamanya Pak Suharto ini memegang tahta tertinggi Negara
Indonesia ini.
Seiring waktu belalu dan tahun
berganti nampaklah keniscayaan datang pada sejarah sebuah kepemimpinan dalam
suatu Negara. Adakalanya seseorang manusia itu berada pada puncak tertinggi
namun perlu diingat pula bahwa ada masanya ketika seseorang itu tiada berdaya
sedikitpun ketika datang padanya masa tua.
Presiden kedua kita pun berpulang
pada maha kuasa. Sisa-sisa kejayaannya memang menyisakan beberapa hal bagi
kita; ada yang negatif namun adapula yang positif. Tak perlulah saya berbicara
panjang lebar dari keduanya itu. Alasannya bukan hanya akan memakan tulisan
yang panjang tapi akan memerlukan refferensi yang kuat.
Yang ingin saya soroti disini
adalah sangat sederhana, yaitu ingin benar-benar tahu sejarah dibalik diorama
dan relief yang ada di Museum Jakarta tersebut.
Diorama dan Relief; Hendak Ingin Jujur Namun Tak Jua Bisa
Bila anda pergi ke museum dimana
bisa menemukan diorama pembunuhan para jendral oleh PKI tersebut maka pastilah
anda bakal berperasaan sama dengan saya yakni merasa ngeri melihat semua itu,
merasa tak mampu menahan emosi yang marah pada sejarah. Benar-benar keji dan
biadab apa yang dilakukan oleh mereka yang benar-benar membunuh para jendral
tercinta kita.
Namun setidaknya hal ini telah
menjadi momok yang menakutkan selama saya masih duduk di bangku SD sampai SMA
Akhir. Sekarang perasaan tersebut bertolak belakang dengan perasaan pada waktu
itu, oleh karena beberapa refferensi yang banyak saya baca ternyata terdapat
suatu masalah yang seharusnya menjadi pertanyaan penting untuk dijawab.
Saya sempat bertanya pada diri
sendiri, yang jahat dibalik kekejaman ini semua siapa? Apakah PKI dan Gerwani
benar-benar dengan keji melakukan ini semua untuk melukai Indonesia? Atau ada
suatu konspirasi yang dilakukan oleh orang-orang yang ingin hendak menguasai
Indonesia?
Mana mungkin Gerwani melakukan
apa yang dikatakan oleh sejarah bahwasanya ketika pembunuhan itu terjadi mereka
melakukan seks sambil mabuk. Sementara ketujuh jendral menderita dengan
luka-luka yang dilakukan oleh anggota PKI lainnya? Torehlah kebelakang pada
masa silam, latar belakang Gerwani. Siapakah mereka dan apakah tujuan mereka
mendirikan Gerwani? Tak lain hanya ingin memerdekakan rakyat Indonesia. Namun
naas sejarah mungkin tak berpihak pada Gerwani, karena telah terdapat beberapa
catatan merah mengenai mereka yang dicap sebagai pembunuh yang keji.
Hal-hal seperti ini direka ulang
kembali dan menjadi kajian yang segar ketika tampuk kepemimpinan tidak dipegang
oleh Pak Suharto. Beberapa komunitas mulai mengkritisi kembali
kebijakan-kebijakan pemerintahan pada zaman Suharto, beberapa lagi dengan
cermat mengkaji kembali sejarah yang disajikan oleh pemerintahan Suharto. Dan
tidak banyak dari mereka yang giat mencari sebuah penjelasan mengatakan banyak
sekali kebohongan yang bisa kita dapatkan dari peristiwa G 30 S PKI ini.
Media dan Propaganda Massa
Dalam sebuah percaturan politik
suatu negara dimanapun itu berada pasti dapat pula ditemukan
peristiwa-peristiwa Propaganda untuk memulai lembaran baru. Biasanya propaganda
itu dimantapkan dengan disajikannya bukti-bukti yang real, yang tak lain hanya
untuk memantapkan apa yang dipesankan.
Begitulah mungkin yang telah
terjadi pada waktu masa sebelum PKI dibabad habis oleh pemerintahan Suharto.
Bayangkan oleh kita bagaimana propaganda tersebut mampu membuat seluruh
Indonesia benar-benar mempunyai perasaan benci kepada PKI. Tak ayal sangatlah
mudah untuk suatu penguasa ketika rakyat sudah dipengaruhinya menjalankan misi
untuk membunuh PKI. Mungkin anda lebih tahu berapa korban pada waktu itu yang
dibantai habis-habisan oleh tentara? Ada yang menyebutnya lebih dari 500.00
jiwa.
Apabila hal itu terjadi sekarang
mungkin ceritanya akan berbeda lagi. Mungkin kita akan banyak melihat para
pegiat HAM melakukan perlindungan terhadap Mereka ( Selingan Bro) hehe
Propaganda pun memiliki prosesnya
yang sedemikian rupa. Medianya pun banyak termasuk Radio yang pada waktu itu
menjadi media penting di Indonesia. ditambah poster-poster dan kalau pun kita
tahu bahwasanya diorama, Film dan relief
yang sekarang masih berdiri tegak dimuseum itu termasuk juga dalam propaganda
yang dilakukan oleh pemerintahan Suharto, Tanya kenapa? Tonton aja Filmnya Yuk
hehe
ingat pelajaran sejarah...
ReplyDeleteIa om :D
Delete