Responsive Ad Slot

Latest

latest

Berjuang Ditengah Kemunafikan –Sebuah Cerpen-

images
Ini adalah kisah pertemuan 2 pemuda yang selalu gigih didalam membela rakyat. Mereka berdua padu memadu untuk mencari kedaulatan bagi rakyat. Mereka laksana pejuang ditengah huru hara yang terjadi didalam negeri/pemerintahan. Mereka berdua mencari solusi sebagai jawaban hati yang selalu risih melihat kelakuan para kaum pejabat koruptor yang semakin tiada rela melihat keadaan rakyat. Mereka berdua dikenal dengan sebutan Ishadat dan Langka.


Syahdan, suatu hari Ishadat sedang berjalan sebagaimana mestinya sehari-hari. Ishadat hendak pergi berkerja disebuah perusahaan yang cukup besar di ibu kota. Namun kebesaran dan kedigdayaan perusahaan tersebut tiada menciptakan sebuah kebanggan didalam hati Ishadat, malahan kebesaran dan kedigdayaan perusahaan itu merupakan sesuatu hal yang sangat berlawanan dengan Ishadat.

Ketidak serasiannya tersebut lahir karena Ishadat selalu berpikir, merenung secara hati-hati bagaimana kita orang pribumi hanya menjadi budak dari pabrik yang kebanyakan dikuasai oleh orang-orang asing. Ishadat selalu bersedih hati melihat kenyataan-kenyataan yang tak hanya menampar muka, akan tetapi menampar hati. Ia tidak rela melihat saudara-saudaranya menjadi budak bagi kaum elit.

Dia mengetahui bahwa ketika seorang pengusaha yang menguasai sebuah perusahaan maka ada pula kerja, barang yang terus diproduksi secara berkala, dan upah kepemilikan yang lebih besar daripada buruh perkerja. Dipabrik-pabrik besar tersebut para pekerja layaknya seorang yang sudah biasa pada hukum yang sangat keras yakni hukum besi.
capitalist-greed
Disaat kaum pekerja tengah berkerja keras tiada henti –digantinya malam yang untuk beristirahat menjadi aktivitas seperti disiang hari- diwaktu itu pulalah para kaum elit tengah berfoya-foya dari hasil keringat para buruh pekerja. Kaum elit dirasa tiada puas dengan kemewahan yang ia dapati, karena kekayaan yang mereka dapati mengharuskannya melebihi dari kecukupan kebutuhan mereka sehari-hari.

Ketika hendak Ishadat tiba dirumah, ia bertemu dengan seorang laki-laki yang hendak mencari tempat untuk bernaung. Diajaklah dia oleh Ishadat ke rumahnya, untuk secangkir air dan makanan ringan sebagai bentuk kebaikan untuk mufasir.

“Siapakah namamu wahai saudaraku"? tanya Ishadat.

“Aku langka dari daerah timur” jawab Langka.

“Ada gerangan apakah engkau mengunjungi ibu kota ini”? tanya Ishadat.

“Aku hanya ingin melihat pemdangan yang hilang, yang dulu pernah menjadi sebuah sejarah yang hebat betapa kemerdekaan hadir disini!!” tegas Langka menjawabnya.

“Apa maksud engkau Langka? tanya Ishadat.

“Aku kesini dengan berbagai alasan yang sudah menjelimet didalam hati, aku terpacu oleh keadaan yang carut marut di ibu kota ini”

“Aku selalu bersedih hati mengapa ibu kota yang seharusnya menjadi kebanggan rakyat, ternyata hanya menjadi ladang bagi para koruptor dan tangisan bagi rakyat.” dengan nada geram Langka meneruskan penjelasannya.
448421
“Apakah engkau mengetahui disaat para pejabat dengan berbagai alasan yang dipaksakan masuk secara logis, mengganti fasilitas sebagai kenyamanan dalam berkerja, pada waktu itu pula berjuta tamparan terasa oleh rakyat, rakyat menjadi korban dari semuanya kalau mereka tahu!!”.

