Sebahagian Dialog Tentang Kritik Musik Indonesia; Negative View

Bagaimana pendapat Anda mengenai artis/performer musik di Indonesia saat ini?

Mengapa saya memilih biasa saja dari semua pertanyaan yang disediakan? Itu adalah sebuah jawaban dari seorang individu manusia yang mempunyai pandangan berbeda dengan kebanyakan orang. Artinya selain saya, masih banyak orang lain yang akan mengatakan bahwa performer artis musik Indonesia saat ini sedang mengalami sebuah kemajuan.

Suatu hal yang wajar dalam bermusik terdapat perbedaan. Maka dari itu munculah genre-genre musik yang berbeda didunia ini, dengan kata lain mereka mengindikasikan kepada kita bahwa terdapat beberapa pandangan yang berbeda dari selera musik yang ada didunia. Tanpa harus ada sesuatu yang harus mempertanyakan dan mempertahankan ego dalam ideologi. Tapi akhir-akhir ini terdapat sebuah selintingan, kritikan, sindiran yang banyak dilontarkan kepada Boyband/Girlband. Karena memang industri musik Indonesia sekarang ini Boyband dan Girlband sedang naik pamor.  Apakah yang menjadi kendala utama penyebab semua ini?

Untuk itu mari kita bahas dulu sedikit tentang mengapa selera musik berbeda. Saya akan menggunakan teori Ibnu Khaldun sebagai penjelas mengapa selera musik orang berbeda. Ibnu Khaldun mengatakan musik itu adalah menyelaraskan sajak-sajak dengan musik. (1986:511) Lebih lanjut Ibnu Khaldun menjelaskan bahwa didalam musik itu selalu menimbulkan apa yang namanya kesenangan. Menurutnya “Kesenangan adalah pencapaian hal-hal yang serasi. 

Dalam persepsi sensual hanya dapat dicapai oleh yang merupakan suatu kualitas. Bila suatu kualitas sesuai dan serasi bagi orang yang memiliki persepsi, maka itu akan menyenangkan. Bila kualitas itu menjijikan dan dibenci orang itu, kualitas itu akan menyakitkan. (1986:512) Saya sepakat dengan Ibnu Khaldun, mengenai teori kesenangan yang ditimbulkan atas persepsi yang cocok dan serasi. Namun bila persepsi yang tidak Nampak dalam diri ini, adalah ketika mendengarkan musik-musik selain grunge, saya tidak akan menyukai jenis musik lain. Karena terlebih dahulu selera saya telah ada pada persepsi dan selera Grunge. 

Proses pembentukan keselarasan, selera yang serasi, dan sensasi menurut Ibnu Khaldun terbentuk dari penglihatan dan pendengaran yang serasi ditimbulkan oleh tata harmonis didalam bentuk dan kualitas benda yang dilihat atau didengar. (1986:512) Persepsi telah mengendalikan saya untuk menyebutkan bahwa Grunge adalah genre musik yang tiada tandingnya. Dan persepsi inilah yang menyebabkan selera musik kita berbeda dan pada akhirnya selera ini akan membawa setiap orang menyatakan bahwa musik ini mempunyai nilai seni yang tinggi.

Bagaimana pendapat Anda mengenai peran pelaku/dunia bisnis industry musik terhadap kemajuan musik Indonesia saat ini?

Seorang kritikus musik ternama sekaligus pemikir terkenal Theodor Adorno pernah menulis sebuah esai yang isinya adalah kritik terhadap musik pop pada zamannya. Apa yang terjadi pada Adorno sebenarnya sama dengan penjelasan diatas. Bahwa seleralah yang menyebabkan Adorno mengkritik musik pop pada waktu itu, selain ada pihak lain yang membuat Adorno lebih kecewa yaitu terjadinya suatu Industri Budaya/Budaya Populer.

Menurut nya musik sekarang selain dikatakan telah kehilangan nilainya, mereka telah dinodai oleh kapitalisme dengan segala bentuknya. Kaum kapitalis tidak pernah ingin mengerti para musisi, mereka hanya mengerti dalam logika berpikir pasar.

Begitu juga peran media yang pada saat ini telah menjadi sebuah alat penyebar gurita kekuasaan. Menurut para ahli, media telah menjadi alat kaum atas untuk melancarkan ideologinya. Apa yang ada didalam media di Indonesia saat ini adalah apa yang tengah populer dan digandrungi oleh massa.

Keadaan masyarakat saat ini seperti sebuah partikel partikel yang senantiasa mudah diombang-ambing. Industrialisasi meningkat maka konsekuensinya adalah kita hidup pada zaman yang dikatakan Baudrillard sebagai zaman pencitraan. The end of ideology and the rise of imagology.

Masyarakat akan mengamini apa yang media tawarkan karena masyarakat yang ada pada zaman sekarang adalah masyarakat yang sama/masyarakat yang diam. Kalau kata Herbert Marcuse “Manusia Satu Dimensi” Masyarakat akan berdamai dengan kapitalisme karena kapitalisme memberikan kesenangan yang berhasil membius masyarakat .

