Harmoni Persimpangan Jalan

Embun pagi seakan selalu menjadi teman setia ketika hendak membuka mata dan menjalani hidup lalu menutup mata kembali untuk menyambut pagi. Aku yang terlahir sebagai seorang musisi jalanan selalu bersyukur atas anugrah yang selalu berlimpah ruah. Ia memang begitulah seharusnya hakikat manusia ketika terlahir ke bumi, harus bisa mensyukuri apa yang telah diberikan-nya, meskipun sering kali manusia merasa frustasi dengan peran yang diberikan tuhan ke dunia dan sering merasa tidak puas dengan apa yang dia lihat ketika melihat orang-orang lain terlahir sebagai seorang yang lebih baik dari dirinya sendiri.

Ketika matahari mulai menyongsong pagi, teranglah cahaya dan menenggelamkan serpihan-serpihan bulan sisa malam tadi, inilah saatnya aku bergegas melangkah demi selangkah untuk menjalani rutinitas keseharianku sebagai penyanyi jalanan. Aku mungkin adalah seorang manusia yang paling beruntung didunia ini, tak ada orang lain yang seberuntung diriku. Itulah kata-kata yang selalu aku tanamkan pada diri sendiri ketika menghadapi hidup yang penuh dengan misteri. Aku tidak mau suatu hari misteri itu menjadi penguasa dalam diriku, aku tidak ingin ke-misterian itu membuatku menjadi gelap pandangan akan sekitar. Oleh karena itulah aku senantiasa memunajatkan doa pada Tuhan untuk selalu diberi cahaya terang kehidupan.

Teman yang pertama aku lihat ketika bangun adalah gitar kecil berwarna coklat yang sudah lusung dipenuhi stiker-stiker OI, Slank dan stiker Punk. Tidak banyak orang yang tahu bahwa aku dan gitar itu sudah seperti orang berpacaran. Karena kita selalu saling mengisi ketika sepi menyeringai dan saling memberi ketika kita saling membutuhkan. Sementara itu aku juga biasanya selalu menyempatkan sedikit waktu untuk menulis beberapa puisi dalam buku kecil disamping kasur tua itu sebelum aku hendak mencari uang.

`Aku sedang tidak bermimpi, Sentuh saja apa yang ku lihat, masih terasa dan nampak seperti kemarin namun hanya saja hati yang tidak nampak seperti kemarin, terbangun dan lebih gusar untuk lebih baik dari kemarin, aku biarkan gemuruh angin membuka mata, tanpa menutupi, takan aku biarkan anugerah indah terdampar ke dunia ini karena kita hidup diantara sabda-sabdanya yang menjanjikan.`

Aku pertama kali menjadi seorang penyanyi jalanan/pengamen ketika aku masih umur 7 tahun, bersama kawan-kawan yang lain aku telah melewati hari-hari yang tidak sebentar hidup dijalanan. Aku mempunyai rasa tanggung
jawab terhadap Ibu dan adik-adik-ku, mereka adalah keluarga yang sangat aku sayangi dan cintai. Sepeninggal-nya almarhum ayah yang terkasih, rasa kedewasaanku tumbuh bersama keadaan yang membuat keyakinan-ku menjadi kuat dan tegar dalam menghadapi hidup. Aku jadi teringat pesan ayah ketika masih hidup yang berkata: `Kita hidup bagai tanah, selalu ada air yang membasahi tanah kering, melahirkan kehidupan2 (tumbuhan), namun ada juga musim yang panas sehingga tak ada air yang membasahi.` Pesan ayah itu akan selalu aku ingat sampai kapan-pun itu.

Seperti hari-hari biasa aku selalu menjadi bagian yang tak terpisahkan dengan persimpangan jalan-jalan dekat lampu merah itu. Selain untuk menghibur orang-orang yang naik kendaraan umum atau kendaraan sendiri, ditempat itu juga aku selalu bertemu orang-orang yang selalu memotivasi untuk menjadi lebih baik. Aku selalu berharap suatu hari terang-pun akan menerangi hidupku, hidup keluargaku dan hidup pengamen lain-nya.

`Hidup ini indah, seperti pelangi diatas sana, yang menaburkan warna-warni, mewarnai bumi, Aku bayangkan biru langit dibawah langit, terhampar semua cipta nya, mewarnai biru, menjadi bingar dalam ruang, tak ada kosong dalam bingkai, kubayangkan aku bahagia, dengan kesetiaan hidup dalam bingkaimu.` Lirik diatas adalah bagian dari lagu yang aku ciptakan, kawan-kawan semua yang ada dijalanan tahu bahwa aku suka membuat puisi dan lagu. Lagu diatas adalah salah satu dari karya-karyaku yang mempunyai arti penting dalam menjalani hidup yang penuh dengan tantangan. 

Harmoni nada gitar, alam, kehidupan dan keindahan akan selalu hadir didunia ini dan bagiku hal tersebut akan selalu mengiringi setiap langkah yang aku lewati dipojok jalanan itu. Setiap saat aku duduk disamping trotoar bersama kawan-kawan aku seraya berkata pada diri sendiri: `Berjuta kata terlontar menggumam, aku tetap aku, sang pemenang, berkali-kali nama ku diucap, aku terbayang, melayang tinggi diatas nusantara, terbanglah selalu tinggi meraih mimpi.`Sepenggal kalimat diatas itu sangat cocok ditulis dalam buku kecil sebagai kalimat penutup hari ini, sebelum senja datang dengan cepat, aku bergegas kembali pulang kerumah kecil didekat rel sana.

Selalu ada keinginan untuk aku dan kawan-kawan pengamen lain-nya mendapat cahaya baru dalam hidup, meskipun hal itu tidak semudah yang kami bayangkan dan impikan, akan tetapi secercah harapan masih bisa terasa kehadiran-nya. Diheningnya malam ini aku sangat senang berada ditengah Ibu dan adik-adik-ku, dengan hasil bernyanyi tadi sudah cukup bagi kami untuk mengisi rasa lapar kami.
Selamat malam tuhan, aku bersujud berdoa padamu semoga mimpi indah selalu menyertai sepi, sehingga aku akan terbangun dengan wajah berseri. Untuk masa lalu yang kita lewati dengan senyuman, kita bersama melihat kedepan, masih ada sinar yang selalu setia walau gelap masih terasa. –Samping rel pelataran rumahku-