“Apakah engkau mengetahui disaat para pejabat –mereka dusta pada kenyataan awalnya-, ingkar pada janji anginnya untuk memajukan bangsa dan mengurangi kemiskinan, ternyata malah sebaliknya mereka menjadi sosok drakula, sosok yang menyeramkan yang selalu menghisap uang-uang rakyat. Ia mereka adalah para koruptop bejad!!.”

“Dan pada saat itu pula sangsi-sangsi sosial datang dengan sendirinya dari masyarakat. Seolah mereka tidak percaya , tapi kenyataanya memanglah demikian, rakyat merasa dibohongi, didustakan dan disakiti, mereka menangis.” Langka dengan nada kesal menjawab.

“Sungguh itupun yang aku rasa wahai sahabatku, perasaanmu adalah keluh kesahku sehari-hari . Tidak hanya pada negara aku sering meneteskan air mata, namun pada titik rendahpun aku seringkali terpukul melihat keadaan yang semakin ruwet ini.” dengan nada lesu, Ishadat meneruskan perihak kesedihannya pada Langka.

“Aku sebagai seorang buruh dipribumi ini, negara seakan enggan untuk memberi kami kelayakan yang pantas sebagai seorang rakyat yang membutuhkan keadilan. Yang ada padaku adalah pikiran bahwa para aparat negara tengah melakukan sesuatu yang busuk dibelakang ini semua. Mereka seolah diam berjuta kata dengan sogokan yang besar yang ditawarkan oleh kaum elit. Sebagai salah satu jalan untuk memuluskan bagaimana perusahaan2 besar milik kaum elit tetap berjalan.” dengan sedih Ishadat berhenti bicara.

“Sungguh benar wahai sahabatku, itu sudah merupakan sebuah sistem yang berkala. Mungkin kita sungguh telah salah memilih seseorang pemimpin yang tiada berdaya melihat keadaan carut marut seperti ini.”

“Hal ini aku banyak dapati ketika  aku banyak berbincang dengan rakyat-rakyat yang banyak menyesal. Dahulu memilih pemimpin yang dianggapnya bisa menyelamatkannya dari keadaan.”

“Kebanyakan mereka berkata bahwa anggapannya salah, karena melihatnya hanya pada tataran luarnya saja. Mereka  seolah merasakan telah menjadi korban salah tangkap dari anggapan bahwa seorang pemimpin itu haruslah berwajah tampan, gagah berani, tegak dan tegap, rupawan, berwibawa dan berprestasi. Bila mereka tidak berdusta pada rakyat, mana mungkin mereka sekarang bermewah-mewahan, mana mungkin rakyat mampu melontarkan hal seperti itu, sementara janji-janji yang manis yang dulu pernah dilontarkan hanya sekedar kepalsuan yang terselubung!!!.” Langka dengan nada marah.

“Sungguhpun benar begitu, namun kita tetaplah rakyat kecil, untuk membalikan keadaan itu tiadalah mudah semudah kita bicara disini wahai sahabatku.” Ishadat berkata dan melanjutkan perkataanya lagi:

“Bukankah kita sering melihat bagaimana hukum menjadi sebuah momok yang menakutkan bagi kaum yang tiada memiliki uang banyak. Bagaimana kita melihat seorang pencuri -dengan keadaan terdesak ingin mencari makan walau sesuap- mencuri kerupuk dan dia dipenjara 5 tahun lamanya.”

“Sedangkan para pejabat yang mencuri uang rakyat, yang kita tahu uang itu tidaklah sedikit, melainkan banyak sekali. Mereka dipenjara hanya sebentar saja bahkan bila benarpun mereka dipenjara, maka mereka masih mampu membeli penjara itu dengan uang dan menjadikannya sebagai kantor baru atau rumah baru dengan fasilitas yang aduhai enak sekali.” Ishadat sambil sinis dengan nadanya.

“Begitulah kehancuran sedang menggerogoti dan semakin mendekati negara yang kita cintai ini. Kita benar-benar melihat orang kaya semakin kaya dan orang miskin semakin tertindas.” Tandas Langka.

