Perahu Kecil di Samudera Luas


Perjalanan yang sangat panjang dan sering kali berujung dengan kepasrahan. Selama digurun aku masih bisa bersandar pada pohon kurma yang berdiri tegak lantang ditengah teriknya matahari. Beberapa batang pohonnya serasa surga bagiku, menyejukan dan mengembalikan bugarku untuk terus menyongsong pagi. Tapi saat ini aku bukanlah digurun, aku sekarang tepat berada disamudera yang terbentang luas, seringkali aku berpikir tidak ada tepian untuk menepi bahkan hanya untuk menyandarpun aku tidak bisa. Aku kehilangan arah, aku pergi dengan sejuta kepasrahan dan keniscayaan dan aku tidak ingin mati sia-sia.

Kemana aku harus mendayuh bila tka ada arah pasti yang harus aku cari, aku tak mampu membiarkan semua ini berlayar mengikuti angin, aku tak mau terbawa arus mematikan hanya untuk satu tujuan. Lalu aku putuskan berhenti ditengah samudera, menenggadah ke atas sama saja biru menghampar dan tak ada petunjuk yang sama seperti disamudera.

Wahai langit, bila kau berujung nampakanlah bagiku
Dengan tanda dari burung, atau apapun itu
Wahai langit biru, tahukah kau
Kemana samudera ini membawaku?

Tiba-tiba, cipratan air mulai membising dan dengan sengaja membasahiku serasa itu tanda, akan tetapi setelah aku lihat mereka hanya segerombolan ikan yang lewat saja. Melihat sekelilingku terhampar birunya meluas dan tak berujung, aku mulai mengangkat tangan kembali untuk mendayuh. Serasa diam ditempat yang sama diwaktu yang sama dan untuk yang akan datang akan sama seperti ini. Inikah hidup?

Wahai laut, biarkanlah aku menepi
Diseberang sana, apakah ada bukit?
Atau sejenis hutan, atau seperti ini saja?
Wahai samudera, kau kuat dan aku yang lemah

Tak ada tujuan untuk saat ini dan mungkin aku akan mati dengan sia-sia disini, meskipun mendayuh seberapa jauh tapi yang aku dapati hanya pertanyaan kembali `seberapa jauh lagi` aku harus menepi. Matahari dengan perlahan meninggalkanku, sepertinya mereka enggan menolongku tapi tenang saja samudera masih ditemani bulan setiap malamnya dan itu sedikit mengahangatkan tubuhku.

Tubuh terasa lelah, tangan sedikit pilu karena sering mendayuh, mata membiru karena sekeliling adalah biru yang membaur. Aku terlentang dalam satu perahu kecil seukuran tubuhku, melihat kembali keatas langit dan apa yang aku dapati adalah senyuman ketika melihat bintang yang bertebaran diatas sana, ditempatkan disuatu tempat bagi mereka. Sejenak aku berpikir apakah disamudera sini juga nampak hal seperti itu? Hasil cipta yang begitu nyata dan sedikit membuat perasaan pasrahku membaik walau hanya sesaat. Dalam hati aku merenung bahwa mungkin disamudera sini banyak juga yang seperti itu, berserakan sesuai dengan apa hakikat mereka dicipta.

Tepat disebelah arah kiri saya, terdengar bunyi menggaung yang menakutkan tapi menggelitik sukma jiwa. Sekumpulan makhluk aneh yang besar hampir 100 kali lipat dari perahuku. Aku takut tapi aku penasaran, aku ingin mengikuti mereka yang hidup berdampingan bersama kawannya. Yang aku dapat adalah bahwa disamudera sini juga aku tidak sendiri, banyak hal yang masih belum aku temui untuk aku syukuri. Setidaknya dengan keheningan malam, bisa menemani malam sepiku disini.

Wahai pagi kenapa kau kembali
Membangunkan aku, mebuyarkan cerita tidurku
Wahai pagi kenapa kau terus menakuti langkahku
Membiarkanku untuk kesekian kalinya sendiri

Aku belum ingin mendayuh, aku belum ingin mencari arah lagi yang aku ingin sekarang adalah merenung karena pertemuan dengan pagi ini sama saja dengan pagi kemarin dan yang lalu malah mungkin kedepannya akan sama saja. Hidup dalam ketidak pastian yang menentu, serasa diombang-ambing oleh samudera, dibingungkan oleh hasil cipta entah siapa.

Siapakah engkau
Dimanakah engkau

Hati mulai bertanya kenapa aku berada disini, tepat ditengah kebingungan yang tak berdesis sedikitpun. Apakah tujuanku disamudera sini, bagaimana bisa aku menjalani ini dengan kebuntuan. Tanya yang begitu menyayat hati, seketika mungkin yang aku temui sekarang ternyata lebih dari hari kemarin. Aku merasa kehadiran teman-teman yang beragam, apakah ini kenyataan pagi atau apakah ini akibat aku bertanya pada engkau?

Untuk saat ini, senyumku menyambut
Beragan cipta reksa menyadarkanku
Engkau wahai yang tiada yang selain ketiadaan tapi selalu ada
Apakah ini sebuah jawaban?
Maaf, engkau aku lupakan hanya untuk sebuah kepasrahan
Seharusnya engkau selalu aku ingat dimanapun itu

Semangatku hari ini sangat menggebu, mendayuh dan membalik-balikan arah dan dengan nyanyian alam yang begitu mempesona. Aku tahu pasti ada jalan yang akan aku temukan, setalah itu tak lama dari setengah hari mendayuh aku mendapati air nampak berubah warna, kehijau-hijauan dan semakin pekat hijaunya aku terus mendayuh bahwa ada muara tepat diarah sana dan memang benar apa yang aku dapati adalah muara dibalik tebing terjal itu.

Aku sudah menebak bahwa apa yang aku lewati dengan silih bergantinya siang dan malam, aku mendapati arah hidup yang sebenarnya masih luas, dan lebih besar daripada samudera ini sendiri. Aku kembali berkata pada engkau wahai engkau, kemanakah aku? haruskah aku? bagaimana aku?

Karena aaku benar-benar merasa bahwa ada sesuatu yang terus membisingiku setiap kali aku berpikir dan setiap kali aku merenung. Untuk saat ini aku ingin bersandar pada tebing yang terjal ini, mungkin dibalik tebing ini ada sesuatu seperti yang aku temui disamudera sana. Engkau wahai engkau, aku berujar hanya padamu ketika aku kehilangan pegangan arah. Engkau aku yakini sedang berada didekatku bermain bersama dan mendayuh bersama, terima kasih engkau membuatku sadar, dengan cipta reksamu engkau aku sujudi.