Atheis Setengah-Setangah (Cerpen)

Sebut saja aku ini, Alig! Aku adalah seorang mahasiswa di salah satu perguruan tinggi yang ada di kota Bandung. Aku mengambil jurusan filsafat. Selain aktif dalam pergumulan diskusi-diskusi yang diadakan dikelas, aku juga suka mengadakan diskusi antar komunitas yang dibina bersama teman-teman.

Temanya pun beragam namun tema yang paling aku senangi adalah berdebat dan berargumen tentang hakikat Tuhan dan Manusia berserta hubungannya. Terus terang aku sangat suka membaca buku-buku filsafat dari barat, sehingga ketika menjadi pembaca, akupun sadar bahwa aku hanya mengulang apa yang mereka tulis dan bukannya berpikir untuk mempertanyakan apakah maksud dari yang aku baca tadi.

Suatu hari ketika aku sedang berjalan, aku bertemu adik kelas yang sedang duduk manis ditepi jalan. Dan kebetulan tempatnya pun rindang banyak pohon sehingga teduh pun adalah tempat yang aku cari dari hingar bingarnya panas. Aku menyapanya;
  • Aku; "Hei, lagi ngapain nih disini?"
  • Dia; "Eh kakak, lagi diem aja nih ka, sambil neduh"
  • Aku; "Kalau begitu sama aku juga, boleh ikut duduk disini?"
  • Dia; "Oh ia ka boleh"
  • Aku; "Udah pulang kuliahnya?'
  • Dia; "Udah ka barusan, pusing banget ka!"
  • Aku; "Pusing kenapa gitu?"
  • Dia; "Pusing tadi diskusi tentang Tuhan"
  • Aku tersenyum dan gembira dalam hati ketika dia berbicara begitu. Dengan demikian aku akan sedikit berdebat dan mengajak dia untuk berbicara. Emmh, nih dia yang aku cari.
  • Aku: "Memangnya pusingnya disebelah mananya?"
  • Dia; "Aku tak bisa menjawab ketika salah satu teman saya menanyakan apakah Tuhan itu dan dimana Tuhan itu?"
  • Aku; "Memang akan begitu sulit kalau kita tidak bertindak dan berlagak layaknya para pemikir yang selalu bergumul tentang tuhan, dan itulah kesulitan yang selalu kita dapatkan kalau kita masih berpikir secara dangkal untuk mencari Tuhan"
  • Dia; "Wah pantesan aku kebingungan dan merasa menjadi orang bodoh nih ka! Buku apa yang menurut kakak bagus untuk direkomendasikan?"
  • Aku; "ada banyak buku yang bisa kakak tunjukan mungkin nanti aja kakak kirim lewat sms atau telpon, gimana?"
  • Dia; "Oh ia bagus ka, aku tunggu yah ka!"
  • Aku; "Tadi bagaimana keadaan diskusinya disana?'
  • Dia; "Aku denger mereka sering menyebut bahwa Tuhan itu tidak ada, ia tiada yang ada dari ketiadaan dalam keadaan yang tak pernah ada, katanya begitu ka!"
  • Aku; "Menurut kamu sendiri bagaimana tentang pernyataan tadi?"
  • Dia; "Aku susah untuk berkata pada waktu itu ka, karena aku masih mempunyai prinsip yang begitu mendasar tentang Tuhan. Apa yang aku katakan hanya Tuhan itu ada dan diyakini dalam hati namun tak terlihat oleh mata."
  • Aku; "Itu dia masalahnya, kamu tidak akan pernah bisa mengikutinya sampai kapanpun juga kalai masih terkungkung oleh hal-hal yang mendasar."
  • Dia; "Ntar kalau begitu aku sudah berdosa ka?"
  • Aku; "Engga akan koq, kalau kita memperdebatkan Tuhan berarti kita juga sedang mempertanyakan tentang keberadaan syurga dan neraka? Apakah benar tempat-tempat itu ada?"
  • Dia; "Oh ia juga yah ka." *sambil tersenyum kegirangan
  • Aku; "Ntar malam ada diskusi tentang Tuhan, mau ikutan ga?"
  • Dia; 'Dimana itu kak?"
  • Aku; "Diruang perkumpulan Komunitas "Pembiasan yang Cerah"
  • Dia; "Ampun deh ka, namanya keren banget sih, apa tidak terlalu maksa nih ka? *sambil menyindir.
  • Aku; "haha kamu bisa aja deh. Ok kalau begitu kita akan bertemu malam nanti."


