Syahdan Sangkuriang dan Jendral Lintang (Palintang)

Konon sewaktu sangkuriang diusir oleh sang bunda dayang sumbi, sangkuriang memutuskan untuk berkelana ke seluruh nuswantara. Mengembara untuk beberapa waktu yang lama sebelum kembali kepada leluhurnya sendiri.


Didalam perjalananya sangkuriang sering kali mendapatkan halangan dan rintangan. Rintangan pertama yang kerap kali ia dapatkan adalah kemana dia harus melangkah dan kemana dia akan berkelana, sampai kapan?. Hal itu menjadi suatu perenungan bagi sangkuriang selama perjalanan, hal itu didapatinya karena sangkuriang yang telah berjalan melewati beberapa hutan rimba, dia tidak melihat sama sekali kehidupan.

Hingga pada satu waktu ketika dia berada ditengah hutan yang sepi, sangkuriang mendapati seseorang yang se-umurannya sedang duduk disaung gubuk. Dia sedang mengamati dan menikmati alam yang begitu indah nan sejuk. Pertemuan ini berlangsung ketika sangkuriang hendak turun bukit dari yang unggul ke tempat yang  tak berujung. Seseorang yang dia temui adalah seorang laki-laki yang gagah dan berparas bangsawan, Namanya Lintang.

Sangkuriang yang terlihat lelah mencoba untuk menyapa lintang yang sedang menatap pemandangan itu. Begitu sangkuriang menyapa, lintang terkejut dengan kedatangan sangkuriang yang datang dari bukit yang dikenalnya sebagai bukit yang tak berpenghuni, Lintang menyebut bukit itu dengan nama lain yaitu Maralayang. Ditengah perasaan Lintang yang terkejut ternyata kedatangan sangkuriang juga membuat lintang  begitu bahagia, karena sangkuriang adalah teman pertama yang ia jumpai ditanah kelahirannya.

Hari berganti hari, bulan berganti bulan bahkan tahun berganti tahun mereka habiskan waktu bersama-sama di hutan yang hijau nan sejuk, mereka berburu hewan untuk makan, berlatih memanah dan bermain bersama menjelajah rimba. Dibalik pertemanan yang harmonis itu Lintang tidak mengetahui bahwa Sangkuriang adalah seorang anak dari keturunan raja, Sangkuriang memiliki kemampuan yang berbeda daripada Lintang. Lintang pun tidak menyadari bahwa suatu hari apa yang ia alami dengan Sangkuriang, kelak akan membuat dia menjadi seorang jendral yang terpandang.

Namun pertemanan mereka akhirnya harus berakhir juga dengan perpisahan, hal itu terjadi karena Sangkuriang pada waktu itu telah memutuskan untuk berkelana dan menjelajahi bumi nusantara sejak diusir oleh ibunda nya. Ditengah keinginan Sangkuriang yang harus meninggalkan Lintang, Sangkuriang tidak tahu kemana dia harus berjalan. Akan tetapi pada akhirnya kegundahan Sangkuriang tersebut teratasi berkat Lintang yang secara spontan menjadi penunjuk arah kemana Sangkuriang harus berjalan dan berkelana. Lintang mengatakan bahwa ke timurlah Sangkuriang harus melangkahkan kaki.

Sebelum mereka berpisah Lintang berpesan pada sangkuriang bahwa "tepat dibawah perkampungan ini kau akan menemukan ujung bukit, selain menemukan ujung itu, kau juga akan bertemu dengan segerombolan berung (Guriang) yang dikenal sebagai orang-orang yang suka mengganggu orang-orang yang melewati tempat itu. Saran Lintang terhadap sangkuriang adalah ia harus bisa mengendalikan hawa nafsu, karena kalau hawa nafsu kita tidak bisa dikendalikan maka kita juga tidak bisa mengendalikan pikiran dan tubuh kita untuk melawan mereka, hal ini dilakukan guna menghindari gangguan para guriang itu.

Perpisahan Kala Sore Hari

Waktu itu senja belum terlihat menyongsong bumi, tapi perpisahan haruslah mendahuluinya, selain dengan senja yang belum tiba, perpisahan mereka juga seirama dengan diiringi gerimis dari celah langit yang seakan sendu pada keadaan. Ketika hendak Sangkuriang melangkahkan kaki, tiada satu pun pohon yang daun-nya bergoyang, seakan angin juga sedih tak menghembuskan setiap hempasannya pada bumi. Lintang dengan bergelinang mata terlihat tidak kuasa menyaksikan sahabatnya melambaikan tangan dan membalikan kepala, Lintang merasa dirinya tertangtang untuk mengikuti jejak sangkuriang yang memutuskan untuk berkelana.