Kalau begitu pemerintah apa perannya? Tidak ada.

Saran Anda

Saran saya adalah bagaimana membuat media bisa adil pada genre-genre musik lain-nya. Karena pada akhirnya saya sering merasa bahwa jenis musik-musik yang pernah mewarnai Industri musik Indonesia saat ini hanya akan menjadi sebuah komunitas.

Sementara yang populer adalah apa yang diInginkan Media dan penguasa selalu menjadi hal yang menguntungkan bagi mereka. Jangan hanya karena populer begitu banyak mendatangkan uang dan yang tidak populer tidak mendatangkan uang yang banyak, mereka jadi meminggirkan atau menganak tirikan genre lainnya.

Dalam bermusik yang bermain adalah perasaan, karena musik menimbulkan kesenangan. Dan jika kesenangan dinodai oleh keuntungan semata maka tidak salahlah bila Theodor Adorno mengkritik Musik pop pada zamannya.

Harapan Anda?

Sedikit harapan pastilah selalu ada dengan melihat masih adanya suatu keceriaan dari genre-genre musik yang ada di Indonesia. Ada beberapa dari musisi Indonesia yang ingin mencoba mengCounter Culture hegemoni sifat budaya popular tersebut. Suatu sikap yang kuntowijoyo singgung adalah untuk mengatasi sifat budaya popular, privatisasi. Sebagai salah satu contoh mungkin bisa kita lihat kepada lagunya Tipe X yang berjudul Boyband. Tipe X mempunyai selera tersendiri, karena mereka telah hidup dan jatuh hati pada genre beraliran SKA.

Mereka hidup pada zamannya, zaman ketika mereka belum mengenal Kpop, dan SKA lagi menjadi hits. Ketika mereka muncul kembali dengan lagu yang berjudul Boyband. Maka apa yang terjadi pada Theodor Adorno terjadi pula kepada Tipe X.

Selera dalam bermusik pastilah akan selalu berbeda, karena zamanpun silih berganti. sebelum 1990 masih rock ,1990 zamannya Grunge, 2000 Melodic dan sebagainya. Hal itu mengindikasikan bahwa sangatlah lumrah bila selera dalam bermusik itu berbeda-beda, dan kritik mengkritik itu akan selalu ada sepanjang zaman. 

░░░░░░░░░░░░░░░░░░░░░░░░░░░░░░░░░░░░░░░░░░░░░░░░░░░░░░

Selain dialog diatas ada tanggapan yang baik sekali oleh admin KMI, saya sangat menghormati karena itu adalah komunikasi yang berjalan. Namun saya tidak menjawabnya disini mungkin suatu waktu nanti saya akan menjawab lagi apa yang ditanggap oleh admin KMI. Berikut adalah tanggapan dari admin;

Catatan Admin:
 Tampaknya saudara NN menekankan pemahaman mengenai perbedaan selera dan pendapat mengenai musik. Blog Kritik Musik tidak mengkritik berdasarkan selera para penulis kritiknya melainkan berdasarkan Teori Musik saja.
 Mengenai pemahaman perbedaan berpendapat mengenai musik telah dijelaskan oleh salah seorang kritikus musik Indonesia, Ronald Hutasuhut. Artikel-nya berjudul "Perdebatan Musik", dapat dilihat di sini.
 Ia menjelaskan bahwa: pendapat berdasarkan 'Selera' melahirkan 'Persepsi', namun Teori Musik adalah ilmu pengetahuan yang sifatnya 'pasti' (ilmu pasti, mengandung unsur Matematika, Fisika, Logika, dsb). Sehingga Persepsi seseorang sifatnya 'belum tentu benar' (seperti filsafat atau ideologi), namun jika menggunakan suatu teori ilmu pasti, maka suatu pendapat dapat langsung diuji kebenarannya.
 Terima kasih sudah ikut berpartisipasi. 

By: Muhammad Zaki Al Aziz

Hai, selamat datang di website personal saya. Perkenalkan nama saya Muhammad Zaki Al Aziz, asli dari Bandung. Dulu pernah sekolah di Darul Arqam, Sastra Inggris S1 dan Sejarah Kebudayaan Islam S2 UIN. Sekarang saya adalah seorang Guru di MBS di Bandung.

Post a Comment

2 Comments

  1. halo Zaki..tulisan musiknya keren..saya juga kebetulan lagi nulis novel pertama dan di salah satu dialognya ada yang menyentuh soal musik...aku kutip beberapa info dari tulisan di atas ya..

    ReplyDelete
    Replies
    1. Makasih banyak bang Rendra. (Aduh namanya mengingatkan pada seorang sastrawan besar - hhe.

      Ok semoga sukses buat novelnya Rendra.

      Delete