Ilustrasi |
Dalam pandangan anak kecil yang naïf, benda apa saja dan segala sesuatu yang Nampak itu dianggap sebagai riil; tetapi jika anak itu bertambah besar ia belajar membedakan antara yang hanya Nampak dan yang riil. Sebagai contoh ia menemukan bahwa apa yang Nampak cukup riil waktu mimpi, nyatanya tak dapat sesuai dengn dunia pengalaman orang berjaga. Dengan begitu maka anak itu dengan cepat mendapatkan pandangan bahwa benda-benda itu tidak selamanya seperti apa yang nampak. (William Pepperell Montague)
Sebuah Pengantar
Dalam kalimat pembuka diatas
dikatakan bahwa dunia dimana ketika kita masih kecil, masih bisa
dirasakan sebagai dunia yang minim kesedihan karena kehadiran kedua orang tua yang menjadikan kita untuk selalu berada dalam kebahagiaan, dunia yang penuh dengan kebahagiaan. Selain itu dengan ketiadaan hampa dan masih jauh dari beban, mereka mempunyai dunia yang penuh imajinasi, fantasi dan semangat yang tinggi. Karena belum
adanya yang bisa menampakan pembedaan dari cara berpikir seperti seorang dewasa
yang mampu membedakan antara mana yang benar-benar harus dipikirkan nyata dan
tidak nyata.
Tapi dunia anak kecil sangat rentan diwarnai
oleh kehidupan berserta pengalaman yang ada didalam ruang lingkup, artinya apa yang seseorang rasakan dengan
beberapa indera yang ada pada manusia akan membentuk dirinya pada masa-masa
setelahnya. Apa yang ia rasakan tersebut pada akhirnya akan menimbulkan satu
proses yaitu kejadian mental. Rasa dapat dihubungkan dengan pancaindra, tetapi
rasa mungkin merupakan fikiran, ingatan atau emosi tertentu. (Titush, Smith,
Nolan)
Kehidupan itu sangat benarlah
bila kita andaikan seperti sebuah kertas kosong, yang menunggu untuk ditulis,
diwarnai sebelum akhirnya habis tak tersisa. Untuk itu lingkunganlah yang
mempunyai peran penting didalam perkembangan seseorang pada umumnya.
Akhir-akhir ini ada sebuah
pemberitaan yang sangat menggemparkan dunia, tapi pada rasa yang menggemparkan
tersebut terselip rasa kekonyolan yang sebenarnya tidak harus terjadi. Karena ini
menyangkut ketiadaan manusia akibat kesalahpahaman diri memaknai dunia.
Begitulah mungkin yang terjadi
kepada dua orang anak kecil yang dikatakan bunuh diri, selain takut karena menghilangkan kunci ternyata keduanya mempunyai keinginan hidup dimasa
pemerintahan yang mereka inginkan. Keinginannya tersebut bukanlah lahir
karena tingkatan rasa emosi yang sederhana, namun telah hadirnya sebuah rasa
yang kuat dan telah tertanam di dalam jiwa sehingga mereka benar-benar berani untuk
mengakhiri hidupnya hanya karena menonton TV.
Sebenarnya apa yang ada dibenak
kedua anak malang tersebut merupakan sebuah dunia mereka, dunia yang mereka
lihat, rasa, dan dijiwai sehingga menimbulkan emosi yang benar-benar sudah
mencapai tingkatan maksimalnya. Selain masih rentan terhadap apa yang dilihat dan dirasa ternyata kesigapan atau kontrol dari orang tua merupakan hal yang sangat penting untuk memantau apa yang anak kecil tonton.
Bagaimana mungkin acara di TV
mampu membuat kedua anak ini berlaku seperti seorang yang dihipnotis? Bagaimana
mungkin kotak kecil – TV – menjadi sebuah benda manis yang membuat manusia
melakukan hal yang tidak begitu manis?
