Secara tidak langsung hal ini sangatlah mempengaruhi cara anak berpandangan dan cara anak berprilaku. Apakah saya salah kalau kebanyakan orang-orang digital native itu kehidupan sosialnya agak kurang? Apakah ada kesamaan anak-anak kota yang kesehariannya bermain game, internet atau twitteran dengan anak-anak perkampungan yang kesehariannya bermain disawah, sungai dan sebagainya.
Didalam era globalisasi dikenal istilah global village, artinya kampung global. Yah memang benar orang-orang barat telah mampu mengembangkan sisi kampungannya melalui internet. Sayangnya didalam global village itu ada suatu ranjau bom yang sangat ngeri sekali kalau kita salah langkah. Yaitu apa yang namanya dengan implosion (baca:baudrialrd), atau kata halusnya adalah penyeragaman selera. Mungkin itulah salah satu yang menjadi faktor penyebab pendegradasian nilai sosial di Indonesia.
Salah satu contoh bisa kita lihat pada fenomena bahasa gaul "alay". Bahasa tersebut secara historis lahir lantaran seorang pemakai yang secara praktis dan cepat bisa mengirim kalimat dengan disingkat melalui SMS (Short Message System). Namanya juga short message, jadi yang diungkapkan seseorang melalui sms itu kalimat/kata-kata bahasa indonesia yang dipendekan atau mungkin biar cepat dan tidak cangkeul lengeun. Contoh: bngun tduii pa9i ni pcg sged kpla terasa berat!. Sepintas kita bisa mengerti apa yang dimaksud dengan kalimat diatas, hal ini mungkin terjadi karena kalimat diatas tidak terlalu berbeda dengan kalimat benarnya "Bangun tidur nih pusing sangat kepala terasa berat". namun apabila kita menganalisisnya dengan EYD yang baik dan benar, susunan kata perkata, kalimatnya yang benar maka itu salah dan menyalahi aturan. Lihat saja tidak ada subjeknya, jadi siapa yang bangun tidur? Apakah si pusing?
Jawabannya akan dipostingkan melalui tulisan selanjutnya, terima kasih.
No comments
Post a Comment