Responsive Ad Slot

Latest

latest

Kerajaan Holing & Raja Ta-Cheh (Dari Pembedaharaan Lama-Buya Hamka)

Agama yang dianut oleh kerajaan itu adalah agama Budha sebagaimana kerajaan I Tsing. Kehidupan pada zaman kerajaan Lingga sangatlah terkenal makmur dan sejahtera, kerajaan mereka dianugerahi kekayaan dan kedigdayaan. Sehingga pada waktu itu sampailah kedigdayaan kerajaan Kalingga yang termasyhur itu ke Raja Ta-Cheh. Bagai semerbak mawar yang tertiup angin, maka sampailah ia pada hidung.
Pernahkah kita sekali saja, bercengkramma mengingat darah pahlawan Islam membangun negeri ini, Pernahkah kita jujur pada diri sendiri, membuka kembali kerinduan pada masa lalu yang selalu diretakan, mereka itu meretakan seperti menggoreskan pisau pada air. 
Meluruskan kembali intisari sejarah masuknya agama Islam ke tanah air masih selalu menjadi pertanyaan dari beberapa pihak. Saya rasa bakal selalu ada pihak berlawanan didalam urusan yang satu ini, karena mungkin berpangkal dari sejarah yang berbeda maka akan berbeda pulalah apa yang mereka dapatkan sekarang ini.

Hal diatas itu merupakan sebuah keharusan bagi kita para penerus dan penganut agama Islam dinegeri seribu pulau ini. Sejatinya seorang manusia bila disajikan sejarah yang begitu gemilang maka akan timbul rasa bangga, tapi dalam prosesnya masih ada yang jahat prihal pembelokan sejarah. Bukan tidak lain hal itu dilakukan agar tidak adanya rasa suatu bangga akan perjuangan yang telah ditorehkan oleh pahlawan Islam dalam membangun negeri ini. Itulah kiranya pesan yang saya dapat didalam pembahasan pengantar didalam buku Buya Hamka yang berjudul "Dari Pembedaharaan Lama".

Saya mengira sudah banyak tulisan-tulisan mengenai buku yang ditulis oleh Buya Hamka, tetapi yang menjadi khusus ingin disampaikan disini adalah berupa pengantar awal/tulisan diawal dari beberapa bab yang diterangkan oleh Buya Hamka di buku Dari "Pembedaharaan Lama".

Dibalik semua hikmah ini, saya serasa didatangi sinar dalam gelap, untuk meniti sinar terang dalam mencintai Islam. Lewat Buya Hamka saya semakin tegar kuat dalam menganut agama Islam. Meski Buya Hamka telah tiada namun nyatanya pena yang telah ia torehkan begitu berkala sampai sekarang ini. Itulah hidup yang saya inginkan sebelum pasti meninggalkan bumi ini, saya hendak ingin meretas beberapa karya yang diharapkan berguna dan bermanfaat.

Sekilas Tentang Kerajaan Holing dan Raja Ta-Cheh

Syahdan. Pada abad ke 7 hiduplah sebuah kerajaan di daerah yang waktu itu dikenal dengan sebutan Cho-Po. Kerajaan tersebut terkenal dengan sebutan kerajaan Holing atau yang didalam sejarah kita diketahui sebagai kerajaan Kalingga. Usut punya usut menurut sejarawan asal Tiongkok bahwa Cho-po itu adalah nama lain dari Jawa, maka benarlah kalau disandingkan dengan letak kerajaan Kalingga pernah berdiri, yaitu di Jawa Timur-Pasuruan.

Agama yang dianut oleh kerajaan itu adalah agama Budha sebagaimana kerajaan I Tsing. Kehidupan pada zaman kerajaan Lingga sangatlah terkenal makmur dan sejahtera, kerajaan mereka dianugerahi kekayaan dan kedigdayaan. Sehingga pada waktu itu sampailah kedigdayaan kerajaan Kalingga yang termasyhur itu ke Raja Ta-Cheh. Bagai semerbak mawar yang tertiup angin, maka sampailah ia pada hidung.

