Satu minggu sebelum pemerintah
menetapkan keputusan terakhir untuk menaikan harga BBM, seluruh rakyat negeri
ini sangat terpukul dan tersiksa oleh ketidakadilan pemerintah yang semena-mena
didalam menjalankan keputusan.
Ditengah dera dan cobaan yang
membelenggu, rakyatpun jauh hari sebelum penetapan pemerintah sudah terpukul dengan semakin maraknya para pejabat yang
berjamaah mencuri uang rakyat. Rakyatpun didera sebuah pertanyaan yang rumit
ketika para pejabat yang mencuri uang tersebut mendapatkan hukuman yang tidak
setimpal dengan apa yang dilakukan mereka dengan mencuri uang rakyat.
Pantaslah rakyatpun berang dan
sekarang berani untuk mengangkat senjata, karena meskipun mereka berbicara
mengenai penderitaannya, kata-kata yang terlontar tidak pernah dapat menyentuh
hati para pejabat dan pemerintah. Mereka seakan-akan tuli pada janji, buta pada
hati.
Disisi lain, mahasiswa, tengah
berada pada puncak kegelisahan dan kekesalan yang menunggu untuk diluapkan. Mereka
tidak setuju dengan tindakan yang ditilainya berat sebelah, memberatkan
orang-orang yang tidak mampu. Para mahasiswa ingin pemerintah untuk membatalkan
kenaikan BBM yang akan mulai diterapkan satu minggu kedepan.
Meskipun para mahasiswa sudah
berulangkali demo, sebagai salah satu cara untuk mengeluarkan aspirasi terhadap
pemerintah, tapi pada kenyataannya pemerintah tidak bergeming dengan
senggolan-senggolan yang mungkin dianggapnya “Hanya sebagai kerikil penghalang”.
5 hari sebelum hari H
Presiden dengan penasihatnya
sedang berunding sambil meminum kopi hangat, tepat didepannya sebuah layar TV
monitor yang besar. Mereka sedang menonton berita yang tengah terjadi dinegeri
yang dipimpinnya. Presiden sangat terfokus pada berita mahasiswa yang berdemo,
para buruh yang berhenti berkerja yang berdemo dan orang-orang yang berdemo.
Melihat semakin hari semakin
banyaknya masyarakat yang berdemo, presiden segera memerintahkan kepada
penasihat untuk mencari jalan keluar. Penasihat menganjurkan kepada presiden
untuk menunda dan lebih baik membatalkan kenaikan BBM ini. Atau dia
menganjurkan agar anggaran-anggaran belanja untuk biaya peralatan dari semua
bidang pemerintahan di Indonesia dibatalkan dan dijadikan sebuah tambalan bagi
masyarakat.
Mendengar hal tersebut presiden
marah, presiden menampar penasihatnya dan menyuruhnya pergi dari ruangannya. Presiden
itu tidak ingin membatalkan janji beliau untuk menaikan BBM terhadap Amerika,
ia tidak ingin dibikin malu dengan sikap kepahlawanan yang tidak perlu, ia
tidak ingin momen ini berubah karena momen ini sangatlah penting untuk kebaikan
partainya. Ditengah keheningan tempatnya duduk, presiden mencoba menghubungi
kepala bidang pertahanan negeri, polisi, bahkan tentara nasional untuk turun
serta dalam mengamankan massa yang sangat bersemangat mendemonya.
3 Hari Sebelum Hari H
Para personil polisi, satpol, tentara
dan elemen lain sedang melakukan tes simulasi sebagai persiapan untuk
menghadapi rakyat yang berdemo. Dengan adanya latihan bersama yang diadakan dilapangan
terbuka, hal itu mengundang reporter/wartawan TV yang ingin merekamnya tapi
dengan penjagaan yang ketat, para reporter dan wartawan tersebut tidak bisa
melangkah masuk walau satu kakipun. Yang ingin diberitakan oleh media ternyata
dipicu rasa tertarik yang dilakukan pemerintah dalam perekrutan personil TNI
untuk mengamankan demo-demo yang akan terjadi menjelang kenaikan BBM. Rasa bingung
itupun tidak hanya terasa oleh wartawan, rakyat tapi juga oleh sebagian tentara
yang ditugaskan.
Para tentara takut bila satu
waktu akan ada pertumpahan darah antara tentara dan mahasiswa/rakyat. Mereka sebenarnya
memahami betul apa yang tengah dirasakan oleh para pendemo tapi karena ada
suatu perintah dari presiden maka mau tidak mau mereka harus menjalaninya. Dengan
catatan tidak ada pertumpahan darah yang akan terjadi pada hari H nanti.
1 Hari Sebelum Hari H
Disejumlah kota sudah banyak
pemberitaan para mahasiswa dan masyarakat/buruh yang berdemo, presiden dengan
para petingginya sedang mempelajari langkah-langkah apa saja yang akan
direncanakan mereka kedepan.
Salah satu dari mereka
mengusulkan agar menindak tegas atau bila perlu tembaki atau tangkap para
pendemo yang liar dan brutal ditempat. Pendapat tersebut pada awalnya tidak
disetujui secara langsung oleh mereka. Namun Presiden yang berpikir lama pada
akhirnya setuju mengenai pendapat wakilnya tersebut.