Dalam analisis deskriptip yang
sangat singkat ini saya akan menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut dengan
menggunakan teori-teori yang berhubungan dengan kedua masalah tersebut diatas
dan barangkali teori yang tidak bisa dihindarkan adalah mengenai efek dari
media massa (TV). Yang dimana didalam sejarahnya bisa kita temukan beberapa kegelapan-kegelapan
yang tersembunyi dan menunggu untuk diungkapkan.
Kotak Kecil Yang Menggelapkan
Ilustrasi - Zakiiaydia |
Kotak kecil yang menggelapkan
tersebut mungkin hanya sebuah satu ruang dari beberapa ruangan yang menurut
orang-orang ternyata menguntungkan. Dia itu adalah kotak ajaib yang bisa
membuat orang berlama-lama diam layaknya seperti seorang anak kecil yang
digiring oleh kehendak kotak itu.
Dan oleh karena didalam tulisan
ini penjelasan bagaimana media sangat mempengaruhi kita dan perlu dijelaskan. Untuk itu mari kita sama-sama memahami media yang ada didalam kotak
kecil itu dengan cermat dan bijak, tanpa harus terintervensi terlebih dahulu.
Kita masih ingat betapa perasaan kita
dikacau balaukan dengan pemberitaan-pemberitaan yang dihadirkan oleh berita di
TV mengenai berita Nazarudin. Kekacauan itu nampak pada kita berupa sebuah kebingungan mana pihak yang benar
dan mana pihak yang tidak benar, kita menjadi terlalu sulit untuk memihak kepada
siapa seharusnya kita benar-benar harus berpihak.
Kita juga masih ingat betapa
perasaan kita sempat dinodai oleh sesuatu hal yang tak bisa ditebak sebelumnya.
Bagaimana media pada saat itu mampu merengkul hati rakyat dengan iklan-iklan
yang berdurasi pendek namun aduhai mempunyai efek yang begitu luas. Tapi pada
akhirnya pun suatu kebohongan itu hanya menunggu waktu untuk diungkap. Lalu kecewalah
orang-orang yang merasa dibodohi oleh iklan-iklan yang meyakinkan itu.
Maka benarlah apa yang
diungkapkan Prof Mudjiarahardjo bahwa media sekarang sudah bisa dikatakan
sebagai kekuatan setelah trias politica. Media bisa digunakan pihak penguasa
untuk memudahkan apa yang diemban. Senada dengan hal tersebut Akbar S Ahmed
menambahkan bahwa suatu ketika Carlyel berkata bahwa tiga elemen terbesar
masyarakat Barat adalah serbuk mesiu, percetakan, dan agama protestan. Pada zaman
sekarang, dia akan menambahkan yang keempat, yaitu media audio visual.
Media TV disatu ruang itu bisa
kita bilang memang menguntungkan namun janganlah lantas kita tidak ingin
mengetahui bahwa disatu ruang yang lainnya terdapat sebuah kegelapan yang
menyesatkan dan membuat kita dibodohi. Tengoklah orang-orang Indonesia yang
seringkali melontarkan hal-hal yang kurang disetujui mengenai perkembangan
sinetron-sinetron yang ada di Indonesia.
Namun jangan sangka bahwa terdapat banyak masayarakat yang nampaknya sudah dibuat seperti massa yang dikomandoi oleh sinetron
tersebut, artinya masih banyak rakyat Indonesia yang – dengan sikap – setia –
sambil berbungah-bungah didalam hati - menunggu hari esok untuk melihat
kelanjutan sinetron yang membuat ia penasaran.
Hal ini menandakan kepada kita
bahwa sekarang dunia sudah dilipat, dunia sekarang sudah menjadi sebagai televisi,
Manusia sebagai pelakunya. (Ahmed) kata-kata tersebut nampak seperti sebagai
sebuah hipotesis bagi analisis ini,
meskipun masih banyak yang harus dijelaskan. Namun apa yang ditulis oleh Akbar
S Ahmed tersebut bisa jadi sebuah sebab kedua anak yang malang itu tanpa ragu
menghabisi nyawa mereka sendiri. Kedua anak itu dirasa telah menemukan dunianya
– dari terkaman citra TV – dan melakukannya didalam kehidupan nyata. Apa yang
mereka rasa dari yang mereka lihat dan dengar telah membawa mereka berdua pada
sebuah keinginan yang tak seharusnya ada.