“Apa yang bisa kita usahakan untuk bisa mengubah ini semua  wahai sahabat?” Ishadat bertanya.

“Kalau kita hanya berdua sahaja, maka tiada mungkin bagi kita unutk melawan mereka, haruslah ada terlebih dahulu suatu kekuatan yang dimiliki secara bersama-sama dengan kekuataan solidaritas sosial yang tinggi. Yang membuat kita padu, sehingga semapailah kita untuk bersama melawannya.” Dengan tegas Langka menjawab pertanyaan yang dilontarkan oleh Ishadat.

“Aku mengerti apa yang hendak engkau maksud, kalau begitu kapan kita bisa memulai semua ini. Dengan mengumpulkan teman-teman terdekat, teman-teman yang mempunyai rasa yang sama, berkumpul dalam satu tujuan mulia?”

“Secepatnya kita harus sedikit demi sedikit memulai dari yang terkecil. Karena kita tahu bahwa rakyat yang merasakan betapa ketidak adilan dirasakannya walau hanya sedetik, sangat membutuhkan suatu keadilan.” Langka menjawabnya.

“Kalau begitu biarlah aku yang mengumpulkan dulu orang-orang terdekat yang ada dikampung ini” Ishadat meminta.

Pada waktu itu mereka berdua mengadakan diskusi setiap malamnya, setiap selesai mereka bersembahyang. Sesuai dengan rencana bahwa diskusi itu menyorot prihal permalahan yang ada dinegeri ini.
Sebulan berjalan, diskusi yang disajikan secara sederhana dengan kesaudaraan yang baik ternyata mampu menarik orang-orang lainnya. Sehingga banyaklah sekarang yang mengikuti diskusi selepas sembahyang itu.
Ishadat dan Langka seraya api yang membuat kayu itu menyala-nyala. Suatu kebangkitan yang membangkitkan.
Apa yang mereka diskusikan hanyalah untuk menyadarkan diri, bahwa kita dicipta Tuhan ke dunia untuk menjadi makhluk mulia. Bumi ini milik kita semua tanpa ada kelas-kelas dalam masyarakat, tanpa ada kaum elit, miskin, tengah dan semisalnya. Bumi ini adalah ciptaan Tuhan, maka janganlah berbuat sombong terhadap milik-Nya.

Namun dengan menyebarnya dan kian semakin banyak yang mengikuti diskusi tersebut maka ada pulalah badai yang akan selalu menjadi pemenggal bagi ketulusan mereka. Permasalahan baru muncul diwaktu yang bersamaan.

Ada segolongan orang-orang yang selalu mengikuti diskusi tersebut ternyata dibelakang, mereka menjadi seorang yang munafik, mereka seakan tidak rela dengan kehadiran Langka –sebagai seorang pendatang baru- ditengah kampung mereka. Mereka munafik pada Ishadat, Langka dan teman-teman lainnya. Bahkan mereka pada akhirnya menganggap Langka sebagai provokator yang ulung dikampung ini.

Ishadat dan Langka mengetahui bahwa ada segolongan dari mereka yang pernah mengikuti diskusi telah menjadi penyerang balik. Namun mereka percaya bahwa kebenaran selalu ada menyertai mereka.
Puncak dari permasalahan mereka terjadi pada saat orang munafik itu melaporkan bahwa ada satu orang kampung –dia pendatang baru- yang dianggapnya berbahaya dan telah memasukan doktrin-doktrin/radikal untuk masyarakat terhadap pemerintah.

Namun Langka berhasil lolos dari sangkaan tersebut. Dianggapnya oleh dia bahwa kejadian tersebut sebagai asap yang berlalu. Tiada bukti dan memang tidak ada bukti yang bisa membenarkan perkataan mereka.
Mereka –kaum munafik yang tersingkirkan- tidak tinggal diam dengan kegagalan tersebut. Mereka seolah-olah seperti anjing yang menggila ketika mendengar Langka bisa lolos dari tuduhannya.

