The Lost Island |
Kita harus benar-benar menghargai
perbedaan pendapat dari sejarawan yang mengatakan demikian, meskipun kita masih
belum merasa benar-benar setuju dengan pendapat mereka. Kita harus menghormati
cara kerja ilmuan yang mencari kebenaran berdasarkan fakta-fakta atau
sumber sejarah yang pasti. Karena para sejarawan yang mengatakan bahwa atlantis
itu bisa dimana saja tidak hanya menyimpulkannya begitu saja, melainkan mereka berkata
dengan adanya alasan yang bisa dipertahankan.
Para ilmuwan tersebut adalah
orang-orang yang benar-benar mencari fakta/bukti historis dengan secara detail,
mereka mencari korelasi antara isi dari dialog Plato yang dihubungkan dengan keadaan alam dan sisa-sisa bangunan
kuno yang menurut mereka mempunyai hubungan khusus dengan benua Atlantis.
Meskipun para ilmuwan membutuhkan waktu yang tidak sebentar, tapi pada akhirnya kerja keras mereka membuahkan
penemuan-penemuan yang baru mengenai Atlantis. Lalu apakah temuan mereka terhadap
keberadaan benua atlantis itu benar-benar telah mencapai kesepakatan bersama –para
ahli sejarah-?
Kenyataanya hal itu belum
benar-benar menjadi sebuah kesepakatan mutlak. Disinilah kita harus memahami
cara kerja para ilmuwan dalam mencari dan mengolah data-data yang pada akhirnya
akan dijadikan sebuah kesimpulan. Begitu juga kita harus memahami bagaimana
mereka satu sama lain saling menyangkal pendapat-pendapat mengenai atlantis.
Atlantis –Sebuah Benua Yang Hilang-
Mitos Atlantis muncul ketika
mahaguru Socrates berdialog dengan ketiga muridnya; Timaeus, Critias dan
Hermocrates. Critias menuturkan kepada Socartes di hadapan Timaeus dan
Hermocrates cerita tentang sebuah negeri dengan peradaban tinggi yang kemudian
ditenggelamkan oleh Dewa Zeus karena penduduknya yang dianggap pendosa. Critias
mengaku ceritanya adalah true story, sebagai pantun turun temurun dari kakek
buyut Critias sendiri yang juga bernama Critias.
Critias, si kakek buyut,
mengetahui tentang Atlantis dari seorang Yunani bernama Solon. Solon sendiri
dikuliahi tentang Atlantis oleh seorang pendeta Mesir, ketika ia mengunjungi
Kota Sais di delta Sungai Nil. Bayangkan cerita lisan turun temurun yang
mungkin banyak terjadi distorsi ketika Critias, si cicit, menceritakan kembali
kepada Socrates, sebelum ditulis oleh Plato. (melalui
tulisan Budi Brahmantyo ”PR” 7 Oktober
2006)
Sudah barang tentu bahwa sumber
penting yang pertama bagi para ilmuwan untuk memulai penelitiannya adalah teks
dialog tersebut. Sumber itu merupakan bekal pertama para ilmuwan untuk meneliti
kebenaran keberadaan benua yang hilang. Para ilmuwan berpendapat bahwa meskipun
itu hanya sebuah mitos, yang disampaikan secara turun temurun- tapi dalam mitos
tersebut pasti terdapat sebuah sejarah –meskipun sedikit- yang berhubungan dengan
mitos tersebut.
Beberapa Penemuan Tentang Atlantis (Mesir-Maya-Akrotiri)
Berangkat dari sana para ilmuwan
mulai mencari bukti-bukti sumber data mengenai keberadaan benua atlantis. Beberapa
ilmuan ada yang berkeyakinan bahwa benua atlantis itu berada di Meksiko –Peradaban
Maya- karena disana ditemukan beberapa bukti-bukti yang berhubungan dengan
atlantis. Salah satunya adalah adanya beberapa patung relief yang menyerupai gajah –tanda-tanda
dari peradaban atlantis- tepat didepat monumen piramida. –George Erikson-
Namun tidak lama setelah George
Erikson mengemukakan pendapatnya mengenai Atlantis di maya, ada beberapa
ilmuwan yang tidak setuju dengan pendapat tersebut. Menurut mereka –ilmuwan yang
tidak setuju- patung yang diyakini Erikson sebagai bukti keberadaan sejarah
atlantis hanyalah seekor burung atau seekor musang.