Selepas kepergian Sangkuriang yang telah berbulan lamanya dan bertahun-tahun. Lintang tiada teman yang biasanya menemani, hal yang menjadi teman Lintang sekarang hanyalah kesepian dan hal itu membuat Lintang mengambil keputusan yang sama untuk pergi merantau, akan tetapi dalam memilih tujuan Lintang lebih memilih untuk pergi ke barat daripada ke arah timur karena dia tidak mau bertemu lagi dengan sangkuriang secara kebetulan. Dia menginginkan pertemuan yang tanpa sengaja, entah itu beberapa tahun kemudian atau suatu saat yang akan datang.


Lintang di Dakeulot

Sampailah Lintang ditempat pemukiman yang bernama Dakeulot, pemukiman yang ramai, dimana nada musik alami mengiringi setiap perkampungan, orang-orang berkumpul dan rumah bambu berjejeran. Suatu kota kecil dengan kehidupan yang tentram dan tenang dibawah kekuasaan Raja. Ternyata ketentraman dan kedamaian dikota ini cukup membuat Lintang senang dan hal itu pula lah yang membuat Lintang untuk memutuskan menetap diperkampungan ini, yang dimana pada akhirnya Lintang akan bergabung dengan pengawal kerajaan (Balamati) yang ada ditatar kerajaan wilayah pada waktu itu.

Dengan keahliannya yang didapat dari pengaruh Sangkuriang waktu dulu, tidak lama buat Lintang untuk mendapatkan peran Jendral, peran tersebut dimilikinya bukan tanpa alasan melainkan karena kepemimpinannya dalam mengalahkan musuh dimedan peperangan yang pernah dia alami.

Suatu hari Lintang mendapat perintah untuk mendampingi sang raja ke lembah putri. Suatu tempat yang tidak jauh dari maralayang dan jauh dari tempat tinggalnya sekarang (Dakeulot). (Lembah putri) suatu tempat yang dianggap Lintang sebagai tempat tak berpenghuni. Perintah yang diemban Lintang adalah untuk mengawal sang Raja yang akan menghadiri sayembara. Lintang dipilih menjadi ketua pengawal karena para raja dan jajarannya mengatahui bahwa konon disana banyak makhluk-makhluk jahat dan salah satunya adalah Berung (guriang), oleh karena itu Lintang yang terkenal sangat tangguh untuk menghadapi lawan-lawan yang sangat kejam dipilih oleh Raja sebagai pengawal.

Sayembara di Lembah Putri

Barak para Raja berserta kuda-kudanya beriringan menyusuri hutan yang terasing dan sepi. Sesekali terdengar suara kera begitu dekat dengan telinga Lintang, tapi hal itu tidak menjadi masalah baginya. Karena jalan ini pernah menjadi tempat bermainnya bersama teman lamanya "Sangkuriang".

2 hari berlalu akhirnya rombongan pun sampai ditempat tujuan. Para raja hendak beristirahat di tenda-tenda yang sudah disediakan penyelenggara, sementara itu Lintang berada tepat diantara dua pintu tenda yang ditempati para Raja. Beberapa saat kemudian keadaan tenda berubah menjadi ramai, Lintang yang berada dekat dengan tenda tersebut secara tidak sengaja mendengarkan obrolan para raja yang sedang membicarakan seorang putri cantik yang pergi ke bukit maralayang dan mempunyai seorang anak yang tangguh.

Lintang pun menjadi semakin penasaran dengan obrolan para raja yang menyangkutpaut kan bukit tak berpenghuni tersebut, matanya semakin mengkerut ketika dia mendengar nama Sangkuriang disebut oleh salah seorang anak Raja. Hatinya gundah dan resah sekaligus bahagia mendengar nama Sangkuriang.

Lintang terlihat sangat seksama mendengarkan pembicaraan para Raja, saking fokusnya, dia tidak menyadari gubrisan dari salah seorang teman pengawalnya, sampai pada akhirnya Lintang tersadar sendiri dari lamunannya dan berusaha untuk berbagi cerita dengan seorang temannya. Akan tetapi pada saat itu Lintang berpikir bahwa "mereka takkan mungkin mengenal Sangkuriang yang aku kenal dulu,"

Namun karena rasa penasaran yang sudah mencapai puncaknya, pada akhirnya juga Lintang bercerita tentang Sangkuriang (seorang teman yang dijumpainya dulu). Dan terkejutlah yang didapat Lintang, karena mereka juga mengenal/mengetahui seseorang yang bernama Sangkuriang. Setelah obrolan yang begitu lama dengan teman-temanya, Lintang akhirnya mendapati bahwa Sangkuriang yang dia kenal dulu adalah keturunan dari raja dan putra dari seorang putri langit yang cantik.

