Iklan

Muhammad Zaki Al Aziz
October 06, 2022, October 06, 2022 WIB
Last Updated 2022-10-06T02:54:54Z

Memaknai Falsafah Handarbeni di Hari Pancasila


 

Handarbeni: Bawa Kearah Baik Bukan Sebaliknya

 

Banyak makna dalam menafsirkan hari lahirnya Pancasila yang selalu diperingati pada tanggal 1 Juni. Akan tetapi garis besarnya tentu terletak pada bagaimana akhirnya kehadiran Pancasila mampu menaungi keberlangsungan kehidupan rakyat di Indonesia yang beragam, baik bahasa, suku atau budaya. Ia hadir sebagai perekat diantara keragaman tersebut. Dengan kata lain selama nilai-nilai Pancasila itu dipegang, baik sebagai sebuah filsafat negara atau sebagai sebuah Weltanschaung seluruh bangsa, maka kehidupan berbangsa dan bernegara setidaknya akan terjamin.

 

Namun belakangan ini justru kita banyak dipertontonkan, dalam berbagai macam media, berita-berita tentang kisruh politik yang kiranya menjadi pertanyaan bagi kita. Kita ambil saja contoh yang saat ini ramai diperbincangkan yakni perhelatan besar olahraga Formula E yang akan diadakan di Jakarta nanti.

 

Yang menjadikan hal tersebut ramai, sebelum acara itu dimulai, adalah timbul respon-respon yang sepertinya masih berbau warisan sisa-sisa pemilu yang kemarin. Terdapat dua blok yang satu sama lain saling melontarkan komentar. Blok pertama tentu bisa kita sebut mereka yang mendukung Anies Baswedan dan yang kedua adalah mereka yang tidak sepaham dengan apa yang dilakukan Anies Baswedan.

 

Sebenarnya sikap seperti itu tidak hanya terjadi pada Anies saja. Hal tersebut bisa terjadi pada siapapun. Ketika ada tokoh publik yang muncul dan mempunyai kebijakan tentang sesuatu, maka yang dilihat mereka nampak bukan gagasannya akan tetapi lebih pada sejarah atau track record orangnya.

 

Padahal waktu telah berlalu, seiring waktu berputar biarlah kisah kemarin itu menjadi pemersatu bagi kita untuk melihat masa depan. Sebenarnya dalam iklim negara demokrasi hal diatas sah-sah saja terjadi. Tapi mengapa kita tidak bisa duduk bersama-sama, mendukung satu sama lain, selama hal tersebut bisa megharumkan nama bangsa?

 

Handarbeni: Bawa Kearah Baik Bukan Sebaliknya

 

Istilah handarbeni sejatinya diambil dari pepatah jawa “Mulat Sarira Hangrasa Wani, Rumangsa Melu Handarbeni, Wajib Melu Angrungkebi” atau dalam bahasa Indonesianya kurang lebih “Berani Mawas Diri, Merasa Ikut Memiliki, Wajib Ikut Menjaga/Membela”. Pepatah ini sangat cocok bila diaplikasikan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Karena didalamnya memuat nilai-nilai solidaritas antar sesama dan cinta pada negeri. 


Merasa ikut memiliki contohnya adalah ketika ada perhelatan olahraga internasional yang diadakan di Indonesia, maka kita harus bangga dan ikut mendukung terselenggaranya hal tersebut. Bentuk dukungannya pun bisa sangat beragam. Kalau sebagai rakyat mungkin sikap yang paling sederhananya adalah ikut mendoakan atau meramaikan acara tersebut dalam setiap kesempatan. Nah kalau sekelas pemerintahan yang mana, acara tersebut akan mempunyai dampak bagi Indonesia itu sendiri, harusnya benar-benar ikut mensukseskan acara tersebut bukan malah sebaliknya. Karena narasi yang tersebar selama beberapa hari ini adalah terkait perpisahan antara Pemprov DKI dan Pusat.


Namun perlu dicatat juga bahwa makna Handarbeni tidak selamanya dikatakan baik. Disatu sisi tidak ada batasan untuk merasa ikut memiliki, selama hal tersebut di dasari rasa cinta pada dan untuk memajukan negeri ini. Tapi disisi lain akan sangat tidak baik juga kalau kita menggunakan handarbeni tidak pada tempatnnya. Seperti apa yang dijelaskan Sartono Kartodirjo dalam hubungannya dengan birokrasi yang ada di Indonesia.

 

Menurut Sartono, zaman ini banyak merebak kebudayaan Handarbeni. Tidak ada batas yang jelas antar jabatan resmi dan jabatan keluarga atau antar kepemilikan negara dan kepemilikan keluarga. Kepentingan tertentu seakan didewakan, sedangkan rakyat masih saja menjadi korban. Apalagi kalau yang dinamakan keluarga itu yakni keluarga besar yang mempunyai kepentingan tertentu dan dengan tujuan tertentu. Yang ditakutkan dari hal ini adalah lahirnya oligarki atau gurita kekuasaan ketimbang keadilan.