Dari Rendra Untuk Perdamaian

Pelecehan yang dilakukan oleh Nakoula Basseley Nakoula terhadap tokoh paling sentral agama Islam, Nabi Muhammad SAW telah menimbulkan suatu keadaan yang sebetulnya tiada dikehendaki oleh semua jiwa.

Berbagai kecaman datang dari berbagai pihak dengan alasan-alasan tertentu diantaranya ada yang mengatakan karena ada rasa kekecewaan pada doktrin demokrasi yang salah satunya menghormati antar umat beragama dan di pihak lain yang tak dikehendaki pun muncul terhadap respon atas kaum muslim yang marah sehingga banyak menimbulkan konflik baru yang tak berkesudahan, mungkin.

Kiranya masih ingat dalam benak bagaimana waktu itu kita pernah mengalami masa yang menegangkan ketika Amerika, tengah menghadapi perang dengan Negara timur - Irak. Awal mula pada masalah tersebut tidaklah bisa terlepas dari dunia media yang penuh dengan propaganda. Apa yang ditampilkan dalam media itu seolah-olah adalah kenyataan yang benar-benar fakta, sedangkan kenyataannya kita sedang berada dalam dunia yang terkotakan.

Kita tak pernah tahu keadaan sebenarnya yang terjadi kala itu ketika perang antara Amerika dan Irak. Perlu digaris bawahi bahwa saya tidak mendeskriditkan kedua belah pihak namun saya lebih tertarik pada efek yang ditimbulkan setelah keadaan perang itu berkecamuk dalam sebuah tayangan media massa.

Media mempunyai sejarah tersendiri dalam dunia politis yang tak terlihat jernih secara kasat mata. Bagaimana Nazi menggunakan radio sebagai alat propaganda, Suharto jua sama, dan sekarang kalau kita teliti bahwasanya dibalik layar kaca yang sedang anda tonton itu pemiliknya adalah salah seorang politisi yang mempunyai tujuan tertentu! Maka sedikit benarlah bahwa media sekarang ini bisa disebut sebagai kekuatan baru Trias politica.

Respond dari kedua pihak yang sedang berpihak pada akhirnya menjadi sebuah arena konflik yang akan terus bersitegang. Pemberitaan citra muslim yang banyak tak selaras dengan keadaan sebenarnya menjadi bom waktu yang bisa menimbulkan kemarahan. sebaliknya pemberitaan media atas tindakan umat muslim yang penuh dengan kekerasan menjadi sebuah bom waktu terhadap pihak barat untuk melancarkan beberapa serangan balik.

Sehingga kesalahan bertindak atas kekerasan dalam ranah ideologi pun terealisasikan kepada sejumlah orang muslim yang bermukim di Negara Barat. Ada orang yang diculik, wanita yang mudah dikenali sebagai seorang muslim didorong hingga jatuh dan sebagainya. Hal ini menjadi bukti bahwa pemberitaan telah menjadi sebuah pemicu bagaimana kekerasan terjadi.

Bukan tidak mungkin bahwa kejadian ini dijadikan dasar politik bagi golongan orang yang bermaksud untuk mengambil suatu keuntungan. Beberapa ilmuwan pun dengan analisisnya berkata demikian, bahwasanya ada tali hubungan antara kejadian ini dengan pemilu AS yang akan berlangsung tidak lama lagi. Mungkinkah kalau pembunuhan atas Kedubes dan diplomat AS di Libya menjadi sebuah alasan Amerika mengeluarkan kebijakan baru terhadap Negara Libya Khususnya dan muslim pada umumnya?

Dengan keadaan yang seperti demikian disebutkan diatas mau tidak mau perdamaian hanya khayalan belaka, mengakhiri konflik hanya dengan konflik sahaja malah menimbulkan suatu konflik baru. Tak ada yang bijak dalam menyelesaikan suatu permasalahan ini berarti tak ada perdamaian yang selama ini dicari.