Hal yang membuat Lintang terkejut dari pemaparan temannya adalah ketika salah seorang teman pengawalnya berkata bahwa Sangkuriang dahulu kala telah diusir oleh ibunya sendiri dan dia memutuskan untuk merantau menjelajahi nusantara. Sejenak dia berpikir dan membenarkan bahwa dulu dia sempat merasa aneh melihat seorang anak kecil keluar dari bukit yang sepi dan sunyi tanpa penghuni.

Dengan apa yang didapat Lintang selama dalam oborlannya, Lintang lantas tidak mau percaya begitu saja karena orang-orang yang membicarakan Sangkuriang ternyata tidak pernah bertemu dengan sangkuriang.

Yang paling disedihkan Lintang saat itu adalah karena prilaku sang Raja yang ingin memperebutkan mahkota sang putri dan mempersuntingnya. ada sedikit rasa penyesalan dalam dirinya ketika mengetahui hal tersebut. Lintang beranggapan hal ini adalah salah satu momen yang akan menyebabkan persaudaraan retak dan terpecah belah.

Keyakinannya yang masih ragu tentang Sangkuriang mungkin akan luntur dan berubah ketika matahari terbit menyinari ufuk-ufuk rimbun hutan putri esok hari, seakan waktu adalah jawaban yang pasti terlewati. Sayembara untuk mndapatkan putri pun dimulai dengan seksama, para Raja berkumpul layaknya menunggu sang dewi akan singgah dihati mereka. "Sayembara dimulai dengan cerita perginya putri cantik ke bukit yang tak bernama, yang kemudian mempunyai anak yang bernama Sangkuriang. Ditengah perjalanannya sangkuriang diusir oleh ibunya karena membunuh Tumang yang tak lain adalah anjing kesayangan sang bunda. Sangkuriang pergi bersama panah-panah yang dibuatnya ketika tinggal bersama ibunya".

Kalimat terakhirlah yang membuat Lintang yakin bahwa yang dibicarakan oleh orang-orang adalah sangkuriang yang dia kenal pada waktu kecil. Disatu sisi Lintang bahagia karena sangkuriang yang dikenalnya adalah seorang keturunan dari Raja dan disisi lain Lintang masih sedih karena dia ingin bertemu dengan Sangkuriang.

Ditengah-tengah acara sayembara, terjadi penyerangan oleh gerombolan orang-orang yang tak dikenal, mereka terlihat sangat brutal menyerang orang-orang yang ada disekitarnya, hal itu kontan membuat Lintang bersama teman-temannya terkejut dengan paras mereka yang menakutkan dan terlihat hitam. Lintang pada waktu itu sebenarnya mengetahui bahwa yang menyerang acara sayembara itu adalah guriang-guriang yang dikenal suka menganggu dan jahil, alhasil Lintang dengan pengetahuannya sedikit bisa menahan serangan mereka dengan kesaktiannya dan membuat mereka terpukul kembali kedalam hutan yang rimba.

Penyerangan itu terjadi kembali pada malam hari, tepatnya ketika para Raja sedang tidur dan para pengawal yang mulai kelelahan. Hal itu dijadikan keuntungan oleh para guriang yang hendak ingin merampas harta yang dimiliki para Raja. Akan tetapi dalam misinya itu mereka mendapatkan batu sandungan yang keras dari salah seorang pengawal balamati yang sakti  yang tak lain dia adalah Lintang, dengan sigapnya dia membunuh para guriang satu persatu sampai akhirnya mereka lari kocrat-kacrit ke dalam hutan. Guriang yang kebingungan dan kehilangan nafas ternyata terkejut dengan kemampuan yang dimiliki Lintang, kemampuannya itu pernah dilihat para guriang ketika menghadapi Sangkuriang yang sakti yang akhirnya bisa mengalahkan guriang ke tujuh dan pemimpinnya Wadiabalad.