Janganlah sampai kita menjadi
seseorang yang digelapkan media, terlebih apa yang dikatakan Jim Morrison “Whoever
control the media, control mind” begitu pula noam Chomsky yang dengan segan
mengatakan bahwa media massa tidak lebih hanya sebagai penyambung lidah bagi
yang berkuasa. Bila kita dikuasai media berarti kita telah masuk kedalam dunia
mereka.
Tibalah saatnya untuk kita
mempercayai bahwa media itu bisa membohongi, membodohi dan menyesatkan kita. Dan
apa yang dijelaskan dimuka telah membawa kita untuk membuka dan mencari tahu
tabir gelap yang ada pada kotak kecil tersebut. Untuk menelusuri bagaimana
dunia yang dilipat, dunia sebagai televisi, manusia sebagai pelakunya. Saya menggunakan
teori-teori yang berhubungan dengan media sebagai dunia baru bagi manusia,
dunia yang diputar, pembalikan babak baru kehidupan citraan, yang pada akhirnya
akan bermuara pada hiper-ialitas.
Ketidakadilan Yang Tak Nampak Namun Terasa
Suatu hari setelah saya menonton
film yang dibintangi salah satu aktor beken hongkong yaitu Ekin Cheng, perasaan
saya menjadi seorang yang kuat, super, dan benar-benar apa yang dicitrakan Ekin
Cheng - sebagai seorang gangster yang disegani - telah merasuki pikiran dan rasa. Tidak hanya itu ketika didalam akhir
filmnya Ekin Cheng sebagai pahlawan harus mati, ternyata hal ini sempat membuat
saya sedih - sempat kepikiran untuk mati seperti dia - untuk beberapa hari kedepan. Begitu mendalamnya apa yang ada difilm
tersebut, sedih sungguh, menyayat hati dan terbawa emosi pada diri melihat Ekin
Cheng mati didalam film tersebut.
Lama-lama saya berpikir kenapa
saya bisa seperti itu, saya merasa ketidak adilan sedang berada dekat dengan
kehidupan nyata. Bagaimana mungkin saya sebagai penonton bisa merasakan
kesedihan yang terus menghantui pikiran? Apakah Ekin Cheng juga sama seperti
itu ketika ia membintangi film tersebut? Namun ternyata dia hidup kembali
didalam film-film lainnya. Benar sekali ketidak adilan yang tak nampak ini
telah merasuki pikiran yang tidak seharusnya.
Apa yang terjadi pada saya
mungkin sama terjadi kepada kedua anak kecil yang malang itu, bedanya mereka masih labil untuk berpikir secara jernih. Bahwasanya keinginan
mereka untuk mati sehingga bisa mengunjungi tempat yang diinginkan itu didapat karena mereka ingin seperti seorang yang kembali kepada
masa lalu yang ia dapatkan dari menonton TV. Adalah rasa yang didalamnya emosi
yang tengah bermain, dimana kedua anak malang itu sangatlah rentan bila
disajikan film-film yang diluar imaji atau fantasi yang berlebihan.
Seperti yang dikatakan oleh Direktur Pusat Penelitian Pemuda, dan Anak China, Sun Yunxiao, kemungkinan kedua anak itu, terinspirasi film tersebut, karena anak seusia mereka kaya akan rasa ingin tahu, tetapi miskin kebijaksanaan.
"Saya telah mendengar anak-anak melompat dari gedung tinggi setelah menyaksikan aktor terbang dalam pertunjukan sulap. Ini jenis perilaku meniru, dan merupakan sifat anak kecil, tetapi sangat berbahaya. Jadi kita harus memberikan semacam peringatan bagi anak-anak di program TV," katanya seperti dikutip Dailymail. (Tribun News)
Lalu bagaimana Media TV bisa
sebegitu hebatnya membuat anak tersebut berbuat demikian? Adalah suatu
kemungkinan bahwa mereka telah dirasuki oleh berbagai simulasi-simulasi yang
pada akhirnya akan membuat mereka sulit membedakan mana yang nyata dan mana
yang tidak nyata. Keaslian atau kepalsuan sulit diterawang karena pada dasarnya
realita yang nampak sekarang sudah tak diikat bentuk aslinya, realita sekarang
rentang terhadap realita bentuk kedua.