Aku pun beronjak dari tempat duduk dan meninggalkan dia dikeramaian orang-orang yang berjalan kesana-kemari. Sekarang aku akan menemui teman-temanku yang sudah menungguku di basecamp untuk berbagi ilmu. Yah karena komunitasku itu selalu mencari hakikat kebenaran, maka yang menjadi fokus komunitas ini adalah hakikat kebenaran pertama yaitu Tuhan dan apa Tuhan, berasal dari mana Tuhan?

Setibanya di basecamp aku langsung menyalakan rokok dan memulai materi yang disampaikan hari ini. Dikarenakan ada suara mengajak untuk beribadah, maka kami berhenti dulu. Yang aku inginkan dari mereka adalah "Mereka harus berpikir jauh luas membentang tanpa adanya rintangan yang bisa membuat mereka bantu diparuh awal" Aku ingin mereka bisa berpikir seperti diriku yang sekarang telah terbebas dari keterkungkungan yang mendasar.

Dengan begitu aku bisa terbebas dari apapun itu kungkungan, dan dengan mudah mendapat kesenangan dunia dan karena itu pulalah mereka akan tidak terlalu tertarik melihat kepada yang tak terlihat, karena yang banyak aku ajarkan adalah bagaimana dunia ini terlihat begitu menarik dari dunia yang disebutkan tapi tak terlihat. Malam hari pun tiba, dia pun sudah tiba dibasecamp. Aku mengajaknya masuk dan duduk dengan teman-teman lainnya yang sudah ada sejak tadi.

Tak terasa waktu telah menunjukan jam 12 malam lagi, sudah 2 jam berlangsung aku memberikan materi pada teman-teman pembias cahaya. Teman-teman yang menyimak mulai terlihat tertarik dengan materi yang aku sampaikan tadi.

Setelah memberikan materi aku langsung menghampiri si dia yang selalu tersenyum kalau aku melihatnya. Dia sepertinya sudah sedikit mengerti dengan apa yang aku katakan tadi. Lama kelamaan dia benar-benar membuatku terpana tak terbayang. Malam hari ini dia tidak pulang ke kotsanna namun dia, menurut apa yang aku inginkan untuk tetap disini. Dan tak terduga aku, malam ini adalah malam yang indah bagiku karena esok hari si dia sudah menjadi milikku.

Dari malam itu si dia sering bersama denganku seperti para temanku yang juga membawa serta merta pacar yang bisa diajaknya untuk berdiskusi jauh menentang dasar. Si dia dengan kuliahnya telah mempunyai nama karena aku telah mengajarkan kepadanya melalui pikiran dan disempurnakan dengan tindakan. Karena kalau tidak berkelindan keduanya dijalankan maka akan selalu ada keraguan yang selalu dipertanyakan. 

4 bulan berlalu, komunitas pembias cahaya mendapatkan undangan dari salah satu perkumpulan memadu api dan air diseberang kota yang kami tinggali sekarang. Dan untuk mencapai pada tempat tujuan, kami harus melewati lautan yang luas, jalan yang mungkin terjal. Kami mempersiapkan semuanya dari sekarang, kami akan berangkat semuanya meskipun ada kuliah yang seharusnya harus dihadiri.

Diperjalanan aku melihat alam yang begitu luas, sangatlah tidak adil bila mengatakan dibalik langit ini ada sebuah syurga dan neraka, dibalik semua ini ada Tuhan yang berkuasa. Bagiku dunia adalah luas tak terhingga dan tak pernah berakhir. Meskipun pada waktu kecil aku berada pada periode yang mempercayainya hanya sebatas yakin, tapi sekarang berbeda. Bahkan si dia dan teman-temanku bahwa aku ini adalah orang yang anti pada hal yang tiada. hahaha memang begitulah aku!!