Ada juga ilmuan -William Henry- yang mengatakan
bahwa Atlantis itu mempunyai hubungan erat dengan ornamen-ornamen di Mesir. Ia mempunyai pendapat bahwa piramida-piramida dan patung-patung
besar yang ada di Mesir dibangun dengan bantuan orang-orang Atlantis dan mungkin dengan bantuan ufo.
Mungkin
kita akan berpikir demikian kalau kita meyakini bahwa orang-orang Atlantis pada
waktu itu telah mencapai peradaban yang tinggi dan mungkin tekhnologi pun sudah
dikenal baik pada waktu itu. Hal ini terbukti dengan adanya relief-relief yang
serupa dengan kendaraan yang sekarang kita kenal dengan helikopter, kapal selam,
dan bahkan ada gambar yang Nampak seperti ufo.
Ufo relief |
Namun para ilmuwan lain nampaknya
mempunyai pendapat berbeda dengan yang dikemukakan oleh William Henry. Para
ilmuwan yang meragukan bahwa relief-relief yang menyerupai kapal selam, helikopter
dan ufo tersebut berpendapat tidak benar adanya. Mereka berpendapat bahwa relief
yang diungkapkan peneliti di Mesir itu bukanlah kapal selam, helikopter dan bahkan
ufo. Mereka meyakini bahwa ada pengikisan dari gambar asli –yang sudah berumur
beribu tahun itu- dengan gambar yang ada sekarang.
Begitu juga seiring dengan
peniliti mesir diatas, nampaknya ada yang mempunyai pemikiran yang bertolak
belakang mengenai keberadaan orang atlantis di mesir. Ilmuwan yang
mempertanyakan ulang pendapat diatas adalah Profesor Salima Ikram. Dia tidak setuju
dengan pendapat yang menyatakan bahwa patung dan piramida yang ada dimesir
dikaitkan dengan alien, ufo dan orang-orang atlantis. Dia lebih lanjut
menambahkan bahwa bila memang benar adanya bantuan dari orang-orang atlantis
maka seharusnya dimesir juga ditemukan peninggalan-peninggalan yang berhubungan
dengan orang atlantis semisal perahu atau kapal.
Ancient of Minoan |
Jauh sebelum Plato dilahirkan
terdapat peradaban yang dipercayai sudah memenuhi kriteria dengan penjelasan
Plato didalam dialognya, salah satu bukti yang bisa dipercayai adalah temuan
peradaban oleh seorang arkeolog pada tahun 1939 yang ada di Minoan Akrotiri. Temuan
itu telah terkubur beberapa ribu tahun dan arkeolog tersebut sangat percaya
bahwa debu-debu yang membuat reruntuhan ini tetap kuat adalah akibat terkubur
didalam debu dari letusan gunung berapi yang dahsyat.
Namun penemuan dan anggapan Minoan
Akrotiri sebagai benua atlantis lagi-lagi dipertanyakan kembali oleh para
ilmuwan yang skeptis, salah satunya karena letak wilayah yang diterangkan Plato
berbeda dengan letak dimana Minoan Akritiri berada. Besar luasnya benua
atlantis yang dijelaskan Plato mencakup benua asia dan libia itu menurut mereka
–ilmuwan yang skeptis- tidak sesuai.
Terlepas dari itu temuan Minoan
Akrotiri ini dikatakan sebagai temuan yang paling mendekati dengan penjelasan
Plato. Minoan Akritiri adalah peradaban yang sudah sangat maju di eropa pada
zaman dulu. Tidak hanya itu, pilar yang dikenal sebagai pilar Hercules itu diyakini
adalah selat Gibraltar.
