Doa Untuk Syria; Mencari Letak Pengikat Kehendak Satu

Ya Allah yang maha mulia, maha kuasa bagi yang tak terkuasai manusia. Sungguh aku bersimpuh tuk berdoa kepadaMu. Sebagai rasa ketidaksempurnaan manusia dialam bumi ini. Seperti aku yang sekarang sedang merasa terpukul, tertampar kesedihan melihat saudara-saudaraku di Syria, palestina dan dimanapun itu mengalami ujian yang begitu berat. 

Hanya kepada Engkaulah tempat terakhir manusia menuju, dengan doa yang tulus untuk mereka, aku panjatkan semoga Engkau selalu memberikan ketabahan bagi saudara-saudara hamba disana.

Begitulah doa yang saya ucapkan ketika sudah melaksanakan shalat maghrib tadi. Doa tersebut aku layangkan khususnya kepada saudara-saudaraku di Syria yang sekarang sedang mengalami ujian yang berat. Sebenarnya keadaan ini adalah sama seperti ketika Theodor Adorno tertegun hatinya melihat orang Yahudi mendapatkan perlakuan yang keji oleh Nazi. Namun dengan hal tersebut, saya bukannya malah mengajak anda untuk tidak menulis puisi setelah beberapa pembantaian terhadap saudara-saudara saya. Saya hanya ingin berbicara tentang hal lain yang mungkin anda juga tahu.

Dalam suatu Kesamaan itu ada satu hal penting yang menjadi kunci utama bagaimana bisa saya seorang Indonesia bisa ikut berduka cita yang sangat terhadap mereka? Adalah adanya suatu tali yang mengikat erat hati ini sehingga mampu merasa terpukul meskipun hanya sebatas melihatnya dari gambar-gambar dan video.

Jawabannya sangat mudah untuk ditebak!! Jawabannya adalah karena saya seorang manusia yang tak tega melihat manusia lain dibantai dengan keji. Tak hanya itu pula, yang paling utama dari apa yang ingin saya terangkan adalah rasa kesedihan seorang muslim yang melihat saudara semuslim disana dibantai dengan keji oleh pemerintahan yang banyak digadang bisa menjalin suatu demokrasi!!

Saya pernah menulis bagaimana tingkatan manusia bisa meredakan konflik meskipun secara tidak berkesudahan. Bahwasanya suatu rasa solidaritas yang kuat untuk mewujudkan apa yang dikatakan renan kehendak ingin bersatu, sejatinya adalah sebuah pengkolektivan individu-individu yang mempunyai sifat berubah didalam masyarakat.

Sebagai contoh; Konflik antar supporter yang melibatkan 2 kota berbeda nyatanya bisa bersatu dan berbaur kembali ketika tingkatan solidaritas yang diemban individu berpindah kepada wilayah yang memiliki tataran yang luas, yaitu ketika tim kebanggaan Indonesia bertanding. Sebagai contoh lagi; Konflik kecil antar geng motor yang berada didalam perkotaanpun bisa menjadi kabur ketika tim kesayangan kota mereka bermain. Tidak menutup kemungkinan hal seperti ini terjadi pada konflik-konflik lain yang mempunyai wilayah tertentu.

Dari penjelasan diatas, saya menyimpulkan dari kesimpulan yang telah dikenalkan oleh para pemikir zaman dahulu, terdapat suatu tali pengikat yang ada - menunggu untuk mengikat - dalam tataran kehidupan sosial. Sukarno dengan geopolitik, Renan dengan kehendak bersatu dan ibnu khaldun dengan solidaritas sosial. Walaupun permasalahan-permasalahan selalu terjadi menimbulkan konflik namun dengan sendirinya bisa reda karena ada sebuah pengikat dari rasa hakekat manusia yang sosial itu.

Dan begitu juga ketika saya merasakan kesedihan yang perih apabila melihat saudara-saudara di Palestina, Irak, Syria dan Lebanon dibantai dengan keji oleh mereka yang keji. Adalah rasa kesamaan dalam hati sebagai seorang muslim yang membuatku sedih dengan melihat mereka. Pengikat ini benarlah sangat berharga untuk saya dan semua umat muslim didunia. Meskipun seringkali kita dapati bagaimana ketidakadilan menimpa saudara kita tapi hal tersebut bisa dijadikan sebuah pemacu diri kita untuk meningkatkan rasa solidraritas yang kuat.

Bayangkan apabila kita berpikir sama untuk mengambalikan kehendak tujuan yang satu? Adakah suatu kesimpulan yang nantinya akan membuat umat muslim bersatu? Hilangkanlah permusuhan antara Malaysia dan Indonesia (Nyatanya bila berbicara tentang Islam, antara Malaysia dan Indonesia sama saja, tak ada perbedaan, semua membela yang teraniaya!! Dan satukanlah rasa kita dengan melihat pada realita bahwasanya masih banyak saudara kita yang tak semujur dibanding kita. 

Meskipun sulit, minimal kita melangkah kaki selangkah daripada mundur setapak!! Jangan menjadi pengecut!!