Sementara itu, dipihak Ishadat dan Langka berserta para teman-temannya. Mereka sudah tentu tahu bahwa dengan kegagalan yang mereka alami, tidak akan meredakan hati yang sudah terkikis oleh dengki dan jiwa yang telah hitam terbungkus nafsu. Langka tahu bahwa akan ada rencana baru yang akan diluncurkan mereka.
Usut punya usut, mereka –orang munafik itu- adalah pada aparat desa, kaum intelektual didesa itu. Mereka-merekalah yang tidak rela kerusakan yang dihadirkan Langka. Sepertinya mereka tidak rela kaum yang tertindas sadar akan kekuasaan.
Mereka –kaum yang tiada rela kebenaran ditegakan- mempunyai rencana baru. Rencana yang akan dilontarkan mereka adalah rencana yang akan membuat hari kita ngeri dan miris serta pilu. Mereka mumpunyai rencana buruk untuk dapat memasukan Langka ke penjara.
Mereka mempunyai rencara untuk mengorbankan beberapa orang -sebagai tumbalnya- untuk meyakinkan bahwa terdapat suatu kesalahan pada diri Langka. Rencana mereka sungguh keterlaluan dengan mengorbankan orang dari pihak mereka seakan-akan telah dibunuh oleh orang dari kalangan Ishadat dan Langka yang pada akhirnya orang tersebut –dari kalangan Langka- dibunuh oleh mereka.
Disisipkannya hasil-hasil diskusi pada saku korban yang membunuhnya, hal ini dimaksudkan untuk sebagai bukti nyata dari kesalahan yang ada pada diri Langka. Akhirnya menjadi sebuah fitnah yang benar-benar nyata yang menimpa Langka.

Langka bersedih, Ishadat menangis, dan teman-temannya merenung. Melihat betapa kehancuran sangatlah dekat dengan kita. Tidak hanya sebatas kita bisa sampai melawan pemerintahan yang gagal, tapi selangkahpun kita berbuat kebaikan, badaipun akan senantiasa bergelora.

Akhirnya Langka dengan beberapa bukti yang telah didapatkan, dia dipenjara atas tuduhan menyebarkan pemikiran yang radikal untuk melawan pemerintahan. Dia dianggap sebagai seorang teroris -diatas misi yang sebenarnya sangat mulia- untuk orang-orang yang tahu. Dia dijatuhi hukuman 50 tahun penjara, menghabiskan masa tua nya dipenjara.

Diakhir hayatnya Langka berpesan pada Ishadat dan beberapa teman yang lain-nya bahwa:
“Berhati-hatilah pada mereka orang munafik, yang mempunyai kedudukan. Barangkali dibaliknya itu terdapat sesuatu persetujuan dengan pihak penguasa, mereka itulah para pion-pion, kaum intelektual yang menjadi penengah yang menjalankan ide-ide dari penguasa kepada rakyat, sehingga rakyat seolah-olah tidak sadar dan diam bahwa ada suatu kebobrokan yang tengah terjadi dilingkungan kita”  mereka adalah orang yang mangkir dari ajaran/aturan yang telah disyariatkan. Karena mereka itulah rakyat akan senantiasa selalu diam dibawah kendali.
EuGreeceCrisis

Namun Tuhan berkata lain dengan Keinginan Langka. Sebelum Ishadat menyebarkan pesan terakhirnya itu, Ishadat lebih awal mati dari pada Langka. Dia tewas ditusuk oleh orang tidak dikenal selepas menunaikan ibadah dimalam hari. Cita-cita Langka sesaat hancur lebur dengan ketidak percayaan yang terjadi pada sahabatnya Ishadat. Nampaklah kehancuran yang akan senantiasa kita tunggu tiba datangnya.
( Hide )
  1. Keren, Zak! Keep writing, share and care. :)

    ReplyDelete
    Replies
    1. Widih aya defie :D
      Nembean berkunjung fie ka blog ieu? :P

      Ok brother, i will....

      I will follow you to be great hehehe

      Delete

Don't Miss
© all rights reserved
made with by templateszoo