Bukanlah manusia bila ia tidak merasa tergerak untuk terus mencari sebuah solusi yang banyak mengorbankan nyawa manusia. Berbagai cara meskipun tak banyak menyentuh keadaan nyata banyak dilakukan oleh mereka para pejuang yang selalu mendendangkan perdamaian. Salah satu dari berjuta pionir perjuangan perdamaian adalah Rendra. Memilihnya bukan tanpa alasan melainkan dalam puisi Rendra tersebut saya mempunyai pengalaman sama yang diwakilkan pada sebuah puisi oleh sastrawan besar Indonesia, Almarhum W.S Rendra.

Dari Rendra Untuk Perdamaian Dunia

Rendra adalah salah satu maestro sastrawan yang pernah dimiliki oleh Indonesia dan dunia. Jiwa dan raganya banyak menjadi pengalaman perwakilan abadi yang tak pernah dilupakan oleh beberapa generasi setelahnya. Berbagai pemikirannya yang kritis tak jarang menjadi sebuah puisi yang begitu menawan hati dan menyejukan jiwa.

Jiwa menggelora dengan semangat memperjuangkan dan perjuangan yang ada pada Rendra memang banyak ditemukan dalam berbagai karyanya. Namun dalam tulisan kali ini dengan sangat menyesal saya hanya mengambil salah satu puisi yang pernah ditulis oleh beliau yang judulnya “Dengan Kasih Sayang”. Meskipun saya hanya mengambil satu karya sahaja namun saya yakin bahwa satu karya ini mampu menjadi sebuah pengunggah perdamaian kalau dimaknai dan dihayati dengan seksama oleh pembaca.

Dalam puisi tersebut kita bisa melihat bagaimana seorang sastrawan mampu berpikir dan menuangkan peristiwa yang berlangsung secara berkala. Dengan pengalaman perwakilannya, pesan yang ada pada puisi tersebut bisa dibilang melampaui pada zamannya.

“Dengan kasih sayang, kita simpan bedil dan kelewang, Punahlah gairah pada darah”.

Perkembangan kehidupan  pada zaman modern barangkali banyak mempunyai warna tersendiri untuk diceritakan. Akan tetapi wacana yang paling penting disinggung dalam dunia akademisi adalah apa yang disebut kekecewaan manusia modern yang dijanjikan mendapatkan pencerahan pada perkembangan tekhnologi ternyata disatu sisi menimbulkan suatu kekuataan kelam yang bisa memusnahkan seluruh umat manusia  itu sendiri.

Bila bedil yang bicara maka kita lihatlah bagaimana Nazi dengan pembantaiannya, kita lihat pula bagaimana pembantaian atas nama PKI di Indonesia dan yang tentu lebih besar lagi adalah perang dunia yang tidak sedikit memakan korban. Kemanakah kasih sayang yang diinginkan Rendra? Apakah sudah tidak ada lagi kasih sayang yang bisa mencegah perang tersebut berhenti? Jawabannya ada meskipun kedatangannya mungkin sedikit terlambat yaitu setelah bom Hiroshima dan Nagasaki meluluh lantahkan, memporakporandakan kehidupan manusia.

Sebenarnya tak ada yang menginginkan hal yang memilukan diatas terulang kembali dimasa sekarang. Namun dengan melihat keadaan sekarang yang banyak diwarnai konflik-konflik, khususnya yang melibatkan konflik agama yang berakhir dengan kerusuhan. Seperti peristiwa pelecehan Nabi Muhammad SAW dan kartun Nabi Muhammad akhir-akhir ini. Bukan tidak mungkin apa yang diramalkan oleh Huttington itu terbukti benar.

Bagaimanakah seharusnya kita sebagai khalifah dimuka bumi untuk menyelesaikan semua ini? Dan jawaban yang paling akurat yang bisa saya berikan adalah terletak pada keyakinan pada agama. Saya percaya bahwa semua agama itu mengajarkan untuk berbuat baik sesama, menghormati sesama, melarang membunuh, dan lebih singkat lagi semua agama itu mengajarkan kebaikan.

Bagaimana kebaikan itu dilaksanakan adalah dengan bersikap lemah lembut terhadap manusia sesama yang saya tahu bersaudara semuanya. Sehingga apa yang didapat dari sikap seperti itu bukan hanya menciptakan suasana yang kita inginkan tapi juga mampu memanfaat kasih sayang yang diberikan oleh Allah dan digunakan sebaik-baiknya oleh Manusia.