Kapal pun sudah berlayar setengah jalan, tiba-tiba suara dari dek memberitahukan bahwa akan ada badai yang akan menghantam kapal ini. Sontak hal ini aku benar-benar membuatku takut dan tegang. Begitupula bagi teman-teman ku semua, mereka merasakan hal yang sama padaku.

Setengah jam kemudian hal yang buruk pun benar-benar terjadi, angin mulai menampakan hujaman kerasnya, air mulai menampakan garangnya, suara seraya mengejawantahkan kemarahan semua itu dan akupun benar-benar dipenuhi ketakutan yang memuncak dan seakan tak berdaya.

Rasa ini tak pernah aku dapati, ketakutan, kebelumsiapan diriku untuk terkena musibah, ketidak terkendalian rasa yang begitu melemahkan ini benar-benar membuatku tak berdaya. Akupun mulai menangis ketakutan, meneteskan air mata dari puncak ketidak gundahan rasa, ketakutan yang melemahkan semua gerak badan bahkan jiwa. Namun alam begitu tak menyentuh sama sekali rasa takut ini.

Aku pun tertunduk dalam hati, meneteskan air mata sembari tak meninggikan hati yang telah tenggelam dalam ego. Akupun tertunduk dan berdoa dalam hati pada penguasa, aku menyadari ketidak berdayaan manusia ini yang telah sombong akan ciptanya. Aku berbeda dari apa yang aku sombongkan selama ini, ternyata hati tak begitu berani untuk membohongi jiwa raga ini. Aku memohon ampun dan berdoa pada Tuhan agar diselamatkan dalam perjalanan ini.

Keadaan semakin kacau, semua orang yang menumpang berdoa untuk keselamatannya masing-masing. Bagitu pula aku, aku menenggadahkan kepalaku dan mengangkat tangaku untuk diberi kelancaran selama perjalanan ini.

Waktupun berlalu bersama rasa tegang yang semakin hilang karena badai yang menerjang kapal ini. Aku bersyukur kapal ini tak sampai karam dibuatnya. Hati ini lega serasa terlahir kembali meskipun pertemuan yang direncanakan hari ini berlangsung tidak jadi dilaksanakan karena kapal yang kami tumpangi memutuskan untuk tidak melanjutkan perjalanan sekarang.

Sesampainya didaratan aku, dia dan teman-temanku beristirahat sejenak ditempat tunggu. Ketika aku sedang terkulai merebahkan badan, dia dan teman-temanku bertanya kepadaku;
  • Dia; "Itceu (Nama panggilan Pacar) bagaimana perasaanmu tadi?"
  • Aku; "Ah biasa aja Tustara (nama panggilan pacar) itumah sudah biasa."
  • Dia: "Tadi aku dan teman-teman melihat Itceu seraya sedang berdoa kepada yang diatas, apakah itu itceu?"
  • Aku: "Oh itu tadi hanya meminta kepada alam agar tidak terjadi suatu yang mengerikan kepada kita!"
  • Dia: "Itceu, tapi tadi kita mendengar kamu mengatakan Tuhan dengan keras!!!"
  • Aku: "Itu hanya pengandaian saja kepada alam saja ko Tusta" *Sambil tertawa tegang
  • Dia: "Itceu, mulai sekarang aku dan teman-teman lainnya ingin mengundurkan diri dari komunitas ini!"
  • Aku: "Kenapa begitu Tustara? Kenapa begitu teman-teman?"
  • Dia: "Aku bersama teman-teman pada akhirnya tahu bahwa ada satu ruang yang hilang dari kita, yang mungkin dikembalikan kembali ketika kami ketakutan dan berada pada tahap dekat kepada kematian. Kita berdoa kepada Tuhan semenjak kapal diterpa badai. Apakah mungkin bagi kita untuk kembali sombong pada jiwa yang benar-benar tak berdaya?


Mendengar penjelasan itu, aku tak bisa menjawabnya. Aku benar-benar malu akan diriku sendiri yang berusaha untuk menyenangkan mereka agar komunitas ini tetap berjalan. Tapi merekalah jua yang pada akhirnya tak bersikap buruk daripadaku, Aku hina dan merasa bodoh!!