Kegalauan Dalam Rentetan Peralihan (Aku dan Pengkritik)

Aku orang yang begitu malang, begitu bimbang, ditengah gelombang yang mengombang-ambingkan.

Aku adalah orang yang sedih, tiada sumbangsih, tapi ingin melawan meski tertatih-tatih. Aku seperti seorang pahlawan dari novel*, ia berdiri dipantai yang bersahaja, menanti massa depan, mengamati ombak bergulung, merasakan kegembiraan yang memusingkan dan aneh. Mungkin inilah zaman ketidak menentuan dan ketidak sempurnaan.

Aku hidup dizaman dunia yang mungkin telah lelah dengan pergolakan tak menentu pada setiap pemikiran manusia. Aku terkapar didunia yang tengah aku pikirkan dan renungkan. Sisa-sisa dari reruntuhan kehendak manusia yang satu sama lain kian mengkritik mempertanyakan sesuatu pemahaman terhadap hal spiritual, supranatural, suatu oposisi biner, tinggi/rendah, dan tiada suatu estetika.
    
Keterpisahan pada akhirnya menjadi suatu keharusan yang tengah terjadi sekarang, kita sekarang melihatnya namun tidak kita sadari.

Berangkat dari keterbukaan akibat kepintaran manusia-manusia Allah, yang semakin menggebu untuk membuat bentangan jauh suatu yang tiada terlihat oleh mata -barang sedikitpun- dari keyakinan yang bertentangan. Ketakutan akan pergejolakan pada akhirnya buyar, telah dibungkam oleh manisnya suatu kemajuan -dan keberangkatan dari hal-hal yang dianggap mereka sebagai suatu takhayul untuk mempercayai hal yang tak terlihat- yang membius para manusia Allah yang terlena pada kemajuan yang berketerusan. 

Aku senantiasa tak bisa menolak, karena itu bagian dari sebuah sejarah yang akan memanjang. Memanjangnya tersebut terjadi akibat para manusia Allah yang telah sadar kembali bahwa kehendak yang terikat haruslah diikatkan kembali. Mereka yang memanjangkan dan menyentil para pembungkam itu adalah mereka yang mempercayai bahwa suatu kemajuan yang mereka definisikan adalah suatu kesalahan yang harus direka ulang kembali. Telah terjadi suatu kesalahan besar didalam arti sempit kemajuan, disatu sisi manusia sebagai orang yang mempunyai kehendak, disisi lain manusia mempunyai naluri untuk mendominasi -walau itu dengan sesama manusia-

Bagi mereka tiada ada yang namanya suatu kebenaran tunggal, meski itu sebuah oposisi biner. Mereka menawarkan kepada dunia untuk lebih bijak membuka kebenaran tunggal dari setiap definisi-definisi apapun itu. Mereka lebih bersifat plural -membuka lahan-lahan untuk diinterpretasi- meski harus mengorbankan kegunaan dengan pertukaran kembali keuntungan.

Maka jangan salah ketika dunia telah memasuki tahap ini, kita tengah cengang dengan kekonyolan-kekonyolan yang biasa kita lihat dengan mata. Suatu dunia nyata mampu menjadi suatu dunia khayalan yang mempunyai didalamnya nilai legenda-legenda yang lama. Kita terlena karena kita benar-benar berada didalam dunia cermin yang menggoda. Aku sungguh merasakan banyak sekali pada setiap sisi bola mataku, hantu itu selalu muncul padaku. Sehingga terbesitlah hatiku untuk selalu ingin menyadarkan mereka yang terhinotis hantu pembius massal.

    Kita tidak melihat lagi kini sesuatu yang akan bertumbuh lebih besar; sebaliknya, kita curiga bahwa segalanya akan terus merosot turun -Nietsche-


Namun ternyata pada waktu itu aku ditolong oleh para pemberontak yang kritis, mereka yang memberontak adalah mereka yang ingin mencoba untuk menyadarkan kembali muka lama yang telah diganti sebuah kemunduran yang kian menjadi. Meski mereka hanya mencoba untuk mengingatkan kembali suatu nilai kebudayaan yang telah hilang dizaman yang banyak dihuni hantu pembius massal. 

Dengan ideologinya yang tiada titik temu untuk menyetujui, mereka -para pembius massal- itu kehilangan suatu pegangan. Lebih jelasnya mereka -hantu pembius- itu telah jauh melenceng -dan lebih melenceng- dari kekritisan mereka terhadap sikap yang mereka kritisi sebelumnya.

Aku sejenak bingung untuk sedikit saja mengurai, betapa mereka seperti sedang bermain kritik-mengkritik, dari satu pijakan ke pijakan yang lain. Namun yang aku setujui adalah didalam semua itu ada suatu pergulatan penting antara satu sisi dan sisi lain.

    Aku Berbicara Melalu Pakaianku -Eco- 

Mereka yang ingin mencoba menyadarkan kembali -para hantu pembius itu- adalah mereka tidak setuju apabila suatu rasa yang tengah terlena dizaman pembiusan itu, pada akhirnya akan menimbulkan suatu kekalutan yang menakutkan. Manusia lebih-lebih dari sekedar ingin mendominasi, mereka bahkan berani menukar suatu kegunaan dengan pertukaran yang terus menerus diputar.

    Mereka akan kehilangan segalanya, karena kebahagiaan yang mereka ketahui bahkan sejak dalam pikiran, adalah untuk dapat berpegangan pada sesuatu. -Adorno-

Aku tersenyum, dan untuk sekarang rasa ini sedikit agak tenang melihat mereka ingin mengembalikan suatu masa lalu yang sedikit demi sedikit kian terkikis. Pengetahuan pencerahan dari ilmu-ilmu pada masa pembiusan digantinya dengan imajinasi ringan. Meski mereka tidak sepenuhnya memberontak tapi mereka kecewa pada bagian-bagian tertentu. 

Mereka itu sepertinya mengetahui bahwa apa yang dikenalkan mereka sebagai suatu pencerahan dari dunia mitos, legenda, takhayul, yang mengkungkung ternyata malahan membawa kepada penjara baru, penjara itu sebutlah saja dengan nama keuntungan tiada henti -didalamnya mengikis dan mengikis-

Sementara aku, sekarang ini lebih memilih untuk duduk diam dan berpikir bersama dengan mereka para pemberontak yang terakhir. Karena aku sendiri merasa takut bila suatu saat nilai-nilai yang telah baku pada sisi spiritualku berserta nilai-nilainya akan didongkrak oleh mereka. Aku merasakan adanya kesamaan bila berpikir duduk mesra bersama mereka, meski sedikit ada ketidak serasian dari takaran periodesasi. Tapi aku yakin itu hanya sebuah periodesasi.

Pada akhirnya ketidak menentuan dan ketidak sempurnaan yang aku rasa, haruslah dicari titik temunya, untuk melawan mereka kembali. Melawan dengan cara mereka menumbangkan, melawan dengan cara mereka membuat kepayang yang telah ada. Aku yakin pada kemutlakan bahwa ketika ada disatu sisi maka ada disisi lain.

Cerita ini tidaklah berhenti dan tamat sampai disini. Seperti yang aku katakan bahwa ketika ada satu sisi maka ada sisi lain, begitupula dengan kaum penyadar para pembius, pada kelanjutannya nanti, akan ada beberapa orang yang dekat dengan mereka menjadi tidak sefaham dengan kaum penyadar -meski salah satunya adalah salah seorang dari mereka-...