Kemarahan Wadiabalad

Akhirnya berita kegagalan tersebut terdengar oleh Wadiabalad, dia murka dengan kekalahan yang dialami para tentaranya, bagi dia kekalahan ini adalah kekalahan kedua setelah ditaklukan oleh syahdan Sangkuriang pada waktu itu. Wadiabalad pun bergegas mencari tahu siapa orang yang telah membuatnya merasa malu.

Dengan kuda hitamnya Wadiabalad menusuri hutan maralayang. Disisi lain ternyata pada waktu itu Lintang juga mengejar para guriang-guriang yang kabur ke tengah hutan maralayang.

Alhasil keduanya pun dipertemukan oleh jalan setapak menuju maralayang, pada waktu kejadian itu langit mendung, syahdu dan terlihat muram, suara angin bergemuruh riuh tak terkendali terasa seram, mereka bertatap muka diatas kudanya masing-masing tanpa ada prakata untuk berbicara. Lintang dengan tekad yang baik, ingin mengalahkan para guriang karena mereka telah menganggu para Raja, melukai orang-orang dan dianggap akan meresahkan masyarakat. Sementara itu Wadiabalad dengan tekadnya ingin menghabisi Lintang yang telah mempermalukan dirinya dan kesaktiannya.

Halilintar menggelegar ketika duel Lintang dan Wadiabalad terjadi, belahan langit terlihat riuh dan bergumul angin gemuruh serasa topan. Keduanya saling menyerang tanpa berhenti, Lintang dengan keris dan panahnya, Wadiabalad dengan kekuatan sihirnya, keduanya saling mempertahankan satu sama lain.

Wadiabalad tercengang dengan kekuatan yang Lintang miliki, dia juga berpikir sama dengan para muridnya yang menganggap kekuatan Lintang hampir sama dengan kekuatan yang dimiliki Syahdan Sangkuriang, Wadiabalad pun langsung membuat komunikasi dengan para muridnya. Lintang tidak menyadari bahwa kelak dia akan dicurangi oleh Wadiabalad, isi kecurangannya antara lain adalah bahwa isu fitnah yang dipaparkan oleh Wadiabalad kepada bala tentaranya bahwa Lintang akan menyerang Syahdan Sangkuriang apabila berhasil mengalahkan Wadiabalad.

Pernyataan Wadiabalad sebagai raja yang sakti dan dekat dengan Sangkuriang ditanggapi benar dan ditanggapi baik oleh para tentaranya, alhasil mereka mendirikan barikade yang panjang dari ujung bukit sampai kepada bukit yang unggul agar tidak bisa dilewati oleh Lintang. Lintang merasa tidak ragu dengan apa yang akan dia lawan, Lintang akan terus melawan sampai titik darah penghabisan, tujuannya agar menciptakan kehidupan yang sejahtera di tatar yang ia cintai.

Lintang sebagai seorang manusia biasa sepertinya tidak akan bisa melawan beribu banyaknya guriang yang berjejer memenuhi setiap langkah Lintang berjalan. Sementara itu Wadiabalad tertawa terbahak-bahak melihat Lintang yang dia yakini tidak bisa mengalahkan barikade tersebut. Pada akhirnya Lintang pun gugur dengan beribu tusukan tombak yang menghujam dadanya, sisa panahnya yang berserakan dilesapkan ke langit-langit oleh para guriang.

(Pada akhirnya berita kematian Jendral Lintang santer tersebar dan sampailah pula ke telinga Syahdan Sangkuriang, Syahdan Sangkuriang yang pada waktu itu sudah berada di hutan yang tak berpenghuni (bukit yang unggul) terkejut dan sangat marah, dia menyuruh Wadiabalad untuk mencari pembunuhnya dan menghabisinya. Wadiabalad ketakutan setengah mati melihat murka Syahdan Sangkuring, sebelum akhirnya Wadiabald berkata jujur terhadap apa yang ia lakukan pada Lintang. Oleh karena perbuatannya itu Wadiabalad berjanji akan membalas perbuatannya tersebut, dia berjanji akan mengabadikan tempat dimana Lintang terbunuh menjadi suatu tempat yang sejuk menawan tiada bandingnya yang sekarang dikenal sebagai pekampungan (Palintang-Ujungberung) dan membuat barikade para guriang yang berjejer tepat ketika mengelilingi Lintang menjadi jalan yang akan menghubungkan dengan bukit yang unggul. Wadiabalad juga mengembalikan panah-panah milik Lintang yang dihempaskan ke langit terhujam kembali kebawah menjadi pohon pines sebagai peneduh bumi)