Atlantis dan Sundaland
Orang Indonesia akhir-akhir ini
tengah merasakan gloria dengan pernyataan Profesor Santos yang mengatakan bahwa
benua atlantis itu adalah Indonesia –sebagai pusatnya-. Dengan bukti-bukti yang
dikaitkan seperti Gajah, Banteng, dan Piramida, letak geografis yang banyak
dihuni gunung-gunung merapi.
Namun benarkah benua atlantis
yang hilang itu ada di Indonesia? Pernyataan ini mungkin akan sulit diterima
karena bila benar pusat dari benua atlantis yang di katakan Prof Santos itu,
maka haruslah ada suatu monumen-monumen kuno yang begitu megah melampaoi
bangunan besar seperti piramida, patung sphink, dan peradaban Minoan Akrotiri
tadi.
Bukan hanya itu bila benar
Indonesia pusat dari benua atlantis, maka kita harus bertanya adakah suatu
peninggalan besar yang bisa mewakili dan menjadi bukti bahwa Indonesia adalah
benua Atlantis yang megah itu. Karena kita tahu bahwa suatu peradaban itu akan
bisa melahirkan sebuah peradaban yang tinggi apabila mereka telah menetap lama
dimana mereka tinggal. Sehingga kita bisa berpikir bahwa pada waktu yang lama itu pasti terlahir suatu kebudayaan atau monumen-monumen yang banyak dan
megah yang bisa kita temukan sekarang.
Terlebih tidak adanya pembahasan
apakah benua atlantis berada diwilayah tropis, deskripsi yang dijelaskan Plato
sebagai pilar Hercules tidak dijelaskan secara detail, waktu dari tenggelamnya
pulau yang dijelaskan Plato hanya satu malam ternyata tidak sesuai dengan
penjelasan Profesor Santos, dan terakhir adalah ketidak suaian yang bisa
disetujui dengan penjelasan Profesor Santos tentang kebudayaan yang hidup pada
zaman dulu. (melalui tulisan Budi Brahmantyo ”PR” 7 Oktober 2006)
Terlepas dari itu, saya tidaklah
membantah sama sekali pendapat mengenai pendapat bahwa benua Atlantis itu
pusatnya ada di Indonesia. Tapi saya sedikit ragu karena belum adanya fakta-fakta
yang betul-betul bisa membuat saya percaya bahwa Indonesia adalah benua Atlantis yang hilang itu. Dan saya mungkin akan percaya bila
suatu hari ada ilmuwan, sejarawan, arkeolog, ataupun para linguist yang bisa
memecahkan dan memberikan bukti yang konkrit.
Muhammad Zaki Al-Aziz
Muhammad Zaki Al-Aziz
seperti agama saja mitos atlantis bagi mereka yang yakin, jadi akan terus mencarinya.
ReplyDeleteIa :)
DeleteKarena mereka berpangkal pada fakta sebagai kebenaran.
Sementara kebenaran bagi mereka adalah tidak mutlak...
terima kasih sudah berkunjung yah..
relatifisme?
Deleteberarti ketika mereka mengatakan kebenaran itu tidak mutlak maka itu pun tidak absolut atau mutlak, alias relatif ya? adakah yang bebas nilai di dunia ini? #sesuatu hahaha
sama-sama...
Ia betul :)
DeleteCara berpikir orang-orang yang mendewakan rasionalitas kan seperti itu kang usup.
Bagaimana orang-orang dari wilyah modernisme berpikir seperti "Keberangkatannya dari yang 'lama' menuju kepada yang baru"
Relatifisme nya bisa dijelaskan lebih lanjut?!
Untuk yang bebas nilai itu ada kang Usup :)
DeleteMisalnya dalam seni, sastra, budaya. Tapi didalam diskursus modernisme, postmodernisme, semuanya digonjang-ganjing.