Syiah Diusir: Mereka yang Optimis dan Pesimis

Hidup berada diantara adalah kesakitan
Sebetulnya bila niat saya menuliskan permasalahan konflik syiah yang terjadi di sampang itu, maka apa yang didiskusikan dalam ILC dengan judul memukau "Syiah Diusir, Negara kemana?" sudah memuat permasalahan-permasalahan kecil yang bersentuhan dengan kenyataannya.

Meskipun tidaklah semua permasalahan bisa disampaikan disana, mengingat kepada pendeknya waktu yang ditawarkan ILC, akan tetapi saya telah mendapati banyak kesimpulan mengenai permasalahan ini.

Acara ILC ini adalah acara yang sangat saya tunggu-tunggu. Saya selalu merasa terpukau pada mereka yang sangat lugas dalam beradu argumen, meskipun tidak sedikit juga dari mereka yang selalu berbicara seolah tak menyentuh substansi alias mengelak atau mengalihkan pembicaraan.

Sebagaimana hal nya ketika episode ILC kemarin, yang mengangkat judul luar biasa, dengan tema konflik antara pengikut Tajul muluk (Syiah) yang mendapati opini dari sebagian orang berpikir telah diusir oleh negara. Barangkali diusir oleh negara disini harus di garis bawahi dengan secara seksama. Bahwasanya dalam arti yang tidak sesederhana kasus tajul muluk ini menjadi ajang bagi siapapun yang ingin mencari muka untuk melancarkan ideologinya.

Dalam beberapa kasus tertentu, mereka-mereka selalu saja menyalahkan negara sebagai aktor utama yang harus dibredel. Karena negara telah gagal dalam melindungi setiap kehidupan rakyat dan kehidupan merakyatnya. Ketika judul ILC episode ini diangkat dengan memuat opini peran negara dalam konflik syiah, sepertinya kita tahu siapakah mereka itu?

Terlepas dari semua isu mengenai acara ILC kemarin saya tetap akan menyukai acara ini. Asalkan saya selalu berada dalam koridor memahami terlebih dahulu dengan seksama, biar tidak keliru untuk berbicara dipihak mana saya berdiri.

Beberapa Koridor Berjalan Dalam Jalannya Sendiri

Dalam satu diskusi, yang mendepankan dialog, pasti akan ada dijumpai dua kubu yang berbeda saling beradu argumennya masing-masing. Satu sama lain pasti akan berbicara mengenai apa yang dirasa, direksa, dipikir, dibuat, sampai yang diyakini.

Oleh karena itu sangat wajar bila mereka berbicara tetap pada wilayah mana mereka berada. Iqlil dan pesepada lainnya berbicara atas nama golongan Syiah, dua Ulama dari Sampang berbicara dari koridor berbeda dengan Iqlil.

Sementara untuk domain yang agak kenegaraan ada Polisi yang berbicara atas tindak-tanduk apa yang sudah dilakukan untuk menyelesaikan masalah ini dan diikuti dengan golongan dari mereka yang mempertanyakan keberadaan polisi sekaligus negara dalam menyelesaikan masalah ini. Ada dari pihak kontras, Ahlulbait, dan dari kerukunan Ummat beragama.

Yang pertama berbicara adalah dari kubu Iqlil. Dia memaparkan bagaimana kejadian pada waktu itu dengan nada yang agak menyindir pihak tertentu. Namun yang paling kentara disindir oleh Iqlil adalah peran Polisi dan Presiden dalam bingkai Negara.

Menurut mereka mungkin peran dari kedua nya telah "gagal" untuk melindungi hak dan kewajiban rakyat. Sehingga ketika pada waktu tertentu mereka berani mengusik penghargaan presiden yang kemarin pernah dihadiahkan oleh luar negeri.

Mereka, Iqlil dan Pengungsi, itu tidaklah sendiri, sepengetahuan saya dari acara ILC. Mereka berada pada wilayah koridor golongan macam kontras, ahlul bait dan ada pula cendekiawan muslim. Oleh karena itu dalam diskusi tersebut kita mendapati Iqlil berada satu kursi dengan beliau-beliau yang terhormati-nya.