Raja Ta-Cheh yang diketahui sebagai orang arab (Muawiyah bin Bu Sufyan) merasa tertarik dengan kabar tersebut, dan membuatnya untuk mengirim utusan untuk menyelidiki keabsahan berita yang menjadi semerbak. Diutuslah Raja Ta-cheh pada waktu itu menuju ke kerajaan Holing, Raja tersebut mendarat di pelabuhan yang kala itu bernama Bang-il. Perlu digaris bawahi bahwa kedatangan kaum Islam pada waktu itu bukan untuk menyerang, melainkan untuk berniaga dan berdagang.  (674-675 Masehi). Barangkali sudah diketahui bahwa pada kurun waktu tersebut adalah 42 tahun setelah kematian baginda Nabi Muhammad SAW.

Raja Ta-cheh kagum benar, aduhai dengan segala kemakmuran dan kesejahteraan yang ada di kerajaan Kalingga pada waktu itu. Dalam sejarah tercatat bahwa pada suatu hari Raja Ta-Cheh hendak menabur emas ditengah jalan, mungkin sebagai sebuah tes untuk menunjukan bahwa kerajaan Kalingga itu tidak tertarik dengan hal lain diluar mereka.

3 tahun lamanya emas itu bergeletak ditengah jalan, tiada orang yang bahkan memindahkannya ke samping jalan. Hingga pada suatu hari sang anak dari Ratu berkuasa, Ratu Sima, Menyepak sekumpulan emas tersebut kesamping jalan. Sehingga tercecerlah emas-emas yang begitu berkilauan dijalan.

Hal ini terdengar pulalah ke telinga sang Ratu, dan murkalah dia mendengar berita tersebut. Indikasi mengapa sang Ratu marah mungkin lebih kepada faktor ideologi kerajaan pada waktu itu dengan kemegahan dan ajaran. Hal tersebut membuat ia malu dan kecewa dengan yang dilakukan anaknya.

Sang Ratu menghukum anaknya sendiri dengan memotong kedua kakinya, meski telah beberapa kali penasihat menasihati sang Ratu untuk tidak melakukannya namun sang Ratu nampak tidak bergeming untuk memotong kedua kaki anaknya tersebut.


Hikmah Yang Bisa Diambil

Selaras dengan pengantar diatas, bahwa saya ingin meluruskan intisari sejarah masuknya Islam ke negeri Indonesia ini. Sehingga bila kita membuka kembali sejarah dengan jujur tanpa adanya pandangan yang berbeda maka akan didapat bahwa indikasi pertama kali agama Islam datang ke negeri ini bukan pada abad ke 11 seperti yang selalu didengungkan oleh para orientalis, termasuk Snouck. Melainkan abad ke 7 masehi, seperti selarasnya pernah berdiri kerajaan Kalingga di Jawa TImur-Pasuruan.

Namun Buya Hamka menyinggung juga didalam bukunya bahwa ada juga seorang ulama yang mengatakan bahwa Islam sudah masuk pada masa khilafah Utsman, sebelum Muawiyah. Hal itu diperkuat dengan sejarah yang menyatakan bahwa ketika utusan Raja Ta-Cheh tiba di pelabuhan Bang-il, mereka melihat sekelompok orang komunitas muslim.

Dengan sejarah kita bisa menelusuri buah tinta yang ditorehkan oleh nenek moyang kita, khususnya orang-orang islam. Namun ada saja mengeruak segelintir orang yang ingin menodai tinta emas yang pernah ditorehkan oleh para pahlawan Islam. Tujuan mereka adalah seperti yang melenyapkan rasa bangga akan perjuangan yang gigih melawan para orientalis (penoda).

Saatnya kita membuka mata kita jauh memandang kelicikan orang-orang berwajah dua, kita tidak mau tinta emas menjadi pudar hanya goresan yang masih bisa kita gasak menjadi hilang dan musnah.
(Cahaya Yang Hilang-Berharap Ada Terang Kembali)
( Hide )

Don't Miss
© all rights reserved
made with by templateszoo