Hiper- Realitas, dan Dunia Sebagai Televisi, Manusia Sebagai Pelaku
Ilustrasi |
Kesulitan yang diterima oleh
kedua anak malang tersebut adalah suatu kesulitan yang datang dari bagaimana
mereka membedakan antara realita dan yang fantasi. Bila mereka pada akhirnya
berdamai dengan kesepakatan yang menjadi penuntun mereka kepada kematian
sebagaimana yang dicitrakan dalam film, maka mereka menganggap yang nampak itu
adalah realita. Kita barangkali setuju untuk mengatakan yang telah terjadi kepada
kedua anak malang tersebut sebagai sebab dari yang dikatakan Baudrillard
sebagai Imasyarakat yang diam. Masyarakat
yang tengah tersihir oleh kepalsuan isu-isu yang dicitrakan lebih oleh mereka.
Bila tidak ada suatu penyanggah
untuk sedikit saja mempertanyakan apa yang ada didalam TV tersebut, maka
tidaklah salah kita tengah berada didalam penenggelaman realitas,
menyederhanakan berbagai isu, dan ini membahayakan, dan mempengaruhi berbagai
peristiwa, media bagaikan iblis zaman ini, ada dimana-mana dan berkuasa. - Jean Baudrillard -
Bila kita digelapkan maka kitapun
sulit untuk membedakan mana yang bersifat imajinasi atau fantasi, karena yang
dicitrakan oleh media tersebut telah merasuki jiwa-jiwa rasa-rasa sang penonton. Alih-alih
kedua anak yang malang itu telah mendapatkan makna yang disampaikan oleh media
film tersebut, akan tetapi mereka tidak jauh seperti orang yang kebingungan
diantara dua dunia.
Adalah apa yang ditawarkan media
TV, yang didalamnya bisa kita terawang terdapat suatu trik untuk memproduksi –
simulasi -, menjadi sebuah masalah bagi Baudrillard dan Paul Virilio. Dengan tegas
dia mengatakan bahwa makna telah dinodai dengan sesuatu yang nyata tanpa asal
usul atau realitas, hyperialitas.
Oleh karenanya kedua anak itu bisa dikatakan
tengah terjebak diantara dua dunia yang keduanya sangat membingungkan. Trik tertentu
dalam produksi (terutama dalam media massa, film dan video) telah memapukan
manusia masa kini hidup dalam dua dunia. Trik yang secara cerdik diterapkan,
kini memapukan kita membuat yang supernatural, khayali bahkan yang tidak
mungkin menjadi tampak. - Paul Verilio -
Kedua anak tersebut telah
dirasuki ruang baru yang dilahirkan simulasi-simulasi tersebut, yang disebut ruang
simulacrum, ruangan gelap yang diterangkan dalam cahaya putih suci tak berdosa, menuntunnya kepada hal yang tidak semestinya.
Ruangan yang bisa membuat manusia menyaksikan dan mengalami realitas, fantasi,
hallusinasi, dunia supranatural, science fiction atau dunia scara total hanya
dengan menkonsumsi acara TV ata film tiga dimensi. - YAP -
Mereka telah dihadirkan sebuah fantasi yang dirubahnya menjadi sebuah hal yang nyata, karena dunia mereka sudah dipenuhi sebuah panaroma keaslian yang semu, sunyi akan kenyataan.