Pernyataan Iqlil bukannya benar 100% tanpa tanggapan. Setelah itu barulah dari Para Ulama dan polisi serta dari mereka yang berlainan mengemukakan pandangannya masing-masing. Tentu sesuai dengan kicauan Iqlil sebagai pembuka seri diskusi malam itu.

Untuk membicarakan isi dari apa yang telah ditayangkan ILC waktu itu dengan secara keseluruhan dirasa tidaklah memungkinkan untuk ditulis disini. Karena tulisan ini semata-mata merupakan hanya sebatas tanggapan saya semata.

Yang saya tangkap dan mengerti dari acara tersebut adalah hening. Seakan diam tak bersuara namun terpendam rasa untuk menjerit hebat. Saya terdiam bukan berarti saya mengangguk untuk setuju kepada golongan yang berdiri ditengah-tengah keduanya. Itulah sebabnya mengapa saya memberikan pengantar gambar diatas dengan judul kesakitan.

Menjeritkan Nada: Sebatas Kemampuan Sahaja

Ungkapan dari salah seorang pembicara pada waktu itu,  Prof. DR. Mohammad Baharun, menyatakan bahwa dari judulnya saja sudah banyak menimbulkan opini/wacana. Memang betul sekali ketika beliau ini mengutamakan pendapatnya. Judul acara ILC ini disatu sisi cenderung hanya berada pada pihak tertentu.

Sebuah judul adalah kesimpulan. Namun bila yang disimpulkan itu jauh dari bagaimana kebenaran berada akan jadi apa masyarakat berpikir? Saya melihat acara ini hanya seakan-akan sebagai mediasi bagi pihak Syiah dan yang ada dibelakangnya. Dari awalpun saya sudah ragu, koq bisa berpikiran untuk bersepeda dari sampang ke jakarta?Mengkritik Presiden dengan penghargaannya. Satu pertanyaan saja. Apakah mereka berdiri sendiri?

Secara keseluruhan yang terjadi disini adalah dua kubu yang mempunyai pandangan berbeda dalam macam hal. Bisa keagamaan, kenegaraan, cara pandang dan cara tafsir. Disatu sisi mungkin itulah sebuah keinginan namun disisi lain bisa saja keinginan tersebut adalah kebalikan dari golongan yang tidak menginginkan.

Untuk golongan yang berbeda tersebut saya rasa semua orang sudah tahu mana yang sedang bertikai. Kalau misalkan judulnya Syiah maka disitu pasti ada golongan yang dikaitkan yaitu Sunni. Sunni dan Syiah adalah sebuah sejarah yang barangkali akan terus berjalan tak berkelindan. Konflik ini menyangkut historitas muram wajah sejarah islam yang terdahulu.

Jika seorang cendekiawan mengatakan untuk melupakan sejarah, meski ada benarnya, terkait pertikaian antara Sunni dan Syiah maka akan sulit rasanya membuat hal itu nyata. Karena apapun itu namanya, sejarah tetaplah sebuah cermin. Bila ada yang tak menginginkannya kembali untuk menilik rasanya akan susah mencari satu pandangan yang sama kedepan. Siapapun orang didunia ini pasti akan membutuhkan cermin sebagai landasan bagi mereka untuk menjadi cakap. Begitupun dalam sebuah kehidupan, sejarah adalah bagaimana kita belajar dari pengalaman.

Sayangnya ketika acara ILC kemarin moderator, alias Bang Karni, sepertinya selalu menghindari untuk menyentuh tataran substansial tersebut. Bahkan bang Karni malah memberi satu pertanyaan tentang salah satu ayat Al-quran yang berisikan tentang toleransi ketika ada Ulama berbicara tentang Sunni dan syiah. Padahal domain terbesar permasalahan yang terjadi disampang sana adalah konflik antara Sunni dan syiah meskipun ada beberapa pemicu lainnya.

Tercatat hanya sebagian orang saja yang berusaha masuk kepada tataran pendirian konflik tersebut diantaranya adalah kedua Ulama dan Pak Prof yang tadi. Sementara dari organisasi Muhammadiyah dan NU hanya menyarankan agar tidak terlalu pesimis dengan perdamaian. Namun kita lihat saja nanti apakah kedua golongan tersebut akan berjalan berkelindan selama tidak ada pihak lain yang mencampuri.

Mereka yang Optimis dan Pesimis