“Dan sumbatkan jarimu pada mulut peletupan karna darah para bajak dan perampok. Akan mudah mendidih oleh pelor. Mereka bukan tapir atau badak, hatinya pun berurusan cinta kasih seperti jendela terbuka bagi angin sejuk”    

Suatu hari saya sempat menyaksikan dialog dari narasumber berita timur tengah di salah satu media televisi. Mendengarkan beberapa penjelasan dan argument yang dilontarkan oleh para pengamat timur tengah tersebut membuat saya ingin bertanya. Pertanyaannya sederhana namun patut saya sampaikan. Yaitu dari pemaparan yang kesemuanya mengarahkan kita untuk tidak bersikap berlebihan dalam menyikapi masalah pembuatan film The Innocent of Muslim.

Sampai kapankah batas kesabaran ini harus diterapkan untuk bersikap tegar terhadap konflik seperti ini? jawabannya sudah terjawab dengan pidato salah satu dosen saya yang mengatakan bahwa kalau kita sudah mencoba untuk meluruskan hal yang kita anggap salah dengan bersikap sewajarnya – berdialog dan berdiskusi – maka hasilnya sebaiknya kita serahkan kepada Allah Maha Mulia, bukankah Ia maha mengetahui dan berkehendak bagi Umatnya diseluruh dunia.

Kita biarkan sahajalah angin tersebut menyejukan mereka untuk merasakan perdamaian dunia. Yang terpenting kita sudah mampu membuka celah angin dari jendela yang tertutup itu! Untuk hasil yang telah kita lakukan mungkin itu urusan bagi Allah Maha Mulia. Dan mungkin itulah apa yang semestinya kita lakukan terlebih dahulu.

Keadilan Bagi Seluruh Umat Manusia

Semenjak manusia terlahir dari rahim sampai lahirnya, ia berjuang untuk mendapatkan apa itu anugerah kehidupan. Sebuah pemberian yang mulia dan takdir tertulis yang diberikan oleh Allah Maha Mulia. Hal ini tentu berlaku untuk semua manusia diseluruh bumi. Semua mempunyai kesempatan untuk mencipta kehidupan dan jalannya masing-masing.

Dengan rasa yang sama akan keberadaannya dibumi maka patutlah satu sama lain saling menjaga kehidupan yang adil. TRIBUERE SUUN CUIQE, adalah sebuah moto Yunani yang mempunyai keinginan bersama untuk hidup dalam keadilan. Dalam pancasila pun terdapat isi dari bagaimana keinginan ibu pertiwi memadukan suatu rakyat yang beragam warnanya → Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Pertanyaannya sekarang seberapa jauhkah kita sudah melangkah untuk berbuat seperti itu? Apa kita pernah berdebat atau barangkali hanya sekedar chatting lintas agama untuk berdialog dan berdiskusi? Saya yakin diantara kalian pastilah banyak yang pernah melakukan hal tersebut. Dan kalau setelah itu apa yang didapat dari hasil dialog tersebut? Saya juga yakin bahwa dengan suasana diskusi yang dijalin dengan baik – bisa mempertanggung jawabkan setiap argument yang diterangkan – akan menghasilkan suatu hasil yang berbeda dibandingkan dengan merespon kekesalan terhadap perlakuan Nakoula Basseley Nakoula dengan cara yang gegabah.

“Dan terhadap penjahat yang paling laknat, pandanglah dari jendela hati yang bersih”. Saya dan umat semuslim didunia pasti merasakan hal yang sama sesudah menonton film The Innocent of Muslem itu. Saya sangat kesal dan merasa diinjak oleh karena film tersebut benar-benar membuat hati ini terpukul. Tapi serentak pertanyaan pun muncul pada diri sendiri. Lebih bagus yang mana jikalau Allah Maha Mulia menghendaki kita untuk bertemu dengan Nakoula Basseley Nakoula? Membunuhnya atau meluluhkan hatinya sehingga mungkin ia bertobat dan syukur-syukur bisa mengikuti apa yang kita yakini? Kita mendapatkan pahala jikalau ia pada akhirnya bertaubat.