Barangkali sekarang kita sudah
sedikit berinjak dari pijakan awal kita untuk mencapai beribu pijakan yang
harus ditelusuri lagi. Namun apapun itu pijakan awal adalah pintu untuk
mencerahkan beberapa langkah kedepannya. Titik temu dari efek yang didapatkan
oleh kedua anak malang dan saya tersebut adalah efek hyperealitas. Tepatnya adalah
ketika tampak sangat benar dan sangat sesuai dengan realitas itulah citranya
sangat kejam. - Baudrillard -
Ketika efek yang ditampilkan telah merasuki sisi
nyata kehidupan kita, maka tak pelak kita memainkan sebuah peranan palsu yang
dihadirkan dalam kehidupan nyata. Kematian yang dipercayai mereka dalam sebuah
film, untuk bisa kembali ke suasana dinasti Ming yang diharuskannya seorang itu mati terlebih dulu. Menjadi
sebuah kenyataan yang lahir karena ketidak berdayaan manusia akan taqdir, yang dilakukan kedua anak malang dialam yang nyata.
Konsekoensi mereka yang masih minim akan pengetahuan
membedakan telah sangat mudah dipengaruhi oleh hal-hal yang super yang
ditampilkan film-film di TV. Karena apa yang ditawarkan TV, dengan perkembangan
dan kritikan-kritikannya, telah kehilangan suatu pijakan awal substansinya, dan
digantinya dengan hal yang semu, tanpa asal usul dan realitas nyata.
Sekarang tentukanlah diri anda,
apakah anda akan hidup ditengah belantara kepalsuan yang menyerang pikiran? Apakah
anda akan terus histeris dengan apa yang ditawarkan film-film TV tanpa mempertanyakan
kembali bahwa kehidupan alam nyata lebih kompleks dari yang dilihat? Ataukah kita
akan menguasai apa yang mereka tawarkan?
Daftar Rujukan
Ahmed, S Akbar, 1992. Postmodernisme, bahaya dan harapan bagi Islam. England. Routledge.
Titus, Smith, Nolan, (terjemahan) 1984. Living Issues in Philosophy, 7th Edition. Jakarta.. Bulan Bintang.
Piliang, Yasraf, 1999. Hiper-Realitas Kebudayaan. Yogyakarta. LKIS.
http://www.tribunnews.com/2012/03/09/dua-remaja-di-china-bunuh-diri-gara-gara-kunci-rumah-hilang. Dua Remaja di China Bunuh Diri Gara-gara Kunci Rumah Hilang.
http://www.stephen-hand.net/2011_05_01_archive.html, Image on The Cinema of Absence Film's Retreat From Total Reality.
http://ispr.info/2011/07/29/hyperreality-helmet-uses-kinect-to-create-an-out-of-body-experience/. Image on HyperReality helmet uses Kinect to create an out-of-body experience.
http://serikatpaint.blogspot.com/2010/10/hyperreality-tv_11.html. Image on Hyperreality TV.
TV benar-benar membawa pengaruh buruk khususnya buat anak-anak. apalagi melihat kualitas tayangan TV di Indonesia sekarang ini. udah jadi rahasia umum yaa.. miris banget.
ReplyDeleteudah saatnya orang tua melakukan kontrol terhadap tayangan yang disaksikan oleh anaknya. bukan menjadikan TV sebagai pengganti pengasuh anak mereka.
Ia saya sangat setuju dengan pendapat Rian :D
DeleteBeri batasan pada anak khususnya dan umumnya pada kita untuk menentukan manakah yang harus ditonton dan mana yang tidak.
Terima kasih Rian sudah berkunjung ke blog ini :D
apakah berita2 di media yang diolah dari data2 mereka melalui observasi dsb tetap tidak dapat mencerminkan realitas?
ReplyDeletebagaimana kaitannya dengan tanda dan tanda
Maaf sebelumnya, apakah indikasi diatas komentar sebelum rivermaking tidak dijadikan batasan bagaimana saya menguraikan penjelasan diatas?
ReplyDeleteAda kata "Beri batasan pada anak khususnya dan umumnya pada kita untuk menentukan manakah yang harus ditonton dan mana yang tidak"
"Kalau anda tidak memahami dunia realitas yang dilipat bagaimana mungkin anda akan setuju dengan saya?
Kalau masih kurang dimengertik lebih baik baca dulu postingan saya yang Tomcat, Media dan Marshal Mcluhan :D
Kalau kaitannya dengan tanda-tanda?Coba ajukan spesifiknya yah dari pertanyaan yang anda tujukan...