Presiden menyuruh orang untuk
segera menghubungi dan menyampaikan pesan bahwasanya untuk mengamankan dan
melancarkan kenaikan BBM sebagai cara untuk memajukan ekonomi Negara maka para
pendemo yang berusaha untuk menggagalkan sikap pemerintah dengan cara yang
brutal maka keamanan harus menindak mereka juga dengan cara brutal.
Dengan adanya perintah dari
presiden serontak membuat para tindak personil keamanan merasa sedikit terkejut
bila harus melakukan apa yang diperintahkan oleh Presiden. Terlebih para
tentara yang mempunyai tugas khusus berjaga-jaga didekat tempat vital di ibu
kota. Para personil tentara merasa ini tidak adil dan sangat memberatkan bagi
rakyat, oleh karena itu mereka lantas menghubungi komando agar meminta presiden
meninjau ulang perintah ini. Namun presiden menolaknya bahkan ia berkata “Aku
ini seorang pemimpin sekaligus seorang yang berkuasa”
Keputusan Presiden membuat para
tentara yang ditugaskan untuk mengamankan gedung presiden marah, pada malam
harinya mereka membuat perjanjian sesame tentara untuk tidak mengeluarkan satu
peluru pun meski pendemo melakukan aksi yang brutal.
Sementara tu Presiden dengan
berserta wakil-wakilnya melakukan rapat tertutup diruangan yang tidak diketahui
orang banyak. Presiden dalam rapatnya tersebut tengah mempertanyakan tentang
kebersiapan para penembak jitu yang telah diperintahkan Presiden sebelumnya.
Wakilnya yang membidangi bagian tersebut menjawabnya “Sudah Pak Presiden”. Mendengar
jawaban tersebut, Presiden terlihat tenang dan lanjut mehisap cerutunya yang
masih panjang.
Hari H
http://www.swans.com/library/art9/gerald02.html |
Beribu-ribu mahasiswa dan
masyarakat mewarnai jalanan ibu kota, para mahasiswa berdiri tegak sebagai
front terdepan dan diikuti masyarakat/buruh dibelakangnnya. Suasana terlihat
kondusif dan terkendali, para mahasiswa melakukan orasi-orasi yang begitu
memukau dan para pendemo bergemuruh hampir terdengar seperti gemuruh ombak pada
malam hari yang menerkan pasir kering ditepi pantai.
Para tentara, polisi dan keamanan
lainnya berdiri tegak menatap para pendemo, para wartawan dan reporter berada
pada posisi yang telah ditetapkan mereka masing-masing.
Satu jam telah berlalu namun para
pendemo masih tetap lantang dalam suara, seakan mereka mempunyai berjuta
semangat dalam jiwa untuk mencari keadilan. Dalam keheningannya dan suara TOA
yang terlontar mahasiswa terdengar suara ledakan dari petasan yang meluncur
dari arah pendemo. Suara tersebut membuat keadaan para pendemo dan para
personil keamanan terlihat menegang.
Para pendemo menganggap hal
tersebut dilakukan oleh personil keamanan yang sengaja ingin membuat kami
takut. Disisi lain para personil keamanan menyangka bahwa hal tersebut
dilakukan oleh para pendemo. Mulailah terjadi adu dorong diantara para pendemo
dengan para personil keamanan, adu dorong tersebut menyebabkan ketegangan
semakin meningkat, ditambah terdengar kembali suara-suara ledakan yang membuat
keadaan semakin kacau balau.
Pendemo mulai menghancurkan
pagar-pagar dan membakar ban-ban yang telah disediakan, adu jotos antara
personil keamanan dan pendemo pun tak terhindarkan. Personil keamanan memukuli
para pendemo dengan menggunakan pentungan tapi tidak untuk menembak para
pendemo.
Suasana di Ibu kota semakin
kacau, para pendemo mulai marah dan merusak segala fasilitas yang ada
digedung-gedung pemerintahan yang mereka temui. Hal ini mengingatkan kita
kepada kejadian dahulu yang pernah terjadi sebelumnya.
Difront terdepan, para pendemo,
memaksa para tentara untuk mundur dan membiarkan mereka masuk ke gedung
Presiden. Presiden yang terancam lalu dipindahkan dengan mobil yang disamarkan,
ia mulai mengeluarkan perintahnya kepada penembak jitu yang telah disiapkan
digedung-gedung yang tersembunyi. Hal ini dilakukan untuk memukul mundur para
pendemo agar tidak sampai kepada gedung pemerintahan.
Akhirnya keheningan dan didalam
kekacauan tersebut terdengar suatu teriakan yang datang dari salah satu pendemo.
Para tentara tepat berada betul didepan pendemo yang tertembak, namun tiada
satupun dari mereka yang mengeluarkan senjatanya dari balik pinggang. Tidak ada
satu suara letupan senjata yang berasal dari barisan personil tentara.
Dengan kejadian tersebut para
pendemo murka, marah kebelinger dan tidak bisa dibendung, mereka membawa dan
memakai senjata yang seadanya untuk melawan personil tentara yang ada tepat
dihadapannya.
Para tentara pun kebingungan
untuk mengetahui siapakah sebenarnya yang melakukan penembakan terhadap pendemo
karena mereka tidak sedikitpun mengeluarkan senjata mereka dari tempatnya.
Suasana mencekam ketika malam
hari tiba, korban yang jatuh mati dan terluka diperkirakan 20 orang baik itu
dipihak pendemo dan para personil tentara.
No comments
Post a Comment