Yang Terangkum Dari Kesemuanya

Kita tahu kita marah atas perbuatan Nakoula Basseley Nakoula yang melecehkan Nabi besar kita Muhammad SAW. Respon pun bermunculan dengan berbeda-beda; ada yang marah, kesal dan melakukan sikap frontal. Ada juga yang protes karena kekesalannya dengan melakukan sebuah pembelajaran lebih lanjut dengan mencari akar masalahnya terlebih dahulu. Dan mungkin adapula dari bagian kita yang tidak perduli sama sekali dengan hal ini.

Dari beberapa respon tersebut akan melahirkan konsekuensi yang berbeda-beda sesuai dengan tarafnya. Jikalau kita bersikap terlalu frontal seperti yang terjadi di Libya, saya takut situasi yang sekarang tengah terjadi malahan dijadikan alat politik yang bisa membuat orang muslim menderita. Saya tidak mau pemberitaan media menjadi sebuah bom waktu bagi orang-orang yang melihat realitas yang terkotakan tanpa tahu isi dalamnya bagaimana.

Sebaliknya apabila kita bersikap layaknya seperti pengalaman perwakilan dari Rendra, mungkin sedikit cerita akan berbeda dari respon pertama. Dari puisi Rendra tersebut saya pun mempunyai pengalaman yang sama akan tetapi perwakilannya sudahlah cukup sahaja dengan puisi Rendra yang menakjubkan ini. Yang saya sebut dengan malampaui zamannya adalah bagaimana seorang sastrawan mampu meneropong permasalah mendasar yang sering terjadi dalam kehidupan manusia. Dan Rendra mendapatkannya!

Semua Agama termasuk Islam mengajarkan kita untuk berbuat kebaikan. Dari hal ini kita telah berbuat suatu perjanjian primordial terhadap Allah Maha Mulia. Kita sebagai khalifah tentunya harus bisa memelihara dan menyeimbangkan bumi dengan sebaik-baiknya.

Jika ada yang salah dari apa yang kita yakini maka kita bisa untuk bersikap lembut terlebih dahulu untuk meresponnya. Mengajaknya lalu merangkul dengan jalan sebaik-baiknya akan menjadi lebih baik dari sikap yang gegabah. Coba bayangkan kalau ada seorang yang dahulu selalu menghina kita secara syara, dan kita dengan sikap sebijak-bijaknya tak melawannya dengan sikap keras. Tapi tak menutup kemungkinan untuk melakukan hal seperti ini kalau memang sudah keterlaluam. Namun dengan cara lembut dan bersabar, bukankah kita juga tahu bahwa batu yang keraspun akan berlubang hanya dengan air yang menetes. Menetes itulah yang saya artikan sedikit-sedikit lama-lama menjadi bukit. Dengan sikap sabar atas apa yang dilakukan orang yang menghina kita dan mengajaknya untuk sedikit berdiskusi mungkin akan membuat hati mereka luluh.

Perdamaian dunia adalah mimpi semua manusia. Manusia yang mana yang menodai keinginan mulia ini?

Dengan kasih sayang Kita simpan bedil dan kelewang Punahlah gairan pada darah Jangan! Jangan dibunuh pada lintah dara Ciumlah mesra anak jadah tak berayah Dan sumbat jarimu pada mulut peletupan Karena darah para bajak dan perompak Akan mudah mendidih oleh pelor Mereka bukan tapir atau budak Hatinya pun berurusan dengan cinta kasih Seperti jendela yang terbuka bagi angin sejuk Kita sering kehabisan cinta untuk mereka Cuma membenci yang nampak rompak Hati tak bisa berpelukan dengan hati mereka, Terlampau terbatas pada lahiriah masing pihak Lahiriah yang terlalu banyak meminta Terhadap sajak yang paling utopis Bacalah dengan senyuman yang sabar Jangan dibenci para pembunuh Jangan dibiarkan anak bayi mati sendiri Kere-kere jangan mengemis lagi Dan terhadap penjahat yang paling laknat Pandanglah dari jendela hati yang bersih
(Rendra, 2007: 2)
W.S RENDRA
Sumber dan referensi
  • Gambar diundur dari Google image
  • Ahmed S Akbar, Living Islam
  • Habib Mustopo, Ilmu Budaya Dasar
  • No 2, 1994, Ulumul Quran